Saksi Penyuap Nurdin Abdullah Ungkap Keterlibatan Kakak Kandung Plt Gubernur Sulsel

Mantan Kepala Biro Pembangunan Sulsel, Jumras ungkap keterlibatan kakak kandung Plt Gubernur Sulsel dalam sidang dugaan suap proyek lingkup Pemprov Sulsel yang menjerat Agung Sucipto sebagai terdakwa.

oleh Eka Hakim diperbarui 26 Jun 2021, 14:00 WIB
Mantan Kabiro Pembangunan Sulsel, Jumras ungkap keterlibatan kakak kandung Plt Gubernur Sulsel dalam sidang dugaan suap proyek lingkup Pemprov Sulsel yang menjerat Agung Sucipto sebagai terdakwa. (Liputan6.com/ Eka Hakim)

Liputan6.com, Makassar - Nama kakak kandung Plt Gubernur Sulsel Andi Sudirman Sulaeman disebut dalam sidang dugaan suap proyek lingkup Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulsel tahun anggaran 2020/2021 yang digelar di Pengadilan Negeri Tipikor Makassar, Kamis (24/6/2021).

Sidang dugaan suap proyek lingkup Pemprov Sulsel tersebut, mendudukkan Agung Sucipto, kontraktor asal Kabupaten Bulukumba sebagai terdakwa.

Dalam persidangan, mantan Kepala Biro Pembangunan dan ULP Sulsel, Jumras menyebut nama kakak kandung Plt Gubernur Sulsel, Andi Sumardi Sulaeman yang berperan mempertemukan dirinya dengan sejumlah kontraktor di sebuah barber shop yang berlokasi di Jalan Bau Mangga, Kecamatan Panakkukang, Makassar.

Para kontraktor tersebut diantaranya Andi Irfan Jaya, Ferry Tandiadi dan Agung Sucipto.

Awalnya, kata Jumras, ia ditelepon oleh kakak kandung Plt Gubernur Sulsel untuk bertemu di sebuah tempat di bilangan Jalan Bau Mangga, Kecamatan Panakkukang, Makassar.

"Seingat saya pertemuan itu hari Jumat 19 April 2019 tepatnya perayaan hari raya Imlek Gong Xi Fat Cai di Barber Shop Jalan Bau Mangga," kata Jumras dalam persidangan yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim, Ibrahim Palino.

Setibanya di Barber Shop, Jumras lalu dijemput oleh kakak kandung Plt Gubernur Sulsel yang saat ini menjabat sebagai Kepala Bapenda Sulsel. Ia lalu diajak naik ke lantai dua. Di akhir tangga menuju ke lantai dua, tiba-tiba muncul Irfan Jaya menjemputnya. Irfan Jaya lebih awal berada di lantai dua menunggu. Irfan Jaya juga yang ternyata sebagai pemilik Barber Shop tersebut.

"Tidak lama kami berbincang-bincang, tiba-tiba muncul Agung Sucipto sama Ferry Tandiadi. Di situlah saya dikenalkan kepada keduanya," kata Jumras.

Dalam pertemuan itu, kemudian mereka mengarahkan pembicaraan agar dimenangkan dalam tender proyek pekerjaan di Bulukumba untuk Agung Sucipto dan pekerjaan proyek jalan di Kabupaten Sidrap-Kabupaten Soppeng untuk Ferri Tandiadi.

"Dia minta dan bilang ke saya jika dia sudah mengeluarkan Rp10 miliar membantu menangkan gubernur pada saat pilkada. Saya bilang silahkan saja pak, itukan urusannya bapak dengan pak gubernur. Ini kan lelang pak. Silahkan ikuti saja lelang tapi dia ngotot," ungkap Jumras.

Kakak kandung Plt Gubernur Sulsel lalu mengatakan kepada Jumras jika Agung telah menyediakan uang Rp200 juta dan minta keinginannya diterima saja.

"Dia (Agung) melalui Andi Sumardi Sulaeman bilang ada uang Rp200 juta telah disediakan. Sudah kamu terima saja itu," kata Jumras mengutip perkataan Andi Sumardi Sulaeman dalam pertemuan di Barber Shop setelah Jumras menolak halus keinginan Agung.

Jumras meminta baik Agung Sucipto maupun Ferry Tandiadi sebaiknya mengikuti saja proses lelang tender proyek pekerjaan yang dimaksud keduanya.

"Ikuti saja lelang," lanjut Jumras ngotot tak ingin menerima uang dari Agung tersebut.

Karena tertekan, Jumras lalu mempersilahkan mereka berhubungan dengan seorang kontraktor yang bernama Hartawan. Kebetulan, lanjut Jumras, Hartawan mengetahui jika proyek yang dimaksud itu pernah diurus dan selalu ada orang datang menagih.

"Saya telepon Hartawan datang dan bergabung dan mengarahkan mereka untuk berbicara dan bersatu saja membicarakan soal proyek yang dimaksud. Setelah itu saya pergi tinggalkan mereka," jelas Jumras.

Terhitung dua hari sejak pertemuan yang disponsori oleh kakak kandung Plt Gubernur Sulsel itu, Jumras lalu dipecat dari jabatannya sebagai Kepala Biro Pembangunan dan ULP Sulsel. Ia dituding meminta komisi 7 persen kepada Agung maupun Ferry dalam pengerjaan proyek yang diminta keduanya.

"Saya diadukan ke gubernur dengan tuduhan yang tidak benar. Saya dituduh meminta fee. Saya dipanggil ke rujab hari Minggu menghadap sekaligus diberikan langsung surat pemberhentian oleh Pak Gubernur Nurdin Abdullah. Saya terima saja karena capek juga dengan jabatan itu," jelas Jumras.

Jumras mengatakan saat itu, dirinya hanya menceritakan kondisi yang ada dalam pertemuan di Barber Shop. Di mana ia menolak permintaan Agung maupun Ferry dan mengarahkan agar keduanya mengikuti saja prosedur lelang yang ada.

"Capek saya tertekan. Makanya saat itu saya panggil Hartawan datang karena dia tahu kondisi yang ada kalau anggaran Dana Alokasi Khusus (DAK) itu pernah diurus dan ada yang selalu datang menagih," terang Jumras dalam sidang suap proyek yang turut jerat Gubernur Sulsel non-aktif Nurdin Abdullah sebagai terdakwa itu.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Urus Kucuran Anggaran Lewat Oknum Direktur di Kemendagri

Saat ditanya siapa yang dimaksud sebagai orang yang datang menagih, Jumras mengatakan itu bernama Adrian. Dia adalah seorang direktur di Kementerian Dalam Negeri.

Ceritanya, kata Jumras, dalam pengurusan proyek di Kemendagri, ia selalu melalui Adrian. Terakhir dalam mengurus anggaran Dana Alokasi Khusus (DAK) sebesar Rp80 miliar, itu juga melalui Adrian.

Setelah berhasil, Adrian kemudian meminta jatah alias fee dari kucuran anggaran yang diurusnya tersebut. Kalau dihitung-hitung, kata Jumras, itu sekitar tujuh persen.

"Saya juga heran ditagih terus oleh dia. Sampai saya sudah tak dijabatan itu lagi, saya tetap terus ditagih. Padahal sebelumnya tidak pernah ada kesepakatan demikian," terang Jumras.

Kondisi inilah yang seakan disampaikan oleh Jumras dalam pertemuan di Barber Shop. Ia seakan menyampaikan hal itu melalui Hartawan. Namun belakangan, itu dianggap sebagai permintaan jatah fee olehnya.

"Ini saya kira penyebabnya saya dicopot. Saya diadukan ke gubernur dan dituduh minta jatah fee tujuh persen. Di surat pengaduan yang diperlihatkan itu, yang mengadu adalah Agung dan Ferry," terang Jumras.

Setelah dicopot dari jabatannya, Jumras, tak tahu menahu lagi perkembangan pelaksanaan proyek pembangunan ruas jalan Palampang- Munte-Botolempangan yang diinginkan oleh Agung Sucipto serta pengerjaan jalan poros Kabupaten Sidrap- Kabupaten Soppeng yang dikejar oleh Ferry Tandiadi.

"Saya tidak tahu bagaimana itu proyek. Apakah proyek jalan di Bulukumba itu dimenangkan oleh Agung dan jalan Sidrap- Soppeng oleh Ferry. Saya sudah tidak tahu lagi," ucap Jumras.

Menanggapi pernyataan Jumras tersebut, Agung Sucipto mengatakan proyek pekerjaan jalan Palampang-Munte- Botolempangan awalnya dimenangkan oleh Hartawan. Tapi karena diduga ada pemalsuan surat terkait keterangan pengalaman bekerja di bidang bina marga serta alat-alat berat sebagai penunjang tidak dimilikinya, kemudian proyek itu ditender ulang.

"Saya lalu yang menangkan pekerjaan proyek yang dimaksud," jelas Agung via daring.

 


Berakhir di OTT

Diketahui dalam kasus dugaan suap perizinan dan pembangunan infrastruktur di lingkup Pemprov Sulsel Tahun Anggaran 2020-2021, KPK telah menetapkan tiga orang tersangka masing-masing Gubernur Sulsel non aktif Nurdin Abdullah dan Sekretaris Dinas PUTR Provinsi Sulsel yang berperan sebagai penerima suap, turut juga seorang kontraktor ternama di Kabupaten Bulukumba, Agung Sucipto sebagai tersangka yang diketahui berperan sebagai pemberi suap.

Agung Sucipto merupakan direktur salah satu perusahaan pemenang proyek di lingkup Pemprov Sulsel yang bernama PT Agung Perdana Bulukumba.

Dari hasil penyidikan, KPK membeberkan jika Nurdin Abdullah diduga menerima suap senilai Rp2 miliar dari Agung Sucipto. Tak hanya itu, ia juga turut diduga menerima gratifikasi dari sejumlah kontraktor yang total nilainya sebesar Rp3,4 miliar.

Awal kasus ini terungkap setelah tim penindakan KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Nurdin. Dalam OTT tersebut tim penindakan KPK mengamankan uang sebesar Rp2 miliar yang tersimpan di sebuah koper di rumah dinas Sekretaris PUTR Provinsi Sulsel, Edy Rahmat.

Tak hanya itu, dalam penggeledahan yang dilakukan tim penindakan KPK di rumah jabatan dan rumah pribadi Nurdin Abdullah, serta rumah dinas Sekdis Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Provinsi Sulsel dan Kantor Dinas PUTR, tim KPK turut menyita uang yang berjumlah sekitar Rp3,5 miliar.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya