Liputan6.com, Jakarta - Pertumbuhan pasar Teknologi Informasi (TI) melambat secara substansial tahun lalu. Industri manufaktur elektronik Indonesia, yang mencakup kegiatan seperti handset seluler, perangkat TV, dan perakitan printer, menghadapi tantangan operasional selama fase akut pandemi.
Ini termasuk menurunnya permintaan perangkat jadi di pasar ekspor utama, menerapkan jarak sosial sambil mempertahankan kelangsungan bisnis untuk operasi perakitan, dan kemacetan rantai pasokan untuk suku cadang dan input komponen. Pasar Teknologi Informasi Indonesia tumbuh sebesar 1,7 persen dalam mata uang lokal (rupiah/IDR) pada 2020, dengan kontraksi sebesar 1,3 persen dalam dolar AS karena depresiasi Rupiah.
Advertisement
Dalam laporan Fitch Solutions, pertumbuhan pasar TI di Indonesia diperkirakan meningkat pada 2021, ketika ekonomi keluar dari resesi dan vendor TI mendapat manfaat dari sentimen bisnis dan konsumen yang lebih kuat. Dengan asumsi, vaksinasi dapat segera digulirkan secara merata, dan diharapkan dapat menekan laju penyebaran covid-19.
"Kami memperkirakan pertumbuhan valuasi pasar TI dalam mata uang Rupiah sebesar 15,6 persen pada 2021, ke nilai Rp 218 triliun. Sementara dalam dolar AS kami memperkirakan pertumbuhan yang lebih cepat sebesar 18,2 persen karena apresiasi rupiah," tulis Fitch Solutions seperti dikutip, Jumat (25/6/2021).
Selain itu, Fitch Solutions juga mencermati percepatan transformasi digital dan adopsi cloud sebagai akibat dari pandemi. Bersamaan dengan itu, modernisasi operasional oleh perusahaan akan menjadi pendorong utama permintaan Teknologi Informasi melalui strategi ekspansi sejumlah perusahaan menuju digital.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Didukung Populasi dan Transaksi Ritel
Fitch Solutions menilai, penguatan di sektor ini salah satunya didukung oleh besarnya populasi masyarakat Indonesia di rentang usia 15-64 tahun yang diperkirakan akan meningkat pada tingkat pertumbuhan tahunan (compound annual growth rate/CAGR) sebesar 0,9 persen 2021-2025 menjadi 194 juta pada 2025.
Sementara itu, PDB per kapita diperkirakan meningkat pada CAGR 7,8 persen 2021-2025, yang akan menghasilkan PDB per kapita menjadi 48 persen lebih tinggi dalam dolar AS pada 2025, dibandingkan dengan 2020.
Transisi ritel menuju belanja e-commerce mendorong investasi oleh pengecer serta perusahaan logistik dalam solusi seperti pengembangan situs web dan platform aplikasi, sistem pembayaran, dan logistik back-end seperti otomatisasi di gudang dan pusat pemenuhan.
Sektor ini banyak berinvestasi di TI, dengan perusahaan lokal seperti VIP Plaza, Berrybenka dan Hijabenka (fashion yang berfokus pada Islam) bersaing dengan raksasa internasional seperti Alibaba yang memiliki saham di platform e-commerce Asia Tenggara Lazada dan pasar online Tokopedia.
"Tren teknologi, seperti e-commerce dan pembayaran/perbankan seluler, juga akan mendorong investasi TI yang lebih tinggi,” tulis Fitch Solutions.
Advertisement
Solusi IT
Ada juga keuntungan untuk investasi pada sistem pendukung karena Otoritas Jasa Keuangan Indonesia (OJK) sedang berusaha untuk mempercepat konsolidasi bank-bank milik negara di bawah satu perusahaan induk. Secara lebih luas, layanan keuangan adalah sektor dengan pembelanjaan tertinggi untuk solusi TI.
Pertambangan dan pertanian adalah dua sektor yang relatif besar di Indonesia, tetapi dengan pengeluaran untuk TI yang relatif rendah. Adopsi solusi Internet of Things memiliki potensi peningkatan investasi TI dalam jangka menengah. Namun demikian, ada sisi negatif dari tren ini di Indonesia karena ketidakpastian kebijakan, birokrasi, dan sumber daya, diperkirakan akan menyebabkan penambang asing melepaskan aset mereka.
"Kami juga mengidentifikasi peluang jangka menengah dalam perawatan kesehatan dan layanan publik lainnya,” tulis Fitch Solutions.
Selain itu, juga ada sektor UKM yang cukup besar di Indonesia, menjadi pangsa potensial untuk pertumbuhan TI. Penjualan server ke UKM Indonesia secara khusus dibidik oleh vendor hardware besar seperti Lenovo dan ASUS.