Petani Tebu Tolak Kuota Impor Gula Mentah Ditambah

Fokus perhatian Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia adalah meningkatkan kesejahteraan petani tebu dengan cara meningkatkan harga jual tebu dan kualitas tebu.

oleh Tira Santia diperbarui 15 Jun 2021, 16:21 WIB
Aktivitas petani tebu di Desa Betet, Pesantren, Kediri, Jatim pada akhir September lalu. Bulog hanya membeli sekitar 100 ribu ton, sehingga sebagian petani terpaksa menjual gula dengan harga di bawah Rp 9.000 per Kg. (Merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Umum DPN APTRI Soemitro Samadikoen meminta agar petani dan APTRI tidak dikait-kaitkan dengan persoalan mahalnya gula rafinasi di Jawa Timur dan isu permintaan kuota impor raw sugar untuk pabrik gula di Jatim.

“Gula petani sendiri enggak laku kok minta kuota impor. Anehnya lagi untuk apa petani ngurusin UMKM? Lalu kenapa UMKM di Jatim saja yang ribut, sementara UKM di Jawa Barat dan Jawa Tengah yang jauh lebih besar kok tenang-tenang aja. Ada apa ini?,” kata Soemitro dikutip Selasa (15/6/2021).

Dia menilai gerakan protes yang dilakukan di Jawa Timur menurutnya semakin tak masuk akal. “Apa urusannya petani dengan Permenperin 3 Tahun 2021? Itu kan urusan pabrik gula rafinasi,” lanjut dia.

Fokus perhatian Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia adalah meningkatkan kesejahteraan petani tebu dengan cara meningkatkan harga jual tebu dan kualitas tebu. Bukan mengurusi isu penambahan kuota impor dan nasib UMKM.

Soemitro memastkan APTRI dengan tegas menolak penambahan impor dan pendirian pabrik gula rafinasi di Jawa Timur. Dengan kondisi saat ini saja gula rafinasi bocor ke pasar konsumsi dan mengakibatkan kondisi gula petani terpukul. Kondisi petani akan lebih sengsara jika ada pabrik gula rafinasi di Jawa Timur.

Soemitro mensinyalir bahwa nama petani dan UMKM telah dicatut sejumlah oknum baik di pusat maupun di Jawa Timur agar ada penambahan kuota impor raw sugar dan ijin produksi gula rafinasi di Jawa Timur.

Sebagaimana diketahui, dalam beberapa hari terakhir ini muncul kritik yang dsampaikan sejumlah politisi dan pengamat ekonomi tentang diberlakukannya Permenperin 3/ 2021.

Kebijakan tersebut disebut-sebut sebagai penyebab tingginya harga gula di Jawa Timur karena konsumen harus menanggung biaya angkut dari dari Banten (pebrik Gula Rafinasi ke Jawa Timut). UMKM dan petani tebu dikabarkan terpukul.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Akibat Isu Kelangkaan, Petani Khawatir Ada Impor Gula Lagi

Suasana aktivitas petani di kebun tebu di Modinagar di Ghaziabad, New Delhi, (31/1). Pemerintah India akan fokus pada sektor pertanian dalam anggaran tahunannya yang dirilis pada 1 Februari. (AFP Photo/Prakash Singh)

Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) membantah soal kabar kelangkaan gula rafinasi di Jawa Timur. Kabar tersebut dinilai tidak sesuai dengan apa yang terjadi di lapangan.

Menurut Soemitro, kabar mengenai kelangkaan tersebut tidak benar, apalagi hingga membuat Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) kesulitan berproduksi bahkan nyaris gulung tikar.

"UMKM apa yang di Jawa Timur enggak bisa berproduksi? Masih jalan seperti biasanya kok," kata dia dikutip Jumat (16/4/2021).

Menurut Soemitro, kesulitan yang dialami UMKM saat ini bukan dampak dari kelangkaan gula, melainkan lantaran terkena imbas pandemi. Hingga saat ini, lanjut dia, belum ada satupun pihak yang mengeluh kepadanya terkait ketersediaan bahan baku gula.

Kemudian terkait dengan tidak adanya pabrik gula rafinasi di Jawa Timur, Soemitro menurutkan memang sejak dulu provinsi paling timur Pulau Jawa tersebut tidak memiliki pabrik gula rafinasi. Sedangkan yang berdiri di provinsi tersebut adalah pabrik gula yang mengolah gula konsumsi.

"Pabrik gula rafinasi memang dari dulu ada 11 (di luar wilayah Jawa Timur). Dari dulu Jawa Timur enggak ada pabrik gula rafinasi," lanjut dia.

Dibalik itu, justru yang dikhawatir Soemitro dari isu kelangkaan gula rafinasi ini adalah dibukanya kembali impor gula. Jika itu terjadi, maka akan meresahkan para petani tebu di Tanah Air, sebab berpotensi membuat harga gula dalam negeri anjlok.

"50 persen petani tebu itu ada di Jawa Timur. Kalau tambah lagi (impor) kita semakin hancur," tutup dia.


Kemenperin Kirim Tim Usut Kelangkaan Gula Rafinasi di Jatim

Perwakilan petani tebu menuliskan kata kata saat berunjuk rasa di sekitar depan Istana Negara, Jakarta, Selasa (16/10). Puluhan perwakilan petani tebu berunjuk rasa menuntut pemerintah menyetop impor gula. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Kementerian Perindustri (Kemenperin) angkat bicara terkait dengan keluhan Asosiasi Pesantren Entrepreneur Indonesia (APEI) soal Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) Nomor 3 Tahun 2021 tentang Jaminan Ketersediaan Bahan Baku Industri Gula dalam rangka Pemenuhan Kebutuhan Gula Nasional.

Menurut Ketua APEI KH. Muhammad Zakki, Permenperin ini membuat stok gula di Jawa Timur langka sehingga merugikan industri makanan minuman (mamin).

Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin Abdul Rochim mengatakan, saat ini stok gula berlimpah. Sehingga isu kelangkaan gula, khususnya bagi sektor industri perlu dibuktikan.

"Sangat mencukupi karena (gula rafinasi) didistribusikan berdasarkan kebutuhan," kata dia, dikutip Kamis (15/4/2021).

Terlebih sejauh ini, lanjut Abdul Rochim, pihaknya belum menerima laporan kekurangan gula rafinasi dari pelaku industri yang tergabung dalam Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi).

"Jika memang benar terjadi (kelangkaan), seharusnya Gapmmi juga melaporkan kepada kami," kata dia.

Namun, sebagai tindak lanjut dari keluhan APEI ini, Abdul Rochim menyatakan akan menurunkan tim guna mengecek langsung unit usaha pengguna gula rafinasi milik Ketua APEI KH. Muhammad Zakki yang selama ini mengeluhkan kelangkaan gula tersebut. Tim tersebut juga akan dibantu oleh Sucofindo dan BPPT.

"Kita juga sudah kirimin surat untuk selesaikan dengan yang di Jatim," ungkapnya.

Sementara itu, Direktur Industri Makanan, Hasil Laut, dan Perikanan Kemenperin Supriadi, menjelaskan, sebenarnya Permenperin Nomor 3 Tahun 2021 merupakan kebijakan pengaturan produksi pada pabrik gula sebagai upaya untuk memenuhi gula untuk kebutuhan konsumsi dan gula untuk kebutuhan industri dalam hal ini makanan, minuman dan farmasi.

Setidaknya, ada 3 poin penting di dalam peraturan ini tersebut. Pertama, penertiban dalam produksi gula pada pabrik gula untuk mengurangi potensi kebocoran atau rembesan gula

Hal ini sesuai dengan Keppres 57 Tahun 2004 yaitu penetapan gula sebagai barang dalam pengawasan, seperti Gula Kristal Mentah/Gula Kasar (Raw Sugar), Gula Kristal Rafinasi (Refined Sugar), dan Gula Kristal Putih (Plantation White Sugar).  

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya