PPN Sembako Disebut Sah Saja Masuk Objek Pajak, Hipmi: Asal Sampaikan Informasi Utuh

Isu pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk sembako, dan pendidikan sempat menjadi polemik di masyarakat luas.

oleh Liputan6.com diperbarui 18 Jun 2021, 12:45 WIB
Pedagang beras menunggu pembeli di Pasar Tebet Timur, Jakarta, Jumat (11/6/2021). Kementerian Keuangan menyatakan kebijakan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN), termasuk soal penerapannya pada sembilan bahan pokok (sembako), masih menunggu pembahasan lebih lanjut. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta Ketua Bidang Keuangan dan Perbankan BPP Hipmi, Ajib Hamdani memiliki pandangan tentang isu pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sembako, dan pendidikan menjadi polemik di masyarakat luas.

Isu PPN sembako ini tidak akan menjadi polemik berkepanjangan, ketika informasi yang utuh, lengkap dan komprehensif tersampaikan ke masyarakat.

Isu pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk sembako, dan pendidikan sempat menjadi polemik di masyarakat luas.

"Pada prinsipnya, PPN terbagi atas empat isu pokok yakni objek pajak, subjek pajak, tarif, dan tata cara pemungutan," jelas dia kepada Merdeka.com, Jumat (18/6/2021).

Dia mengatakan, yang masuk dalam draft rancangan undang-undang tersebut baru sebatas tentang objek pajak. Tetapi persepsi yang timbul di masyarakat, bahwa sembako ini pasti kena tarif.

Padahal tarif ini menjadi pembahasan selanjutnya, yang pengaturannya masih memerlukan produk hukum selanjutnya.

Menurut dia, pembahasan selanjutnya adalah menuju finalisasi draft Rancangan Undang-Undang (RUU) perlu melibatkan secara sengaja dari semua stakeholder.

Ajib memandang pada prinsipnya, sembako dimasukkan ke bagian objek pajak merupakan hal lumrah. Namun yang lebih penting dalah bagaimana fungsi pajak lebih optimal sebagai reguleren atau pengatur ekonomi.

Untuk sembako yang dikonsumsi masyarakat luas, bisa dikenakan tarif 0 persen atau sama juga tidak ada pembayaran PPN oleh wajib pajak. Sedangkan yang dikonsumsi oleh masyarakat kelas atas, baru dikenakan tarif, misalnya 10 persen.

"Contoh konsumsi ikan tarif 0 persen, sedangkan untuk konsumsi sirip ikan hiu tarif 10 persen," imbuh dia.

Dia melihat yang menjadi permasalahan mendasar saat ini adalah komunikasi yang dibangun oleh pemerintah belum optimal.

Contoh pertama, ketika membahas tentang objek, pusaran polemik malah tentang tarif. Kemudian ketika membahas tentang subjek, malah mengusulkan penurunan treshold PKP ketika di waktu bersamaan menghapus PPnBM mobil.

Contoh lainnya ketika pemerintah mengeluarkan aturan tentang tata cara pemungutan PPN, malah terjebak seolah-olah membuat objek pajak baru dan mencabut kembali regulasi yang telah dikeluarkan, seperti halnya PMK Nomor 210 tahun 2018 tentang Perlakuan Perpajakan atas Transaksi Perdagangan melalui ecommerce, yang kemudian ditarik kembali pada Tanggal 29 Maret 2019.

"Hal ini terjadi karena komunikasi yang terbangun antara otoritas dengan para stakeholders belum optimal. Konten yang substansi terkadang tidak tersampaikan secara presisi," jelas dia.

 


Peran Sentral Pemerintah

Ajib melanjutkan ketika sembako menjadi bagian objek pajak, pemerintah mempunyai peranan sentral dengan kewenangan yang melekat untuk mengoptimalkan instrumen fiskal sebagai bagian penyelesaian masalah ekonomi bangsa ini. Diantaranya yaitu pengangguran, kemiskinan dan kesenjangan.

Untuk selanjutnya, bagaimana pemerintah perlu konsisten menjadikan pajak sebagai aspek pengatur ekonomi dengan tujuan akhir untuk keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Hal yang tidak kalah penting selanjutnya adalah bagaimana membangun ruang komunikasi terbaik, sehingga informasi bisa tersampaikan secara utuh dan lengkap ke masyarakat, ketika peraturan akan dibuat atau ketika mengedukasi atas peraturan yang telah dibuat.

"PPN atas sembako, seharusnya tidak perlu menjadi pusaran polemik yang tidak produktif," tandasnya.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

Berbagai bumbu dapur dijual di Pasar Tebet Timur, Jakarta, Jumat (11/6/2021). Kementerian Keuangan menyatakan kebijakan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN), termasuk soal penerapannya pada sembilan bahan pokok (sembako), masih menunggu pembahasan lebih lanjut. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya