Liputan6.com, Jakarta - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) telah melayangkan surat panggilan kepada Badan Intelijen Negara (BIN), Badan Intelijen Strategis (Bais) TNI, dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) untuk diklarifikasi terkait pelaksanaan tes wawasan kebangsaan (TWK) pegawai Komisi Pemberantan Korupsi (KPK).
"Di proses ini kami sudah melayangkan surat panggilan juga untuk BAIS, BIN untuk pendalaman juga BNPT," kata Komisioner Komnas HAM, Chairul Anam saat jumpa pers di kantornya, Jakarta Selasa (22/6/2021).
Advertisement
Atas pemanggilan itu, Anam mengimbau agar semua pihak d iantaranya BIN, BAIS TNI, dan BNPT dapat koperatif untuk datang dan hadir dalam agenda klarifikasi. Karena keterangan dari tiga instansi tersebut dirasa mampu memberikan pencerahan terkait polemik TWK.
"Jadi kami mohon kepada semua pihak untuk datang ke Komnas HAM agar semakin terang informasinya, semakin terang duduk jelasnya," ujar Anam.
"Karena ini ditunggu oleh publik luas sehingga memang ke depannya akan mudah menentukan ini arahnya mau kemana rekomendasi dan sebagainya," tambahnya.
Selain rencana pemeriksaan kepada pihak BIN, BAIS TNI, dan BNPT, Anam menyebut pihaknya juga telah merencanakan pemeriksaan terhadap sejumlah pakar dan ahli untuk dimintai keteranganya terkait pelaksanaan TWK
"Minggu depan kami juga akan agendakan dengan ahli, seperti yang kami bilang akan ada background ahli yang sedang dinegosiasikan detail soal hukum, detail soal psikologi, detail soal nilai-nilai kebangsaan dan sebagainya," ujarnya.
Komnas HAM juga telah merampungkan pemeriksaan terhadap Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana setelah sebelumnya lebih dulu memeriksa Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron terkait polemik TWK.
"Lebih lengkap levelnya (keterangannya), levelnya kebijakan, terus beberapa proses-proses penting salah satunya memang kami menggunakan istrumen-instrumen BKN ini bunyinya bagaimana, ini bunyinya bagaimana di Undang-Undang dan sebagainya," katanya.
Namun demikian, Anam menjelaskan jika saat ini pihaknya belum bisa menjelaskan secara gamblang terkait hasil pemeriksaan tersebut. Karena apa yang ditanyakan menyangkut soal subtansi
"Jadi apa subtansi dan sebagaimana tidak bisa kita sebutkan, tapi itu menjadi bagian untuk memperjelas semua prosesnya. Secara teknis maupun dalam konteksnya kebijakan," tuturnya.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Dokumen TWK Sudah Diserahkan ke KPK
Sebelumnya, Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana menyebut bahwa pihaknya sudah tidak memegang hasil TWK, karena semua berkas instrumen telah diserahkan kepada KPK.
"Jadi BKN menerima hasil TWK, hasilnya kumulatif ya bukan orang per orang. Hasil ini dalam bentuk dokumen yang tersegel. Ini kami sudah serahkan semuanya ke KPK. BKN saat ini tidak pegang dokumen apa-apa," kata Bima saag jumpa pers, di Kantor KomnasHAM, Jakarta Selasa (22/6).
Lantas apabila ada pihak yang masih meminta instrumen dokumen tersebut, jawab Bima, pihaknya telah mencoba meminta ke Dinas Psikologi Angkatan Darat, akan tetapi berdasarkan intruksi Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto dokumen instrumental TWK tersebut dinyatakan rahasia.
"Nah sekarang ketika, saya ditanya kalau diminta bagaimana? Saya enggak tahu saya sudah tanya ke Dinas psikologi Angkatan Darat berdasarkan instruksi Panglima TNI itu rahasia, okey," tuturnya.
Termasuk, lanjut Bima, terkait hasil profiling pegawai KPK yang dilakukan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) hal itu juga dinyatakan sebagai dokumen rahasia negara.
"Saya tanya BNPT, ini kalau profiling bisa enggak diminta. Ini adalah, profiling ini didapatkan dari suatu aktivitas intelejen. Sehingga menjadi rahasia negara," katanya.
"Jadi saya saya sampaikan, ini menurut Dinas Psikologi Angkatan Darat dan BNPT rahasia, jadi bukan saya yang menetapkan rahasia. Tapi pemilik informasi itu," tambahnya.
Sehingga, Bima menjelaskan bahwa status rahasia dokumen tersebut semuanya bergantung kepada para pemilik dokumen dalam hal ini Dinas Psikologi Angkatan Darat dan BNPT. Oleh sebab itu, BKN tidak memiliki kapasitas dan kewenangan dalam membuka dokumen tersebut, terkecuali ada keputusan dari pengadilan barulah dokumen tersebut bisa ditunjukan.
"Saya sebagai assesor kan punya aturan etik, kalau saya menyampaikan pada sifatnya rahasia jabatan saya. Saya kena pidana. Tapi kalau berdasarkan putusan pengadilan kalau itu boleh, ya boleh. Jadi supaya enak, dan tidak orang lain melanggar aturan bisa diselesaikan sepeti itu," katanya
"Ya tapi kalau mereka berubah aturan ya silahkan saja, dia kan pemilik informasi. Tersimpannya informasi kan tidak di kami. Jadi itu yang saya sampaikan. Jadi seperti itu. Jadi BKN mah boleh-boleh saja, tapi pemilik informasi bukan ada di kami. Dan ada di instansi lain," lanjutnya.
Untuk diketahui jika KomnasHAM telah menerima laporan dari pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dinonaktifkan pasca tak lulus tes wawasan kebangsaan (TWK), Senin (24/5) lalu di Kantor KomnasHAM, Jakarta Pusat. Dalam laporan itu, setidaknya ada delapan hal yang dinilai sebagai bentuk dugaan pelanggaranHAM.
Reporter: Bachtiarudin Alam
Merdeka.com
Advertisement