Liputan6.com, Jakarta Meski pandemi Covid-19 masih belum berakhir namun Wali Kota Medan Bobby Nasution ingin menggelar pembelajaran tatap muka (PTM) langsung. Keinginan ini tidak terlepas untuk menyikapi banyaknya keluhan banyak orang tua siswa terkait sistem pembelajaran online yang telah digelar lebih dari setahun sejak pandemi Covid-19 menerpa Kota Medan.
Selain kurang efektif, pembelajaran online juga dinilai telah membuat para siswa kini mulai jenuh. Oleh karenanya masalah psikologis siswa menjadi perhatian Bobby nasution. Sebab, permasalahan pendidikan tidak hanya fokus dengan materi pelajaran, tetapi juga bagaimana siswa bisa mengembangkan diri untuk bersosialisasi dan berkomunikasi.
Advertisement
Atas dasar ini lah, Bobby Nasution ingin agar Pemko Medan melalui Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Medan dapat menggelar kembali PTM pada tahun ajaran baru 2021/2022 yang rencananya dilaksanakan Juli 2021. Sejumlah persiapan pun telah dilakukan, salah satunya menyiapkan modul berisikan pentunjuk teknis (juknis) tentang pelaksanaan yang harus dipenuhi pihak sekolah dan siswa guna mengikuti pembelajaran tatap muka (PTM) langsung. Senin (21/6), modul itu pun telah disimulasikan di SMP Negeri I Medan Jalan Bunga Asoka, Kelurahan Asam Kumbang, Kecamatan Medan Selayang dan dihadiri langsung Bobby Nasution.
Orang di nomor satu di Pemko Medan ini ingin melihat sejauh mana kesiapan yang telah dilakukan pihak sekolah, termasuk mengikuti semua mekanisme yang telah diatur dalam modul tersebut. Dalam simulasi tersebut, Bobby Nasution melihat para siswa sebelum masuk sekolah lebih dulu mencuci tangan. Setelah itu diikuti dengan pengecekan suhu tubuh dengan thermo gun serta wajib memakai masker dan face shield selama jam belajar maupun berada di lingkungan sekolah.
Dalam ruang kelas, Bobby Nasution melihat jumlah siswa dibatasi. Selama ini satu kelas 32 siswa, kini hanya 8 siswa. Saat berada dalam kelas, siswa juga disuguhkan video informasi akan pentingnya melaksanakan prokes di masa pandemei Covid-19.
Penayangan video dilakukan setiap hari sebelum belajar dimulai. Bobby Nasution mengapresiasinya, sebab sebagai upaya mengajarkan sekaligus menanamkan dalam diri siswa bahwa melaksanakan prokes merupakan suatu kewajiban tidak hanya di lingkungan sekolah tetapi juga di luar sekolah.
Saat PTM berlangsung nanti, jelas Bobby Nasution, pembelajaran akan berlangsung selama dua jam dan dilaksanakan dua hari dalam seminggu. Peserta didik yang hadir ke sekolah, terang Bobby Nasution, hanya sekitar 25 persen dari jumlah siswa.
Kemudian PTM akan dibagi menjadi dua shift yakni pukul 08.00-10.00 WIB dan pukul 11.00-13.00 wib, guna menghindari terjadinya penumpukan siswa dan penyebaran Covid 19 di lingkungan sekolah.
“Pembagian shift harus dilakukan agar siswa yang diizinkan orang tuanya mengikuti PTM dapat tertampung,” kata Bobby Nasution.
Usai melihat simulasi yang dilakukan, Bobby Nasution pun mengaku sangat optimis PTM dapat dilaksanakan.
“Insya Allah, kita optimis dapat melaksanakan PTM.Meskli demikian jangan menjadikan satu simulasi ini menjadi standar kepada semua sekolah. Sebab, SMPN 1 dan SMP lain tentunya berbeda karakter. Yang penting, masing-masing sekolah harus dapat beradaptasi dengan caranya masing-masing namun tetap mengikuti standar yang telah ditetapkan sesuai yang ada dalam modul,” jelasnya.
Selain menyiapkan modul dan telah mensimulasikannya langsung, Bobby Nasution juga memprioritaskan agar tenaga pengajar untuk divaksinasi. Dari 20.000 total jumlah tenaga pengajar yang ada di Kota Medan, jelasnya, sebanyak 19.000 orang diantaranya telah divaksin.
Artinya, kata Bobby Nasution, capai vaksinasi untuk tenaga pengajar hingga kini telah mencapai 84%. Jumlah ini ke depannya, tegas Bobby Nasution harus ditingkatkan lagi dengan meminta Disdik Medan untuk mengirimkan guru untuk mengikuti vaksinasi massal di ex Bandara Polonia Medan.
Meski Pemko Medan nantinya melaksanakan PTM, tegas Bobby Nasution, tapi tidak akan memaksa seluruh siswa harus mengikuti sekolah tatap muka tersebut. Bobby Nasution menyerahkan pilihan itu sepenuhnya kepada orang tua siswa. Jika ada orang tua yang tidak mengizinkan anaknya mengikuti PTM, maka pembelajarannya akan dilakukan dengan sistm online seperti yang selama ini dilakukan.
Keseriusan Bobby Nasution untuk melaksanakan kembali PTM secara terbatas mendapat apresiasi dan dukungan pengamat pendidikan Dr Hj Fitriani Manurung M Pd. Dikatakan Fitriani, PTM secara terbatas diperlukan untuk mengurangi resiko penurunan kemampuan belajar (learning loss) yang dialami siswa akibat pembelajaran jarak jauh (PJJ) yang sudah berlangsung lebih dari satu tahun. Ia mengatakan dalam upaya melakukan PTM terbatas ini, ada dua hal penting yang harus benar-benar dipastikan terlaksana.
Pertama, jelas Fitriani, pelaksanaan prokes yang ketat dan disiplin untuk memastikan PTM aman dan sehat bagi warga sekolah (kepsek, pengawas, guru, siswa dan tenaga kependidikan). Untuk memastikan aspek prokes ini, imbuhnya, maka aturan atau mekanisme PTM terbatas perlu dibuat sedetail mungkin. Mekanisme ini harus bisa mengatur tata cara anak berangkat dari rumah, berada di sekolah, dan pulang kembali ke rumah dengan aman. Semakin detail, ungkapnya, tentunya akan semakin baik PTM terbatas berlangsung.
Selanjutnya, Fitriani sangat mengapreasiasi Bobby Nasution yang turun langsung memantau simulasi PTM terbatas di SMPN 1 Medan tersebut. Ia mengatakan, pengawasan yang ketat merupakan kunci keberhasilan pembukaan sekolah. Agar pengawasan bisa terus menerus berlangsung, Fitriani mengusulkan dibentuknya kelompok kerja di tingkat kelurahan. Kelompok kerja ini terdiri perwakilan musyawarah kepala sekolah (K3S), kelompok kerja guru (KKG), musyawarah guru mata pelajaran (MGMP), LSM Anak, Pemerhati Pendidikan, Kepolisian, TNI, Puskesmas, Dinas Perhubungan, Satpol PP, lurah dan OPD terkait.
Kelompok kerja inilah yang nanti akan mengawasi pelaksanaan PTM di setiap sekolah. Semakin banyak pihak yang terlibat, terang Fitriani, maka semakin disiplin aturan PTM akan dilaksanakan.
"Kenapa kelurahan? Karena kelurahan lah yang paling dekat bersentuhan dengan sekolah," terang Fitriani.
Sedangkan yang kedua, imbuh Fitriani, faktor pembelajaran. Dia menekankan bahwa esensi dilakukannya PTM terbatas adalah mencegah terjadinya learning loss. Untuk itu upaya pemulihan kemampuan belajar, harus menjadi fokus pembelajaran ketika sekolah dibuka kembali. Karena itu, PTM terbatas juga harus juga didesain untuk memitigasi kehilangan kompetensi yang dialami siswa.
"Mitigasi ini dilakukan dengan melakukan asesmen diagnosis secara kognitif dan non kognitif. Hasil asesmen ini akan membantu siswa untuk mengejar ketertinggalannya dalam belajar dari rumah,“ kata Fitriani.
“Kedua faktor diatas tadi harus berjalan bersamaan. Di sinilah peran masyarakat menjadi penting, karena urusan pembukaan sekolah ini merupakan tanggung jawab kita semua,” ungkapnya.
(*)