Kebijakan Zero Odol 2023 Diyakini Bisa Ganggu Percepatan Pembangunan

Fredy mengatakan Asosiasi Semen Indonesia sudah sepakat untuk mengajukan penundaan penerapan zero ODOL ini menjadi awal 2025. Menurutnya, hal itu juga sudah melalui kajian dengan akademisi.

oleh Liputan6.com diperbarui 09 Jul 2021, 20:49 WIB
Truk kelebihan muatan atau Overdimension and Overload (odol) melintas di jalan tol. (Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta - Fredy Agung Prabowo dari Asosiasi Semen Indonesia (ASI) mengatakan, kebijakan zero Over Dimension Over Load (ODOL) pada awal 2023 akan menyebabkan terjadinya penambahan armada yang cukup signifikan. Selain itu, juga akan terjadi pengurangan muatan sekitar 80 persen.   

“Nah, dengan penambahan armada yang sangat banyak, itu pasti akan menambah waktu angkut menjadi lebih lama. Sebab, di area pabrik akan terjadi antrean. Kondisi itu pasti akan berdampak untuk sampainya semen tepat waktu ke lokasi proyek,” ujarnya Rabu (7/7/2021).   

Jika semen itu terlambat tiba ke lokasi proyek, menurut Fredy, akibatnya pembangunan proyek juga akan terlambat, termasuk proyek-proyek infrastruktur pemerintah. 

“Akibatnya, ini pasti bisa menghambat percepatan pembangunan dari proyek-proyek infrastruktur pemerintah,” tukasnya.  

Seperti diketahui, keterlambatan pembangunan proyek infrastruktur akan menimbulkan kerugian ekonomi. Misalnya hilangnya pendapatan pemerintah dari pajak, penundaan investasi, pengangguran tidak terserap, pertumbuhan ekonomi tidak terakselerasi,dan sekaligus menurunkan daya saing nasional.  

Fredy mengatakan Asosiasi Semen Indonesia sudah sepakat untuk mengajukan penundaan penerapan zero ODOL ini menjadi awal 2025. Menurutnya, hal itu juga sudah melalui kajian dengan akademisi.

“Kajian itu sudah komprehensif terkait dengan apa yang dilakukan industri semen dalam hal ini dan dan juga apa yang harus dilakukan pemerintah,” tuturnya.  

Dia juga mengajak para pembuat kebijakan untuk melihat kondisi sulit yang terjadi di masa pandemi Covid-19 saat ini. Apalagi dengan diberlakukannya aturan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat di mana beberapa daerah melakukan pengetatan akses jalur, menurut Fredy, kondisi ini sangat berdampak cukup besar terhadap pertumbuhan industri semen.

Belum lagi adanya pengurangan anggaran di sektor infrastruktur. Baru-baru ini Bank Dunia telah menurunkan Indonesia dari kategori negara berpenghasilan menengah ke atas (upper middle income) pada 2019 menjadi negara berpenghasilan menengah ke bawah (lower middle income) pada 2020.

“Nah, di situasi kondisi sulit saat ini, mana mungkin kita untuk menambah lagi investasi yang juga cukup besar untuk penambahan armada dalam waktu singkat,” ucapnya. 

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:


Bincang Ekspeditur

Menurut Fredy, yang harus diperhatikan lagi sebelum penerapan zero ODOL ini adalah soal pengalihan moda transportasinya. Dari analisa yang sudah dilakukan industri semen, kata Fredy,  pengalihan moda dari truk ke kereta api akan menaikkan ongkosnya karena ada multi handling yang harus dipersiapkan.

Begitu juga jika industri mau menambah armada truknya, menurut Fredy, para ekspeditur masih resisten untuk melakukan investasi.  

“Kami sudah bincang-bincang ke ekspeditur sebagai partner kami, dan mereka mengatakan dengan kondisi ekonomi yang sekarang ini mereka juga masih resisten untuk investment. Selain itu, mereka juga harus menyediakan driver yang memiliki skill, dan itu tidak gampang untuk mencarinya dalam waktu singkat,” tutur Fredy.

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya