Liputan6.com, Jakarta WHO telah meminta Indonesia untuk memperkatat protokol kesehatan akibat lonjakan kasus COVID-19. Kondisi Indonesia disebut diperparah dengan varian baru.
"Penambahan drastis di okupansi kasur pekan ini di provinsi-provinsi berisiko tinggi adalah kekhawatiran besar dan memerlukan implementasi kebijakan kesehatan publik dan sosial yang lebih ketat, termasuk PSBB," tulis Situation Report WHO pada 16 Juni 2021, dikutip Jumat (18/6/2021).
Advertisement
WHO turut menyorot naiknya grafik kasus harian COVID-19. Turut diingatkan juga bahwa jumlah kenaikan kasus harian itu bukanlah pasien pada hari yang sama, pasalnya tes di laboratorium bisa membutuhkan waktu satu minggu untuk menunjukan hasil.
Pada tanggal 7 hingga 13 Juni 2021, WHO menyorot kenaikan hingga ratusan persen di berbagai wilayah Indonesia, seperti Papua (967 persen), Sulawesi Tenggara (205 persen), DKI Jakarta (123 persen), Sulawesi Selatan (82 persen), Maluku Utara (81 persen), Jawa Tengah (73 persen), Gorontalo (62 persen), Banten (61 persen), Yogyakarta (61 persen), Jambi (58 persen), serta Jawa Timur (52 persen).
Sebanyak 1.500 orang lebih dari berbagai latar belakang menandatangani petisi online mendesak agar Presiden Joko Widodo atau Jokowi segera melakukan karantina wilayah atau lockdown. Petisi diinisiasi oleh relawan Lapor Covid-19 menyusul lonjakan kasus virus corona di sejumlah daerah.
Berdasarkan pantauan dari situs Lapor Covid-19, hingga Sabtu (19/6/2021) pukul 10.45 WIB, petisi itu sudah diteken oleh 1.551 orang. Mereka menilai dalam situasi darurat kesehatan publik seperti sekarang, bukan waktunya lagi pemerintah memikirkan ekonomi, investasi, dan infrastruktur.
Petisi ini juga berisi surat terbuka yang berisi 10 desakan kepada Jokowi. Masyarakat sipil mendesak agar Jokowi segera memperbaiki sistem penanganan gawat darurat terpadu, prehospital care, rujukan, ambulan dan pelayanan di puskesmas dan rumah sakit, serta meningkatkan kapasitas untuk mengantisipasi lonjakan kasus.
"Mengeluarkan keputusan untuk karantina wilayah dan mempertegas pembatasan pergerakan fisik, dengan sanksi yang tegas, serta memberi dukungan kepada masyarakat yang membutuhkan bantuan sosial," bunyi petisi tersebut.
Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Ali Mochtar Ngabalin menilai, ledakan Covid-19 belakangan ini yang terjadi di Indonesia pasti dapat dikendalikan. Sebab menurutnya, Indonesia telah memiliki pengalaman yang matang berkaca dari awal situasi mewabahnya virus Corona di Tanah Air.
"Dibanding awal pertama kali pandemi, kita belum punya pengalaman, jadi lonjakan saat ini tidak seberapa. Saat ini Pak Presiden sudah punya pengalaman mengambil keputusan terbaik, selain lockdown," kata Ngabalin saat berbincang dengan Liputan6.com lewat sambungan telepon, Minggu (20/6/2021).
Ngabalin mengatakan, lonjakan kasus Covid-19 di Indonesia saat ini terjadi tidak sepenuhnya akibat kurangnya ketegasan pemerintah. Dia menilai, hal tersebut disumbang dari dampak libur panjang dan ketidakpatuhan masyarakat saat adanya larangan tidak bepergian.
"Dari awal memutus mata rantai penyebaran varian baru ini mulai dari antisipasi dampak libur lebaran dan libur panjang lainnya, akibatnya sekarang, muncul satu-satu setelah dari kegiatan itu, melonjak ke mana-mana tapi itu lah konsekuensinya," jelas Ngabalin.