Liputan6.com, Jakarta - Segitiga Bermuda menjadi lokasi pelayaran terakhir Britt Taylor dan kali ini mungkin ia tak akan pulang. Pelaut profesional itu lenyap ditelan lautan.
Taylor terjatuh dari kapal layar Small World IV pada Rabu 2 Juni 2021. Kejadiannya malam hari. Kapten kapal, yang tak disebut namanya, mengaku tidak tahu apa-apa. Dia sedang tidur kala itu.
Advertisement
Insiden terjadi saat kapal menempuh pelayaran dari Puerto Rico ke Maryland, di titik sekitar 273 kilometer sebelah timur Eleuthera, sebuah pulau di Bahama. Lokasinya ada di area yang dikenal sebagai Segitiga Bermuda.
Salah satu rekan korban mengungkapkan bahwa setiap berlayar Taylor selalu mengenakan jaket pelampung tiup, lengkap dengan suar radio yang otomatis aktif saat kontak dengan air. Namun, tak ada sinyal yang terkirim.
Satuan Penjaga Pantai Amerika Serikat (US Coast Guard) segera menerjunkan tim pencari. Lautan seluas 18 ribu mil persegi disisir. Hasilnya nihil. Keberadaan perempuan 52 tahun itu tak diketahui.
Operasi pencarian besar-besaran akhirnya dihentikan setelah 63 jam.
Kejadian tragis yang menimpa Britt Taylor membuat banyak orang bertanya-tanya, apa yang sebenarnya terjadi. Apalagi bukan kali itu saja korban angkat sauh dan menyeberangi lautan luas.
"Dia jatuh di tengah lautan, entah di mana. Itu sangat mengerikan," kata sesama pelaut, Barbara Marcoz, seperti dalam artikel yang dimuat situs turnto10.com pada 7 Juni 2021.
Insiden Britt Taylor menambah daftar panjang kecelakaan yang terjadi di Segitiga Bermuda. Kawasan laut di wilayah imajiner yang menghubungkan Bermuda, Florida, dan Puerto Rico itu punya reputasi menakutkan.
Lautan Terkutuk
Selama beberapa dekade, Segitiga Bermuda identik dengan julukan 'lautan terkutuk'.
Ia jadi lokasi hilangnya banyak pesawat dan kapal, beserta manusia-manusia yang ada di dalamnya. Kisah misteri hingga horor membuat Segitiga Bermuda punya reputasi mengerikan.
Perairan itu dikaitkan dengan banyak spekulasi dari markas alien, black hole atau lubang hitam yang menyedot benda dan membawanya ke dimensi lain, piramida misterius, wilayah Atlantis Yang Hilang, sampai rumah iblis.
Christopher Columbus, di masa awal penjelajahannya ke Dunia Baru pada 1492, adalah yang pertama mencatat soal anomali di sekitar segitiga imajiner itu.
Saat kapal-kapal armadanya, Nina, Pinta, dan Santa Maria melintas Laut Sargasso, Columbus mengaku kompasnya menjadi tak menentu. Ia juga melihat cahaya aneh di cakrawala pada 11 Oktober 1492, yang hingga kini belum bisa dijelaskan.
Namun, istilah 'Segitiga Bermuda' baru tenar setelah Vincent H. Gaddis menuliskannya dalam artikel yang terbit Februari 1964 di Majalah Argosy, yang berjudul "The Deadly Bermuda Triangle" -- Segitiga Bermuda yang Mematikan.
Disusul tulisan Ivan T. Sanderson, "Invisible Residents" [1970] yang menyebut spekulasi bahwa Segitiga Bermuda adalah bukti adanya peradaban bawah laut yang cerdas dan berteknologi tinggi yang bertanggung jawab atas berbagai fenomena misterius. Makin banyak buku soal itu yang ditulis, dipakai inspirasi sejumlah film. Spekulasi pun makin liar.
Tulisan yang relatif masuk akal baru terbit pada 1975 oleh Larry Kusche, pustakawan Arizona State University. Ia membongkar mitos yang ia sebut sebagai "misteri yang diproduksi" dalam buku "The Bermuda Triangle Mystery-Solved".
Ia menggali bukti arsip seperti rekaman data cuaca, laporan resmi penyelidik, laporan media masa, dan dokumen lain -- fakta yang kerap diabaikan oleh para penulis sebelumnya.
Advertisement
Kecelakaan Paling Misterius
Predikat horor kian menguat setelah insiden yang terjadi pada 5 Desember 1945 pukul 14.10 waktu setempat. Kala itu, lima pesawat yang dipiloti para pilot terlatih dari kesatuan Penerbangan 19 tiba-tiba hilang. Padahal cuaca sedang cerah.
Awalnya, saat jarum jam menunjuk pukul 14.10 waktu setempat, di bawah komando Letnan Charles Taylor, lima jet pengebom torpedo TBM Avenger bermesin tunggal keluar dari pangkalan udara Fort Lauderdale.
Sekitar 90 menit setelah lepas landas, Letnan Taylor lewat radio melaporkan, tim tersesat dan kompas tidak berfungsi. "Kami tak tahu, ini di mana," kata dia, seperti dikutip dari Sun Sentinel.
Selama dua jam kemudian, Letnan Taylor mengarahkan pesawat, yang ia kira menuju Miami, namun nyatanya justru mengarah ke Samudera Atlantik.
Pangkalan angkatan laut di Miami sempat mendapatkan sinyal samar-samar dari skuadron tersebut di sekitar 150 mil dari lepas pantai New Smyrna Beach.
Panggilan terakhir yang dilakukan skuadron terjadi pada pukul 19.27. Setelah itu lenyap.
Setelah armada dinyatakan hilang, tim penyelamat pun diberangkatkan. Pesawat amfibi berbadan besar dengan mesin ganda dikirim dari pangkalan Banana River di Central Florida. Namun, pesawat itu justru jatuh ke laut ganas. Sebanyak 13 orang penumpangnya tewas seketika.
Ada lagi peristiwa hilangnya kapal induk USS Cyclops pada 1918, yang hingga saat ini jadi misteri terbesar dalam sejarah Angkatan Laut Amerika Serikat.
USS Cyclops (AC-4) hilang pada 4 Maret 1918 dalam perjalanan dari Barbados menuju Baltimore. Tak ada jejak yang tertinggal. Kapal dan kru serta penumpang yang berjumlah 306 orang raib.
Mitos Belaka
National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA), badan ilmiah di bawah Departemen Perdagangan AS beberapa kali berupaya meluruskan mitos Segitiga Bermuda.
NOAA menegaskan, faktor cuaca dan buruknya navigasi menjadi segala penyebab hilangnya banyak alat transportasi di sana.
"Tidak ada bukti bahwa kehilangan misterius yang terjadi di Segitiga Bermuda terjadi dengan frekuensi yang lebih besar dibandingkan wilayah laut lainnya," demikian pernyataan lembaga itu dalam situsnya, seperti dimuat Daily Mail, 9 Februari 2014.
Ben Sherman, juru bicara NOAA kepada Sun Sentinel mengatakan, lembaganya menulis kisah Segitiga Bermuda sebagai bagian dari program pembelajaran masyarakat dan menjawab pertanyaan dari banyak orang.
NOAA juga berpegangan pada bukti ilmiah dari Angkatan Laut AS atau US Navy dan US Coast Guard yang tak mengakui eksistensi Segitiga Bermuda, sebagai wilayah geografis yang memiliki ancaman khusus untuk kapal atau pesawat.
"Berdasarkan kajian, kecelakaan pesawat dan kapal di daerah tersebut selama bertahun-tahun, tidak ditemukan bukti yang mengindikasikan bahwa itu disebabkan apa pun selain penyebab fisik."
Pertanyaan soal Segitiga Bermuda juga pernah ditujukan ke Badan Survei Geologi AS (USGS). Meski mengakui keberadaan gas hidrat di sedimen dalam laut di tenggara AS atau wilayah barat Segitiga Bermuda, dan bahwa gas bisa berkaitan dengan fenomena tenggelamnya kapal, geolog USGS, Bill Dillon membantah hipotesa itu sebagai penyebab tenggelamnya kapal di Segitiga Bermuda.
Sebab, pelepasan gas hidrat hanya terjadi di akhir zaman es, sekitar 15.000 tahun lalu atau lebih. Di mana saat itu, kapal yang tercanggih yang bisa dibuat tak lebih dari kayu berongga. Apalagi, terbukti lebih banyak kapal yang tenggelam di lokasi lain. "Misteri Segitiga Bermuda tak lebih dari dongeng," kata Dillon, di laman USGS.
Badan Antariksa AS, NASA pun berpendapat demikian. "Tidak ada lubang hitam di Segitiga Bermuda. Pada kenyataannya, bahkan tak ada yang namanya Segitiga Bermuda. Banyaknya kasus kehilangan di wilayah itu konsisten dengan yang terjadi wilayah lainnya," jelas Ilmuwan NASA, Dr Eric Christian.
(Ein)
Advertisement