Liputan6.com, Jakarta: Pulau Nongsa, pulau terluar Indonesia yang berada di wilayah Batam, Kepulauan Riau kini jauh dari indah. Daratan yang berhadapan langsung dengan dua negara, Singapura dan Malaysia itu, dipenuhi kotoran minyak (slug oil) dan sampah.
Limbah bahan berbahaya dan beracun tidak hanya mengotori pantai pasir putih yang sejatinya cantik itu. Bahkan hingga menyelimuti batu karang dan tanaman mangrove yang terdapat di kawasan pulau.
Minyak mentah tergenang di air, lengket di sampah-sampah domestik yang berserak. "Sampah dan limbah minyak ini memang acap ada, payah menghilangkannya. Maklum di kawasan ini banyak kapal kapal tanker yang lalu lalang," ujar Rinto salah seorang pemilik sampan sewaan di daerah itu, kepada Antara, Sabtu (24/11/2012).
Sementara, pakar lingkungan kelautan dari Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kepulauan Riau, Eddiwan mengatakan, satu-satunya cara mengatasi limbah minyak adalah dengan melakukan konservasi di pulau-pulau terluar.
"Pulau-pulau terluar di Batam yang berhadapan dengan Singapura umumnya menerima limpahan limbah minyak dari kapal-kapal tanker yang melintasi Selat Philip," katanya.
Dia menambahkan, tiap hari ribuan kapal tanker memasuki wilayah Selat Philip. Jumlah yang sama antre perairan Batam untuk masuk wilayah Singapura. Kapal-kapal berbendera asing itu membawa minyak ke Singapura, saat kembali ke negaranya kapal diisi dengan air agar tonase kapal tetap berimbang.
"Pengurasan isi kapal inilah yang mencemari laut Batam karena minyak mentah yang mereka buang dibawa arus dan angin ke perairan pulau-pulau di Batam dan itu sebabnya pulau terluar sangat menderita menerima luapan limbah," ujar dia.
Eddi menjelaskan, limbah minyak tidak hanya lengket di pasir putih pantai tapi juga di batu-batu karang dan pepohonan pantai. Bahkan, pengunjung yang datang ke pulau yang tercemar itu juga ikut merasakan dampaknya karena limbah minyak juga ikut lengket di kaki atau pakaian mereka saat berjalan di pasir pantai yang tercemar.
Ia mengatakan, akibat banyaknya limbah minyak di perairan Batam, banyak karang laut yang mati atau menuju proses kematian karena tertutup limbah. Kerusakan karang di perairan Batam yang berbatasan langsung dengan negara tetangga 70 persennya diakibatkan limbah slug oil dan 30 persen dari limbah industri atau domestik pemukiman di Batam.
Dijelaskannya, jika karang-karang yang banyak terdapat di pulau-pulau terluar Batam lapuk dan mati, maka bukan tidak mungkin pulau-pulau kecil yang menjadi pulau terluar seperti Pulau Nongsa akan tenggelam dan hilang.
Menurut dia, kondisi tersebut terjadi karena karang yang menopang keberadaan pulau telah lapuk dan hancur maka tekstur tanah pulau akan turun dan kemudian tenggelam. "Satu-satunya cara untuk menyelamatkan pulau terluar yang merupakan tapal batas NKRI adalah menjadikan pulau tersebut sebagai Kawasan Konservasi Perairan (KKP)." (EIN)
Limbah bahan berbahaya dan beracun tidak hanya mengotori pantai pasir putih yang sejatinya cantik itu. Bahkan hingga menyelimuti batu karang dan tanaman mangrove yang terdapat di kawasan pulau.
Minyak mentah tergenang di air, lengket di sampah-sampah domestik yang berserak. "Sampah dan limbah minyak ini memang acap ada, payah menghilangkannya. Maklum di kawasan ini banyak kapal kapal tanker yang lalu lalang," ujar Rinto salah seorang pemilik sampan sewaan di daerah itu, kepada Antara, Sabtu (24/11/2012).
Sementara, pakar lingkungan kelautan dari Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kepulauan Riau, Eddiwan mengatakan, satu-satunya cara mengatasi limbah minyak adalah dengan melakukan konservasi di pulau-pulau terluar.
"Pulau-pulau terluar di Batam yang berhadapan dengan Singapura umumnya menerima limpahan limbah minyak dari kapal-kapal tanker yang melintasi Selat Philip," katanya.
Dia menambahkan, tiap hari ribuan kapal tanker memasuki wilayah Selat Philip. Jumlah yang sama antre perairan Batam untuk masuk wilayah Singapura. Kapal-kapal berbendera asing itu membawa minyak ke Singapura, saat kembali ke negaranya kapal diisi dengan air agar tonase kapal tetap berimbang.
"Pengurasan isi kapal inilah yang mencemari laut Batam karena minyak mentah yang mereka buang dibawa arus dan angin ke perairan pulau-pulau di Batam dan itu sebabnya pulau terluar sangat menderita menerima luapan limbah," ujar dia.
Eddi menjelaskan, limbah minyak tidak hanya lengket di pasir putih pantai tapi juga di batu-batu karang dan pepohonan pantai. Bahkan, pengunjung yang datang ke pulau yang tercemar itu juga ikut merasakan dampaknya karena limbah minyak juga ikut lengket di kaki atau pakaian mereka saat berjalan di pasir pantai yang tercemar.
Ia mengatakan, akibat banyaknya limbah minyak di perairan Batam, banyak karang laut yang mati atau menuju proses kematian karena tertutup limbah. Kerusakan karang di perairan Batam yang berbatasan langsung dengan negara tetangga 70 persennya diakibatkan limbah slug oil dan 30 persen dari limbah industri atau domestik pemukiman di Batam.
Dijelaskannya, jika karang-karang yang banyak terdapat di pulau-pulau terluar Batam lapuk dan mati, maka bukan tidak mungkin pulau-pulau kecil yang menjadi pulau terluar seperti Pulau Nongsa akan tenggelam dan hilang.
Menurut dia, kondisi tersebut terjadi karena karang yang menopang keberadaan pulau telah lapuk dan hancur maka tekstur tanah pulau akan turun dan kemudian tenggelam. "Satu-satunya cara untuk menyelamatkan pulau terluar yang merupakan tapal batas NKRI adalah menjadikan pulau tersebut sebagai Kawasan Konservasi Perairan (KKP)." (EIN)