Realisasi Program Bansos Capai Rp 64,91 Triliun hingga 18 Juni 2021

Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) terus menjadi instrumen penanganan kesehatan dan pemulihan ekonomi di tengah pandemi Covid-19.

oleh Andina Librianty diperbarui 21 Jun 2021, 20:15 WIB
Petugas menyerahkan bantuan sosial (bansos) dari Pemerintah Provinsi Banten kepada warga di Pinang, Tangerang, Jumat (1/5/2020). Bansos berupa uang tunai sebesar Rp 600 ribu tersebut diberikan kepada warga yang terdampak virus corona COVID-19. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) terus menjadi instrumen penanganan kesehatan dan pemulihan ekonomi di tengah pandemi Covid-19. Realisasi anggaran PEN 2021 hingga 18 Juni tercatat mencapai Rp 226,63 triliun atau 32,4 persen dari pagu Rp 699,43 triliun.

Total anggaran PEN disalurkan untuk berbagai sektor. Hingga per 18 Juni, realisasi program perlindungan atau bantuan sosial (Bansos) sudah mencapai 43,8 persen dari pagu yang dialokasikan dan jumlah ini paling besar dibandingkan alokasi di sektor lain.

"Untuk Bansos dari Rp 148,27 triliun sudah direalisasi cukup besar Rp 64,91 triliun. Ini untuk program Bansos yang sudah well established tentu akan mengikuti perbaikan data targeting yang sedang diperbaiki terus oleh Kemensos," ungkap Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN Kita pada Senin (21/6/2021).

Realisasi Bansos ini mencakup manfaat bagi Program Keluarga Harapan (PKH) untuk Keluarga Penerima Manfaat (KPM), Kartu Sembako, Bantuan Sosial Tunai (BST) UNTUK 10 juta KPM, BLT Desa, Kartu Pra Kerja, dan bantuan kuota internet untuk pelajar dan tenaga didik.

Sementara untuk kesehatan, realisasi baru mencapai 22 persen atau Rp 39,55 triliun dari pagu Rp 177,84 triliun. Anggaran ini antara lain digunakan diagnostik untuk testing dan tracing, pengadaan dosis vaksin, insentif tenaga kesehatan, dan biaya perawatan.

Realisasi terkait dukungan UMKM dan koperasi mencapai 24,8 persen atau Rp 48,05 triliun dari pagu Rp 193,74 triliun. Ini mencakup bantuan pemerintah untuk usaha mikro dan penempatan dana di bank dengan total penyaluran kredit sejak 2020 mencapai Rp 380,05 triliun kepada 5,17 juta debitur.

Kemudian realisasi anggaran program prioritas sebesar Rp 29,8 persen atau Rp 38,10 triliun dari pagu Rp 127,85 triliun. Dana dialokasikan antara lain untuk program padat karya K/L, serta ketahanan pangan termasuk program food estate.

Anggaran PEN juga disalurkan sebagai insentif usaha untuk karyawan hingga pelaku usaha, seperti melalui PPh 21 DTP, PPh Final UMKM DTP, Pembebasan PPh 22 Impor, dan penurunan tarif PPh Badan. Realisasi insentif usaha hingga 18 Juni mencapai 63,5 persen atau berkisar Rp 36,02 triliun dari total pagu Rp 56,73 triliun.

saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Banyak Tak Pas Sasaran, DPR Minta Mensos Risma Perbaiki Data Penerima Bansos

Warga menunjukkan uang dan KTP usai mendapatkan bantuan sosial (bansos) yang diberikan Pemerintah Provinsi Banten di Pinang, Tangerang, Jumat (1/5/2020). Bansos berupa uang tunai sebesar Rp 600 ribu tersebut diberikan kepada warga yang terdampak virus corona COVID-19. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Banyaknya kasus penerima bantuan sosial (bansos) tak tepat sasaran menjadi perbincangan hangat ditingkat daerah hingga pemerintah pusat. Polemik tersebut menjadi fokus Komisi VIII dengan mendorong Kementerian Sosial (Kemensos) untuk segera bertindak.

Anggota Komisi VIII DPR RI dari Fraksi PKS, Bukhori Yusuf, menjelaskan bahwa 2021 menjadi momentum bagi pemerintah pusat hingga pemerintah daerah untuk melakukan perbaikan data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS) atau disebut ‘Tahun Pendataan’.

Bukhori menuturkan, pihaknya sudah mendorong Menteri Sosial, Tri Rismaharini, agar segera menyelesaikan perbaikan DTKS di semua daerah.

“Data tersebut meliputi data program keluarga harapan (PKH), bantuan sosial tunai (BST), dan Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT),” kata Bukhori dikutip dari keterangannya pada Senin (21/6/2021).

Bukhori menilai, perbaikan DTKS adalah kunci untuk memecahkan polemik bantuan sosial yang salah sasaran, atau sekurang-kurangnya insideninclusion dan exclusion error bisa diminimalisir melalui pemutakhiran data.

“Dalam setiap raker, isu sentral yang selalu saya tegaskan pada Mensos Risma adalah konsistensi dan keseriusan untuk meningkatkan perbaikan data (DTKS). Secara teknis, salah satu caranya adalah semua data yang berasal dari kabupaten/kota yang telah melalui verifikasi, diterima saja dulu semuanya. Setelah itu, dilakukan verifikasi kembali untuk menentukan desil 1, 2, 3, 4, hingga 5,” jelasnya.

Menurut anggota komisi sosial ini, proses verifikasi setidaknya melewati sejumlah tahapan.

“Pertama, data yang dihimpun oleh pihak pemerintah desa/kelurahan harus dimusyawarahkan dan diverifikasi dengan para pemangku kepentingan tingkat desa/kelurahan,” ungkapnya.

Hasilnya, imbuh Bukhori, data tersebut disampaikan ke Dinas Sosial masing-masing kabupaten/kota untuk selanjutnya diteruskan ke pemerintah pusat.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya