Gaya Hidup Berkelanjutan Makin Mendesak untuk Tekan Dampak Perubahan Iklim

Dampak perubahan iklim makin dirasakan manusia. Gaya hidup berkelanjutan jadi salah satu kunci melawannya.

oleh Liputan6.com diperbarui 18 Jun 2021, 11:22 WIB
Program Kampung Iklim mengadakan pameran virtual gaya hidup berkelanjutan rangka memperingati Hari Lingkungan Hidup Sedunia pada Kamis (17/06/2021). (dok. KLHK)

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) baru saja meluncurkan pameran virtual untuk mempromosikan gaya hidup berkelanjutan di Indonesia demi menekan dampak perubahan iklim. Pameran itu bertajuk Upaya Nyata di Tingkat Tapak untuk Mendukung Komitmen NDC Indonesia, yang menampilkan lima kawasan iklim di Indonesia, yakni Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku Papua, dan Jawa Bali Nusa Tenggara.

Komitmen NDC atau ketetapan kontribusi nasional Indonesia meliputi mitigasi yang mencakup penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 29 persen dengan upaya sendiri, hingga 41 persen dengan bantuan internasional. Indonesia juga berkomitmen untuk beradaptasi dengan perubahan iklim untuk membangun ketahanan ekonomi, ketahanan sosial dan penghidupan, serta ketahanan ekosistem dan lanskap dari dampak perubahan iklim.

Pameran yang digelar dalam rangka memperingati Hari Lingkungan Hidup Sedunia 2021 itu ingin mengajak masyarakat untuk berperan aktif dalam beradaptasi dan memitigasi perubahan iklim. Diharapkan, masyarakat dapat meningkat pengetahuan, minat, dan kesadarannya tentang dampak perubahan iklim.

Salah satu yang bisa diterapkan masyarakat untuk menekan dampak negatif perubahan iklim adalah dengan berkebun. Direktur Mitigasi Perubahan Iklim KLHK Emma Rachmawaty menyebut tren berkebun di masa pandemi patut terus didorong untuk mendukung gaya hidup berkelanjutan.

"Semakin mudah sekarang dengan adanya belanja online, kita bisa mendapatkan pupuk organik untuk tanaman, sehingga kegiatan berkebun ini bisa menjadi ramah lingkungan," ujar Emma dalam jumpa pers virtual Program Kampung Iklim, Kamis, 17 Juni 2021.

Di samping itu, ia juga menekankan soal pengolahan sampah. Ia mendorong agar lebih banyak masyarakat yang memanfaatkan bank sampah. Tidak hanya di perkotaan tetapi juga masyarakat di pedesaan, agar sampah tak menumpuk di tempat pembuangan akhir.

"Kita sering menemukan bagaimana sampah kemasan misalkan diolah menjadi tas yang cantik kemudian dikasih berupa hiasan, ternyata setelah dijual laku dengan harga relatif lumayan yang memiliki nilai ekonomi," jelasnya.

 

 

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:


20 Ribu Desa

Ilustrasi perlatan berkebun. (dok. ecowarriorprincess/Unsplash.com)

Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim Laksmi Dhewanti menargetkan 20 ribu desa akan menjadi Kampung ProKlim hingga 2024. Masyarakat berperan penting dalam mendukung aksi mengurangi emisi serta membangun ketahanan dan mengurangi kerentanan terhadap perubahan iklim.

Dalam hal ini, ProKlim merepresentasikan masyarakat sekaligus entitas terkecil dari pemerintah daerah. "Hal ini menjadi tantangan dan kolaborasi erat dengan berbagai macam mitra potensial program kampung iklim. Diharapkan, khususnya di lima wilayah tersebut, melakukan kerja sama dengan seluruh pihak secara sistematis dan secara strategis," kata dia.

Ia menyebut tantangan yang ada harus disikapi dengan terus berinovasi dan beradaptasi. Caranya tidak selalu rumit.

"Banyak sekali yang kita lakukan misalnya kita perlu menghemat air dan listrik, membuat resapan air, dan bersihkan sampah di lingkungan sekitar," ia menerangkan.

 

 


Beragam Contoh

Ilustrasi Berkebun (Foto: Pixabay)

Sejumlah contoh dipamerkan dalam pameran virtual tersebut. Salah satunya pertanian sayuran dan obat-obatan yang memanfaatkan lahan tidur di Kelurahan Kampung Bugis, Kota Tanjung Pinang, Provinsi Riau. Kegiatan itu sebagai wujud adaptasi untuk ketahanan pangan.

Hal serupa juga diterapkan masyarakat RW 23, Kampung Bugis, Kota Malang, yang juga mengembangkan perkebunan mandiri. Sementara, warga Desa Salassae, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan, mengantisipasi kekeringan, banjir, dan longsor dengan membuat embung, terasering, dan lubang biopori.

Sedangkan, aksi mitigasi yang bisa dilakukan di ProKlim adalah terkait penanaman, perlindungan kawasan hutan, dan pelaksanaan hutan desa di sekitar ProKlim. Salah satu contoh ditunjukkan oleh warga Desa Mensiau, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat. Warga setempat memanfaatkan panel surya untuk memenuhi kebutuhan listrik mereka.

Tanpa ada upaya nyata, dampak negatif perubahan iklim akan semakin dirasakan manusia, terutama di sektor pertanian. Diprediksi pada 2030, produktivitas tanaman padi akan menurun 0,18--1,26 persen, yang berarti mengancam ketahanan pangan. (Muhammad Thoifur)


4 Unsur Wisata Ramah Lingkungan

Infografis: 4 Unsur Wisata Ramah Lingkungan atau Berkelanjutan

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya