Pakar: Bukan Hanya Optimal, Penanganan COVID-19 Varian Delta Kini Harus Maksimal

Mantan direktur organisasi kesehatan dunia (WHO) Asia Tenggara, Prof Tjandra Yoga Aditama menyampaikan data Kementerian Kesehatan sampai 13 Juni 2021 menunjukkan sudah ada 107 varian Delta (B.1617.2) di Indonesia.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 17 Jun 2021, 15:00 WIB
Ilustrasi COVID-19. Foto: (Ade Nasihudin/Liputan6.com).

Liputan6.com, Jakarta Mantan direktur organisasi kesehatan dunia (WHO) Asia Tenggara, Prof Tjandra Yoga Aditama menyampaikan data Kementerian Kesehatan sampai 13 Juni 2021 menunjukkan sudah ada 107 varian Delta (B.1617.2) di Indonesia.

Sementara itu, varian Alfa ada 36 dan varian Beta ada 5. Artinya, varian Delta memang mendominasi variant of concern (VOC) yang dilaporkan di Tanah Air.

Data WHO menyampaikan enam aspek tentang varian Delta sebagai berikut:

-Varian Delta memang terbukti meningkatkan penularan. Di Inggris dilaporkan ada 42.323 kasus varian Delta, naik 70 persen dari minggu sebelumnya, atau naik 29.892 kasus hanya dalam waktu satu minggu saja.

“Juga, Public Health England (PHE) melaporkan bahwa varian Delta ternyata 60 persen lebih mudah menular daripada varian Alfa. Waktu penggandaannya juga berkisar antara 4,5 sampai 11,5 hari,” Kata Tjandra melalui tulisan yang dibagikan kepada Health Liputan6.com, Kamis (17/6/2021).

-Tentang secondary attack rates, data terbaru dari Inggris menunjukkan bahwa secondary attack rates varian Delta lebih tinggi daripada Alfa. Secondary attack rate varian Delta adalah 2.6 persen dan yang varian Alfa sebesar 1,6 persen pada mereka yang ada riwayat bepergian, serta 8,2 persen pada varian Delta dan 12,4 persen pada varian Alfa pada kontak kasus yang tidak ada riwayat bepergian.

Simak Video Berikut Ini


Aspek Berikutnya

-Aspek ketiga adalah tentang dampaknya membuat penyakit menjadi lebih berat dan parah, dan atau menyebabkan kematian.

Data yang dikumpulkan WHO sampai 8 Juni 2021 menunjukkan hal ini masih belum terkonfirmasi (not confirmed), tapi memang ada laporan peningkatan harus masuk rawat inap di rumah sakit, kata Tjandra.

Di sisi lain, memang ada beberapa laporan yang membahas tentang kemungkinan lebih beratnya penyakit yang ditimbulkan varian ini.

-Dampak varian Delta terhadap kemungkinan terinfeksi ulang sesudah sembuh, memang ada laporan bahwa pada varian Delta terjadi penurunan aktivitas netralisasi.


Aspek Kelima dan Keenam

-Aspek kelima terhadap diagnosis, sejauh ini belum ada laporan ilmiah yang sahih tentang dampak varian Delta terhadap hasil pemeriksaan COVID-19 dengan PCR dan atau rapid antigen.

-Dampak varian Delta terhadap efikasi vaksin yang data hasil penelitiannya masih terus bergulir dari waktu ke waktu. Laporan awal dari Inggris menunjukkan ada sedikit penurunan efektivitas vaksin Pfizer BioNTech dan AstraZeneca-Vaxzevria terhadap varian Delta dibandingkan dengan varian Alfa.

Penelitian lain yang dipublikasi di Jurnal internasional ternama Lancet menemukan adanya penurunan netralisasi pada varian Delta yang diberi vaksin Pfizer, lebih tinggi dari penurunan netralisasi pada varian Alfa dan Beta.

Dari berbagai data yang ada maka secara umum pemberian vaksin Pfizer dan AstraZeneca dua kali masih dapat melindungi terhadap varian Delta, tetapi memang harus dua kali dan jangan hanya satu kali, katanya.

Ia menambahkan, masyarakat masih harus terus mengikuti perkembangan hasil penelitian untuk mendapatkan simpulan yang tepat tentang dampak varian Delta ini pada perjalanan penyakit COVID-19 dan perkembangan pandemi.

“Yang dapat dilakukan sekarang adalah melakukan 3 M, 3 T dan vaksinasi secara benar-benar maksimal, bukan hanya sekedar optimal,” tutupnya. 

 


Infografis Jakarta Terancam Genting COVID-19

Infografis Jakarta Terancam Genting Covid-19. (Liputan6.com/Abdillah)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya