Intip Strategi Lo Kheng Hong Pilih Saham Bank

Sebagai investor konservatif, Lo Kheng Hong dengan lantang mengatakan tidak akan melirik saham Bank Jago.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 27 Jun 2021, 06:00 WIB
Karyawan berjalan di depan layar Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Jumat (22/1/2021). Indeks acuan bursa nasional tersebut turun 96 poin atau 1,5 persen ke 6.317,864. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Investor yang acap dijuluki Warren Buffett-nya Indonesia, Lo Kheng Hong, dikenal sebagai investor yang sangat konservatif. Sehingga ia menolak untuk melihat kinerja yang berlebihan dari perusahaan pada masa yang akan datang. Termasuk beberapa saham bank digital yang akhir-akhir ini banyak dibicarakan.

"Saya menghindari overvalue. Itu biarlah buat orang yang main. Saya hanya beli bank besar tapi murah,” kata Lo Kheng Hong dalam The First Indonesia Investor Summit, ditulis Minggu (27/6/2021).

Sebagai gambaran, Lo Kheng Hong menyebut saham PT Bank Jago Tbk (ARTO), yang dalam catatannya memiliki Price-to-book value (P/B) hingga 30 kali. Dari sisi aset, bank ini juga mencatatkan angka yang relatif kecil sekitar Rp 1 triliun. Sebagai perbandingan, ia menyebutkan Bank Panin yang memiliki aset lebih besar dengan P/B lebih kecil

"Itu Bank Jago, sebelum ada injeksi uang masuk, rights issue, asetnya cuma Rp 1 triliun. Price to book nya bisa 20-30 kali. Sedangkan Panin Bank yang asetnya Rp 200 triliun harganya cuma P/B 0,4 kali,” kata Lo Kheng Hong.

Sebagai investor konservatif, Lo Kheng Hong dengan lantang mengatakan tidak akan melirik saham Bank Jago. Ia memilih untuk membeli saham bank dengan aset besar dan P/B yang kecil.

"Itu biarlah buat mainan orang saja. Saya enggak, karena saya adalah investor yang low risk high gain, bukannya yang high risk low gain,” kata Lo Kheng Hong.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini


Bukan Dividen, Ini yang Diincar Lo Kheng Hong dari Investasi Saham

Karyawan mengamati pergerakan harga saham di Profindo Sekuritas Indonesia, Jakarta, Senin (27/7/2020). Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup menguat 0,66% atau 33,67 poin ke level 5.116,66 pada perdagangan hari ini. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, dalam kegiatan investasi, orang umumnya akan mempertimbangkan imbal hasil yang diperoleh. Investasi saham dinilai menjadi instrumen yang paling cuan dibandingkan instrumen investasi lainnya. Namun, sudah rahasia publik, jika imbal hasil investasi yang besar, diikuti dengan risiko besar. Sebaliknya, investasi dengan risiko minim akan memberikan imbal hasil yang lebih kecil.

Adapun sumber keuntungan yang diperoleh dari instrumen ini, salah satunya dividen. Dividen merupakan pembagian laba yang akan diberikan perusahaan kepada para pemegang saham. Dividen itu berasal dari keuntungan yang diperoleh oleh perusahaan. Dividen terbagi dalam dua jenis, yaitu tunai dan saham.

Namun, ada juga perusahaan yang tidak membagikan dividen kepada pemegang saham walaupun mereka memperoleh laba. Umumnya perusahaan tersebut ingin ekspansi atau mengembangkan usaha. Biasanya hal ini dilakukan oleh perusahaan yang dalam tahap pengembangan.

Meski dividen ini kerap dinanti-nanti pelaku pasar, investor yang juga disebut Warren Buffett Indonesia, Lo Kheng Hong mnegatakan, dirinya bukan termasuk investor yang mengincar dividen. Menurut dia, Perusahaan yang tidak bagikan dividen justru memiliki struktur permodalan yang lebih kuat, dan dapat menunjang ekspansi Perusahaan kedepannya.

"Bagi saya perusahaan yang tidak bagikan dividen, tidak apa-apa. ketika tidak bagi dividen struktur permodalannya jadi tambah kuat,” kata dia dalam The First Indonesia Investor Summit, Sabtu, 26 Juni 2021.

Lo, begitu panggilan akrabnya, mengaku lebih tertarik untuk mencermati potensi capital gain dari sebuah saham. Lo sendiri dikenal dengan strategi investasinya ‘beli Mercy di harga Avanza’. Artinya, Lo akan lebih tertarik dengan saham murah, namun secara fundamental masih kuat, dengan asumsi akan mencatatkan kenaikan di kemudian hari. Untuk pilihan sektor, LO lebih banyak menanamkan investasinya di sektor komoditas.

"Memang perusahaan enggak bagi dividen sesuatu yang negatif? tidak. Dengan tidak bagi dividen, ekuitasnya jadi tambah kuat, company jadi tumbuh cepat… Jadi saya bukan orang yang orientasi dividen,” kata Lo.

Capital gain (kenaikan harga saham) merupakan keuntungan yang diberikan oleh perusahaan kepada pemegang saham dari hasil selisih harga beli dan harga jual saham. Jadi, harga jual harus lebih tinggi ketimbang harga beli. Capital gain umumnya terbentuk karena adanya aktivitas perdagangan di bursa efek.

Contohnya, jika Anda membeli saham A yang harga per lembarnya sebesar Rp 3.000. Kemudian Anda menjualnya di angka Rp 4.000 per lembar. Berarti Anda akan mendapatkan capital gain sebesar Rp 1.000 per lembarnya.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya