Liputan6.com, Jakarta - Menteri BUMN Erick Thohir memastikan ketersediaan obat-obatan yang digunakan dalam terapi penyembuhan pasien Covid-19 dalam kondisi yang cukup.
Saat ini, terdapat pengadaan 3 jenis obat terapi pasien Covid-19 yang dilakukan BUMN farmasi, yaitu Oseltamivir, Favipiravir dan Remdesivir.
Advertisement
"Untuk Indofarma sendiri, Oseltamivir alhamdulillah stoknya masih cukup sehingga untuk obat antiviral, atau pun Favipiravir yang dulu ngetop dengan istilah Avigan, stoknya setelah dicek di Kimia Farma stoknya masih baik," ujar Erick dalam konferensi pers virtual, Senin (21/6/2021).
Sementara untuk Remdesivir, Erick mengatakan jumlahnya terbatas. Namun pihaknya akan melakukan pengadaan lagi dalam waktu dekat.
“Kami sudah melakukan pengadaan lagi, tanggal 19, 28, dan 30 Juni nanti akan ada stok baru obat ini (Remdesivir),” ujarnya.
Selain pengadaan, pihaknya juga berupaya agar obat-obatan ini dapat diproduksi secara mandiri oleh BUMN farmasi.
"Kami sedang urus prosesnya untuk bisa produksi 3 obat ini sendiri. Insya Allah September nanti kami akan mendapatkan lisensi," ujar Erick.
Erick terus mengingatkan kepada masyarakat untuk menjaga protokol kesehatan dengan ketat di tengah lonjakan kasus Covid-19 yang semakin tinggi beberapa waktu terakhir.
Selain itu, masyarakat juga diharapkan mematuhi kebijakan pemerintah seperti PPKM mikro untuk menekan angka penyebaran virus.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Miris, 97 Persen Obat-obatan di Indonesia Ternyata Masih Impor
Sebelumnya, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan hanya 3 persen obat-obatan yang diproduksi di dalam negeri, sementara sisanya sebanyak 97 persen dipenuhi melalui impor.
"Untuk obat-obatan, hanya 3 persen yang diproduksi dalam negeri. 97 persen masih kita impor, padahal dari 1.809 item obat di e-katalog (milik LKPP), hanya 56 item obat yang belum diproduksi di dalam negeri," katanya dalam konferensi pers virtual Upaya Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri Bidang Alat Kesehatan, Selasa.
Budi menuturkan dari 10 bahan baku obat terbesar, baru dua yang diproduksi di dalam negeri, yakni Clopidogrel dan Paracetamol. Sementara sisanya masih impor.
Demikian pula penggunaan alat kesehatan (alkes) yang masih didominasi produk impor. Sampai saat ini sebanyak 358 jenis produk alat kesehatan yang sudah diproduksi di dalam negeri, dalam sistem Registrasi Alat Kesehatan (Regalkes) Kemenkes. Sementara itu, berdasarkan e-katalog 2019-2020, tercatat dari 496 jenis alkes yang ditransaksikan, sebanyak 152 jenis alkes sudah mampu diproduksi di dalam negeri.
Menurut Budi, tingginya porsi impor dalam pengadaan alkes, obat-obatan hingga bahan baku obat tentu tidak baik dalam upaya Indonesia untuk mendukung kemandirian sektor kesehatan.
"Kami melihatnya dari sistem resiliensi kesehatan, kami ingin memastikan semua bahan baku obat-obatan dan juga alkes itu bisa diproduksi di dalam negeri untuk mengurangi ketergantungan kita terhadap negara lain terutama pada saat terjadi pandemi seperti ini supaya sistem resiliensi kesehatan kita tangguh," katanya.
Advertisement
Siapkan Sejumlah Upaya
Budi mengatakan pihaknya telah menyiapkan sejumlah upaya untuk bisa meningkatkan penyerapan produk alkes dalam negeri, diantaranya memastikan regulasi yang pro pada produksi dalam negeri; segera melakukan penghitungan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) alkes dan menjadikan TKDN sebagai syarat utama dalam e-katalog; serta melakukan promosi terutama ke kementerian/lembaga pemerintah pusat maupun daerah untuk memprioritaskan pembelian dalam negeri.
Untuk jangka panjang, Budi mengatakan pihaknya akan membangun kompetensi sumber daya dalam rangka memfasilitasi transfer teknologi dan membangun ekosistem riset yang lebih baik.
Ada pun untuk jangka pendek, pihaknya akan mengalihkan 5.462 alkes impor (79 jenis alkes) untuk alkes sejenis yang sudah bisa diproduksi di dalam negeri.
"Dari 40.243 item ini sebenarnya ada 5.462 item yang sudah ada produk dalam negerinya sehingga dengan demikian, yang diizinkan dibeli oleh government procurement (pengadaan pemerintah) adalah alkes yang sudah diproduksi dalam negeri, besarnya ada sekitar Rp6,5 triliun," pungkas Budi.