dr Reisa: Berani Lapor Diri dan Tes akan Membantu Penanganan COVID-19

Sebanyak 29 kabupaten/kota di Indonesia masuk zona merah COVID-19. Penambahan zona merah COVID-19 di atas terbilang cukup banyak dibanding pekan sebelumnya, Efeknya rumah sakit penuh.

oleh Sigit Tri Santoso diperbarui 16 Jun 2021, 21:30 WIB
Tenaga kesehatan mengantarkan pasien Covid-19 ke RSD Wisma Atlet, Jakarta (30/5/2021). Berdasarkan data Penerangan Kogabwilhan mencatat hingga hari ini jumlah pasien rawat inap di Tower 4, 5, 6, dan 7 mencapai 2.013 orang atau 33 persen dari kapasitas tempat tidur. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta Sebanyak 29 kabupaten/kota di Indonesia masuk zona merah COVID-19. Penambahan zona merah COVID-19 di atas terbilang cukup banyak dibanding pekan sebelumnya, yang mencapai 17 kabupaten/kota.

Di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah lonjakan kasus COVID-19 lebih dari 30 kali lipat dalam sepekan. DKI Jakarta menjadi provinsi dengan kenaikan kasus COVID-19 yang paling signifikan. Dalam 10 hari saja kasus COVID-19 di Jakarta meningkat lebih dari 300 persen. Efeknya, rumah sakit penuh pasien COVID-19.

Menurut Juru Bicara Pemerintah untuk Covid-19 dan Duta Adaptasi Kebiasaan Baru, dr Reisa Kartikasari Broto Asmoro, Bed Occupancy Rate yang tinggi membuat penderita penyakit kritis lainnya, seperti jantung, sulit mendapatkan tempat perawatan yang layak. Susah mendapatkan perhatian lebih dari dokter spesialis yang merawatnya, dan membuat keluarga mereka khawatir karena berada di rumah sakit yang penuh pasien COVID-19.

"Jangan ambil risiko, lindungi diri untuk lindungi keluarga dan orang terdekat kita. Jangan pertaruhkan kesehatan diri dan keluarga hanya karena lalai menerapkan protokol kesehatan," tegas dr Reisa, Rabu (16/6/2021).

 

 

 

Simak Video Pilihan Berikut Ini:


Teknik Gas-Rem

Tenaga kesehatan berbincang saat menunggu antrean untuk mengantarkan pasien di RSD Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta, Kamis (10/6/2021). Kepala Penerangan Kogabwilhan I Kolonel Marinir Aris Mudian mengungkapkan, pasien rawat inap bertambah 405 orang dalam waktu 24 jam. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Guna menahan lonjakan penyebaran COVID-19, ada beberapa hal yang bisa dilakukan. Menurut panduan menekan risiko, lanjut dr Reisa, dikenal istilah “gas dan rem”. Penerapannya akan mungkin mengembalikan ke situasi pengetatan kegiatan masyarakat.

Seperti yang pernah dilakukan untuk mengendalikan penyebaran COVID-19, jumlah absensi kantor harus dikurangi. Jam buka tempat usaha dikurangi dan beberapa kegiatan sosial budaya kembali diatur dengan ketat seperti dikurangi pesertanya. "Dan rencana sekolah tatap muka kemungkinan akan tertunda di wilayah zona merah," kata dr Reisa.

 


Butuh Kerja Sama Semua Pihak

Ada beragam cara lain menekan laju penularan dan mengembalikan situasi kota dan kabupaten ke risiko rendah atau zona hijau. Pengendalian penularan saat ini bisa ditangani dengan 3T, tes, telusur, tindak lanjut dan terapinya atau dikenal juga dengan tes, lacak, dan isolasi.

Menurut dr Reisa, bagi mereka yang merasa kontak erat dengan pasien positif, segera laporkan diri ke puskesmas terdekat. Berani dites dan apabila positif, informasikan secara terus terang tentang siapa saja yang telah kontak erat dengannya selama beberapa hari ke belakang.

Dia kembali menegaskan, isolasi mandiri bukan tanpa sepengetahuan orang lain. Lapor ke puskesmas dan tetap konsultasi dengan dokter. Konsultasi rutin dengan dokter dapat segera membantu pasien mendapatkan pertolongan dan perawatan.

"Terlambat dirawat dapat berisiko bagi keselamatan nyawa. Puskesmas dan dokter dapat membantu memberikan informasi ketersediaan ruang rawat inap di rumah sakit atau memberikan rujukan ke karantina terpusat yang dibiayai pemerintah," ujar dr Reisa.


Infografis

Infografis 29 Daerah di Indonesia Masuk Zona Merah Covid-19. (Liputan6.com/Trieyasni)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya