Sri Mulyani Sebut Fenomena Mata Uang Kripto Bakal Dibahas di G20

Menurut Sri Mulyani, ada beberapa negara melakukan piloting atau uji coba mata uang kripto.

oleh Liputan6.com diperbarui 15 Jun 2021, 16:00 WIB
Menteri Keuangan Sri Mulyani saat konferensi pers APBN KiTa Edisi Feb 2019 di Jakarta, Rabu (20/2). APBN 2019, penerimaan negara tumbuh 6,2 persen dan belanja negara tumbuh 10,3 persen. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati akan memabwa isu cryptocurrency atau mata uang kripto dalam pembicaraan di Kementerian Keuangan, KSSK hingga Forum G20.

"Ini akan jadi satu isu yang terus dibahas, Kami di KSSK, di Forum G20, antara bank sentral ini akan jadi fenomena yang akan dibahas," ujar Sri Mulyani dalam Webinar Seri II : Kebijakan Pemerintah, Peluang, Tantangan, dan Kepemimpinan di Masa dan Pasca Pandemi Covid-19, Selasa (15/6).

Bendahara Negara itu melanjutkan, jika melihat fenomena di dunia ada beberapa negara melakukan piloting atau uji coba seperti di China. Di suatu daerah yang belum meluas secara nasional, pemerintah China bahkan mencoba mewacanakan merubah transaksi dari fisik menjadi digital.

"Karena jumlah uang beredar menentukan dinamika ekonomi suatu negara apakah akan terjadi inflasi, aset bubble. Ini yang harus dibahas di KSSK," jelas Sri Mulyani.

Namun menjadi persoalannya adalah setiap negara yang berkedaulatan menetapkan bank sentral sebagai penguasa atau yang memiliki power dari negara untuk mengatur mata uang. Di Indonesia sendiri masih menggunakan uang fisik atau kertas sebagai alat transaksi pembayaran yang sah.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Bukan Alat Pembayaran

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyampaikan hasil Rapat Dewan Gubernur (RGD) Bank Indonesia di Jakarta, Kamis (19/12/2019). RDG tersebut, BI memutuskan untuk tetap mempertahankan suku bunga acuan 7 Days Reverse Repo Rate (7DRRR) sebesar 5 persen. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo menegaskan bahwa, crypto curency atau kripto bukan merupakan alat pembayaran yang sah. Hal ini seusia seperti diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar dan Undang-Undang Bank Indonesia, juga Undang-Undang Mata Uang.

"Apa yang istilahnya crypto currency atau kripto apa sesuia juga pak ketua (OJK) tahu betul bahwa itu bukan merupakan alat pembayaran yang sah," tegasnya dalam Webinar Seri II : Kebijakan Pemerintah, Peluang, Tantangan, dan Kepemimpinan di Masa dan Pasca Pandemi Covid-19, Selasa (15/6/2021).

Pihaknya bahkan melarang seluruh lembaga-lembaga keuangan apalagi yang bermitra dengan BI untuk tidak memfasilitasi atau menggunakan kripto sebagai pembayaran ataupun alat servis jasa keuangan.

"Kami akan menerjunkan pengawas-pengawas untuk memastikan lembaga keuangan mematuhi ketentuan-ketentuan yang sebelumnya sudah digariskan UU mata uang," jelasnya.

"Kami terus melakukan untuk memastikan bahwa kripto yang bentuknya koin bukan alat pembayaran yang sah dan kami larang untuk lembaga keuangan untuk menggunakan," jelasnya.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya