Liputan6.com, Jakarta Kinerja pertumbuhan ekonomi nasional tercatat mengalami peningkatan setelah adanya otonomi daerah.
Ekonom sekaligus Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah mengatakan, kenaikan kinerja tersebut rata-rata terjadi pada 10 tahun pertama penerapan otonomi daerah, yaitu dari tahun 2001 hingga 2010 dengan pertumbuhan rata-rata 5,24 persen.
Advertisement
"Tahun 2011-2019 meningkat menjadi 5,33 persen. Tapi kalau dilihat dari struktur ekonominya, tidak banyak berubah sebenarnya," ujar Piter dalam webinar, Rabu (16/6/2021).
Piter mengatakan, dari masing-masing wilayah atau daerah, di pulau Jawa misalnya, pertumbuhan ekonominya meningkat, baik di DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Jawa Timur.
"Tapi kalau lihat struktur ekonominya juga tidak banyak perubahan, masih didominasi sektor sekunder dengan peningkatan sektor tersier seperti jasa," ujar Piter.
Kemudian, pertumbuhan ekonomi di pulai Sumatera juga tercatat meningkat terutama di Aceh. Piter memperkirakan, hal ini terkait dengan meredanya konflik di Aceh. Untuk Riau, pertumbuhan ekonominya rata-rata meurun karena adanya ketergantungan terhadap komoditas.
"Di Kalimantan juga, ada peningkatan pertumbuhan ekonomi tapi kecil, yang meningkat Kalimantan Tengah. Kalimantan Selatan bahkan turun demikian pula Kalimantan Timur," katanya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Indonesia Timur
Untuk di pulau Sulawesi, pertumbuhan ekonomi di Sulawesi Selatan mengalami peningkatan, namun di Sulawesi Barat dan Gorontalo mengalami penurunan. Sulawesi Tenggara mengalami peningkatan sektor ekonomi primer karena keterkaitannya dengan keberadaan nikel.
Lalu untuk di Bali dan Nusa Tenggara, kondisi pertumbuhan ekonominya meningkat, meskipun turun di Nusa Tenggara Barat.
"Maluku dan Papua, secara keseluruhan mirip. Maluku utara naik, Maluku naik, Papua Barat turun drastis dari 9,62 persen menjadi 4,62 persen, sedangkan Papua meningkat tipis," katanya.
Advertisement