Liputan6.com, Zurich - Sebagai penghasil kopi terbesar keempat dunia. Kini kopi khas Nusantara pun semakin dikenal luas. Hal tersebut dibuktikan oleh warga lokal Swiss yang menyambut baik kopi Sumatera, Flores, Sulawesi, Bali, Jawa dan Aceh.
Misalnya saja, di kota Zurich terdapat coffee shop Indonesia bernama 'Omnia Coffee'. Suasana kedai kopi ini terbilang ramai pengunjung. Di antara mereka ada yang sekadar take-away dan nongkrong santai.
Advertisement
Sebagai kota pusat bisnis dan metropolitan. Persaingan bisnis di Zurich harus saling adu kuat. Terbukti, kedai kopi ini mampu bertahan karena memiliki daya tarik tersendiri.
Mengingat pandemi, Swiss sudah mulai berangsur normal dan beberapa masyarakat kini bisa menikmati aktivitas berpergian.
Dubes LBBP RI untuk Swiss dan Liechtenstein, Muliaman Hadad penasaran. Ia pun berkesempatan bertemu dan berbincang dengan pengusaha Indonesia, Ibu Alista, demikian disebutkan dalam rilis yang diterima Liputan6.com dari KBRI Bern, Kamis (17/6/2021).
Pemilik kedai kopi ini mengungkapkan alasan dibalik larisnya kopi Indonesia di Swiss.
Ia menjelaskan bahwa sikap profesionalitas, pelayanan prima dan pemahaman mengenai asal usul kopi Indonesia harus melekat pada usaha ini. Apalagi mempertahankan cita rasa yang menjadi kunci utama berbisnis kedai kopi di Swiss.
Kopi Sumatera dan Bali Jadi Favorit Warga Zurich
Selama ini kopi favorit warga Zurich adalah kopi asal Sumatera dan Bali. Bali memang cukup populer di Swiss dan hal ini dimanfaatkan sebagai image dan branding.
Ibu Alista bersama sang suami asal Swiss mendesain kedai kopi dengan memberi sentuhan interior nuansa nusantara. Kopi-kopi disusun rapi dalam etalase. Sehingga para pengunjung bisa mendapatkan vibes lokal ala Nusantara.
Biar pengunjung semakin antusias. Kedai ini juga menawarkan kelas barista bagi para peminat yang tertarik belajar membuat kopi dengan profesional.
"Peluang bisnis untuk kopi Indonesia di pasar Swiss terbuka lebar. Kita akan dukung dan dorong para pebisnis kopi, baik B2B atau B2C di Swiss, melalui pendirian Trading House", terang Dubes Muliaman.
Muliaman juga sempat bertemu pengusaha kuliner 'Dapur', 'Jajananku.ch', dan 'Bali Massage'. Para pengusaha berbincang mengenai suka duka dan tantangan dalam berbisnis di Zurich.
Ibu Diane bercerita usaha yang sudah lama dijalankan ini direspon positif dengan rating baik sekali di Swiss. Restoran tersebut menyediakan menu vegetarian khas Indonesia yang digemari warga setempat. Lantaran ini menjadi satu-satunya masakan Indonesia dengan Indonesian plantbased.
Untuk tantangan, ia mengaku sulitnya mendatangkan chef asal Indonesia dan bahan dasar makanan asli tanah air.
Selanjutnya, usaha kuliner milik Ibu Lifah, yaitu Jajanaku.ch. Bisnisnya ternyata memiliki prospek yang baik dan diharapkan terus berkembang setelah IE-CEPA berlaku.
Kemudian, Pak Made seorang terapis sekaligus pemilik Bali Massage bercerita bisnisnya selalu ramai pengunjung bahkan di masa pandemi.
Ia merasa beruntung karena masuk ke daftar tempat massage terbaik dan paling dicari di Zurich. Selama pandemi, penerapan protokol kesehatan tak pernah dilupakannya. Ia juga ingin mengambil manfaat dari IE-CEPA bagi bisnisnya.
Sebagai informasi, saat ini perjanjian IE-CEPA (Comprehensive Economic Partnership Agreement between the Republic of Indonesia and the EFTA States/Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Republik Indonesia dan Negara-Negara European Free Trade Association), sudah diratifikasi Indonesia dan selanjutnya sedang menunggu ratifikasi dari pihak Swiss dalam waktu dekat pada tahun ini.
Perjanjian ini penting karena isu tarif menjadi bagian dalam kesepakatan IE-CEPA dan diharapkan kedua negara dapat memanfaatkan perjanjian dimaksud. Selain Swiss, negara anggota EFTA lainnya yaitu Norwegia, Islandia, dan Liechtenstein.
Reporter: Bunga Ruth
Advertisement