PDIP Menolak Masa Jabatan Presiden 3 Periode

Basarah menegaskan, isu tiga periode masa jabatan presiden secara nyata telah ditolak Jokowi.

oleh Muhammad Radityo Priyasmoro diperbarui 20 Jun 2021, 20:32 WIB
Ahmad Basarah Dorong Generasi Milenial Jadi Generasi Emas

Liputan6.com, Jakarta - Ketua DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Ahmad Basarah mengatakan, partainya menolak penambahan masa jabatan presiden menjadi 3 periode.

"Kalau ada agenda itu (merevisi masa jabatan presiden) secara tegas PDIP menarik diri dari agenda tersebut, apalagi misal gagasan masa jabatan presiden jadi tiga periode. Ini jelas jauh dari pandangan dan sikap politik, baik kami di MPR dan PDIP," kata Basarah saat diskusi menanggapi hasil survei SMRC terkait amandemen UUD 1945, disiarkan daring, Minggu (20/6/2021)

Basarah menegaskan, isu tiga periode presiden secara nyata telah ditolak Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Dia mengatakan, Jokowi telah berulangkali mengatakan tidak pernah berpikir untuk bisa menjadi presiden tiga periode.

"Bahkan beliau memunculkan ungkapan yang satir begitu, orang-orang yang memunculkan Pak Jokowi tiga periode itu pertama, kata beliau mau cari muka, kedua mau menampar muka beliau, ketiga ingin menjerumuskannya. Jadi subjeknya saja sudah tidak mau, kami dari partai di mana Pak Jokowi bernaung juga tidak ingin, konstitusi diubah hanya untuk kepentingan orang per orang karena konsitusi itu untuk bangsa yang visioner," kata Basarah.

Sebelumnya, ramainya perbicangan bursa kandidat yang akan maju di Pilpres 2024, membuat kelompok atau relawan bermunculan. Yang terbaru yakni Komunitas Jokowi-Prabowo 2024 atau disingkat Jokpro.

Penasihat Jokpro M Qodari yang juga dikenal sebagai Direktur Eksekutif Indobarometer ini, mengakui bahwa komunitasnya tersebut akan menyuarakan presiden tiga periode. Dalam hal ini yang dimaksud adalah Jokowi.

"Iya benar (3 periode) dengan catatan ada amandemen UUD 45,"kata Qodari saat dikonfirmasi, Sabtu 19 Juni 2021.

Pria yang mengaku sebagai penggagas Jokpro ini menekankan, pasangan Jokowi-Prabowo ini akan menghilangkan polarisasi yang bisa muncul di Pilpres 2024.

"Solusinya menggabungkan dua tokoh merupakan representasi terkuat masyarakat Indonesia yaitu Prabowo dan Jokowi, Jokowi dan Prabowo sehingga polarisasi itu tidak terjadi," kata dia.

 

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:


Survei SMRC: 74 Persen Publik Ingin Masa Jabatan Presiden Tetap 2 Periode

Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan kita tidak boleh menyepelekan yang namanya COVID-19 dalam pernyataannya pada Minggu, 2 Mei 2021. (Biro Pers Sekretariat Presiden)

Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) menggelar survei opini publik mengenai amandemen presidensialisme dan DPD terkait perlukah masa jabatan presiden dua periode direvisi. Apa hasilnya?

Direktur Komunikasi SMRC Ade Armando memaparkan, survei dengan total 1.220 responden ini menyatakan bahwa mayoritas suara tidak ingin masa jabatan presiden bisa lebih dari dua periode.

"Publik umumnya menghendaki agar masa jabatan presiden dua kali dipertahankan sebanyak 74 persen, 13 persen ingin diubah dan 13 persen tidak menyatakan sikapnya," kata Ade saat memaparkan hasil survei secara daring, Minggu (20/6/2021).

Ade mengatakan, ketidaksetujuan publik atas revisi masa jabatan presiden lebih dari dua periode ini juga diiringi dengan ketidaksetujuan jika Jokowi maju kembali sebanyak tiga periode.

"Sebanyak 52,9 persen publik tidak setuju Jokowi jadi capres ketiga kalinya, tapi yang setuju juga cukup tinggi sebanyak 40,2 persen, tapi tidak menjawab 6,9 persen," jelas Ade.

Berdasarkan hasil tersebut, Ade menyimpulkan 74 persen publik ingin masa jabatan presiden tetap dua periode. Namun demikian saat disodorkan nama Jokowi, pendukung antirevisi masa jabatan presiden dua periode terlihat goyah.

"Cukup banyak yang goyah, sehingga tidak lagi 74 persen yang menolak Jokowi kembali jadi calon meski yang menolak calon tetap mayoritas 52,9 persen. Jadi ada efek Jokowi terhadap efek publik," tandas Ade.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya