Liputan6.com, Jakarta - Bagi investor saham, kata profit taking, cut loss sudah tidak terdengar asing lagi. Apalagi para trader yang biasa harian untuk bertransaksi saham.
Cut loss ini juga terkait dengan risiko yang dihadapi saat investasi di saham. Analis Senior CSA Research Institute Reza Priyambada menuturkan, cut loss merupakan langkah untuk mencegah kerugian lebih dalam. Hal itu terutama ketika investor melihat ada tren penurunan sehingga untuk mencegah alami kerugian lebih besar sehingga melakukan cut loss.
"Misalkan saham A dibeli Rp 4.500, kemudian harga turun ke Rp 4.000. Ini pelaku pasar dihadapkan dua pilihan cut loss atau cicil beli saham dengan harga murah. Nah, cut loss itu melakukan aksi jual sehingga tidak alami penurunan lebih dalam,” ujar Reza saat dihubungi Liputan6.com, Minggu (20/6/2021).
Baca Juga
Advertisement
Selain untuk mengurangi kerugian lebih dalam di saham tertentu, Reza menuturkan, pelaku pasar juga ingin mengalihkan ke saham lain yang memiliki sentimen kuat sehingga berharap ada keuntungan dari saham tersebut.
“Potensi return dari saham lain, cut loss di saham A. Lalu ada sentimen di pasar lagi ramai bank digital, ke saham lain dengan harapan sentimen yang baru beri return,” kata dia.
Ia menambahkan, cut loss wajar dilakukan pelaku pasar. Namun, jika pelaku pasar itu terus menerus melakukan aksi cut loss, menurut Reza akan sangat buruk untuk portofolio saham yang dimiliki. Oleh karena itu, ia mengingatkan untuk investasi dan trading saham harus melihat fundamental emiten dan tren harga sahamnya.
Adapun untuk melakukan cut loss tersebut, Reza menuturkan, tergantung dari pilihan risiko masing-masing investor. "Ada yang terima kerugian dua persen, ada lima persen, dan ada 10 persen. Tergantung investor,” kata dia.
Selain cut loss, ada juga istilah lainnya di pasar saham yaitu profit taking. Reza menuturkan, profit taking ini kebalikan dari cut loss. Jadi investor merealisasikan keuntungan yang didapatkan dari saham.
"Misalkan saham A beli di harga Rp 4.500. Kemudian harganya sudah naik Rp 4.600, Rp 5.000, lalu saham yang sudah dimiliki itu kemudian dijual. Ini tergantung investor untuk realisasikan keuntungan,” ujar Reza.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Trivia Saham: Banyak Dilirik Investor, Ayo Mengenal Indeks LQ45
Sebelumnya, saham menjadi salah satu investasi yang banyak dilirik masyarakat Tanah Air saat ini. Tak heran, angka investor ritel di lantai bursa terus meningkat.
Selain terdapat beragam istilah berbeda, investor juga perlu mengetahui dengan pasti saham pada indeks yang dibagikan Bursa Efek Indonesia (BEI), salah satunya indeks LQ45.
Head of Investment Research Infovesta Utama, Wawan Hendrayana menuturkan, indeks LQ45 menjadi salah satu indeks yang banyak dilirik investor karena emiten yang masuk dalam daftar dinilai paling likuid atau aktif diperdagangkan.
"LQ45 itu merupakan indeks, artinya kumpulan dari saham yang dipilih karena dinilai paling likuid. Jadi terdapat 45 saham yang transaksinya paling banyak dilakukan sehari-hari," ujar dia kepada Liputan6.com, Sabtu, 19 Juni 2021.
Wawan menuturkan, indeks LQ45 biasanya akan diupdate setiap 6 bulan, sehingga investor mengetahui secara real time kinerja emiten-emiten di bursa.
"Anggota dari LQ45 itu biasanya dinilai paling likuid, jadi kalau investor beli saham-saham ini, maka tidak ada kesulitan kalau mau beli atau jual karena likuid itu setiap hari ada transaksi," ujarnya.
Selain indeks LQ45, Wawan juga menjelaskan terdapat cukup banyak indeks yang bisa menjadi perhatian para investor, seperti IDX30. Hal ini dilakukan untuk mempermudah investor saat ingin membentuk portofolio dan memilih emiten yang tepat.
"Jadi memang fungsinya, bursa ingin memberikan kemudahan bagi investor kalau mereka mau membentuk porfolio saat mereka memilih, apakah likuid atau ada juga yang sering membangikan dividen," tuturnya.
Tak jauh berbeda dengan LQ45, IDX30 merupakan indeks yang memperlihatkan emiten dengan likuiditas yang baik. Hanya saja yang terpilih hanya 30 emiten.
"Sekarang banyak untuk indeks yang bisa diperhatikan investor, ada IDX30 itu mirip LQ45 yang paling likuid tapi cuma dipilih 30 saham saja, ada juga yang cuma perusahaan BUMN," tegasnya.
Advertisement