Utang Pemerintah Meningkat, Rasionya Tembus 369%, Hafisz Tohir: Ini Gawat!

Hafisz menjelaskan bahwa standar IDR untuk rasio utang yang stabil berada di 92-176%.

oleh stella maris diperbarui 24 Jun 2021, 16:41 WIB
Anggota Komisi XI DPR RI Achmad Hafisz Tohir. Foto: Arief/nvl.

Liputan6.com, Jakarta Berberapa waktu lalu dalam Rapat Paripurna, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI mengungkapkan bahwa sampai 2020, utang Pemerintah mencapai Rp6.074,56 triliun. 

Menanggapi fakta tersebut, Anggota Komisi XI DPR RI Achmad Hafisz Tohir menilai, besarnya utang tersebut mengindikasikan lampu merah bagi Pemerintah. Kemampuan Pemerintah membayar utang terus menurun.

"Melonjaknya utang pemerintah dan biaya bunga sudah lampu merah, karena melewati batas PDB (Produk Domestik Bruto). Jadi ini betul-betul gawat. Artinya, ruang fiskal sudah sempit," kata Hafisz dalam keterangan persnya, Kamis (24/6).

BPK dalam laporannya, mengungkap, rasio utang Indonesia terhadap penerimaan sudah tembus 369% atau jauh di atas rekomendasi International Debt Relief (IDR).

Standar IDR, lanjut Hafisz, untuk rasio utang yang stabil berada di 92-176%. Rasio utang yang terus meningkat 41,65% bisa membuat kemampuan Pemerintah menurun untuk membayar utang dan bunganya. Sudah terjadi pula kelebihan ambang batas debt to service ratio yang direkomendasikan IMF (IDR) berkisar 25-35%. Saat ini saja telah mencapai 46.77%.

"Sebetulnya ini sudah menjadi peringatan keras bagi pemerintah dalam pengelolaan keuangan, karena dapat menciptakan fraud," ujar politisi PAN itu.

Ditambahkan Wakil Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR ini, posisi utang pemerintah naik cukup tajam dibandingkan akhir 2019 lalu.

Berarti setiap satu tahun, utang bertambah Rp1.296,56 triliun dari akhir 2019 yang tercatat Rp4.778 triliun, Pertumbuhan utang pemerintah selama lima tahun terakhir telah melebih pertumbuhan GDP (Gross Domestic Product), sehingga menciptakan ruang debt yang tinggi. 

 

(*)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya