Liputan6.com, Jakarta Seperti diketahui bahwa WHO, UNICEF, GAVI dan CEPI menyelenggarakan program COVAX yang bertujuan membantu ketersediaan vaksin COVID-19 bagi negara yang membutuhkan.
Advertisement
Dalam mekanismenya, setelah draft awal pembagian vaksin disusun, maka akan diberikan ke suatu grup independen internasional yang terdiri dari 12 orang, yang disebut Independent Allocation Vaccine Group (IAVG).
Anggota IAVG bersifat independen, tidak mewakili negara atau institusi tertentu, dan dipilih berdasarkan pengalaman dan kepakarannya. Walaupun tidak mewakili negara, pada dasarnya ada juga keseimbangan antar benua, dan anggota dari Asia adalah saya dari Indonesia dan ada pakar dari 3 negara Asia lain, yaitu Jepang, Singapura dan India.
Tentu ada anggota dari kawasan Eropa, Amerika dan Afrika, serta juga Ketua Strategic Advisory Group of Experts on Immunization (SAGE) yang jadi salah seorang anggotanya. Kita tahu bahwa SAGE punya tugas amat penting dalam kebijakan semua jenis vaksinasi di dunia.
Sejauh ini IAVG sudah memvalidasi pemberian vaksin AstraZeneca ke banyak negara, termasuk ke Indonesia yang juga sudah digunakan di negara kita. Dalam minggu mendatang diperkirakan akan ada rapat kembali untuk membahas validasi pembagian vaksin Pfizer, dimana Indonesia juga jadi salah satu calon penerimanya sekiranya segala prosedur berjalan dengan baik.
Pada Jumat, 25 Juni 2021 kami 12 orang anggota IAVG bertemu secara virtual dengan pimpinan tertinggi WHO, yaitu Direktur Jenderal WHO Dr Tedros yang didampingi beberapa pimpinan organisasi itu. Walaupun grup ini independen dan tidak mewakili negara tapi ketika saya bicara maka saya angkat tentang kebutuhan vaksin Indonesia. Saya sampaikan juga perkembangan kasus yang meningkat.
Tentu saya menyampaikannya secara diplomatis dan membawa juga data negara lain di kawasan WHO Asia Tenggara, termasuk beberapa negara yang sudah memberikan vaksin dosis pertama dan perlu dukungan untuk dosis kedua.
Dirjen WHO ternyata juga sudah mengetahui perkembangan kasus di negara kita. Secara spesifik Tedros menyebut tantangan yang dihadapi Indonesia. Dirjen WHO juga menyampaikan keadaan di beberapa negara lain, dan yang disebut antara lain adalah Vietnam dan beberapa negara Afrika.
Ketimpangan Vaksin Antarnegara di Dunia
Dalam diskusi selanjutnya maka mengemuka masalah yang lebih mendasar, yaitu ketimpangan vaksin antarnegara di dunia.
Ada negara-negara yang sudah dapat memvaksin sampai sekitar 50 persen penduduknya, sementara itu ada negara-negara lain yang bahkan belum menyentuh angka 5 persen dari yang ditargetkan.
Dirjen WHO sangat menyayangkan bahwa tidak cukup ada komitmen politik pada negara-negara yang punya banyak vaksin untuk membaginya ke negara lain yang amat membutuhkan, antara lain lewat mekanisme COVAX ini.
Dr Tedros menyampaikan bahwa peran IAVG tentu jadi berat karena tugasnya memvalidasi pembagian vaksin tetapi sumber pemasukan vaksin amatlah terbatas. Dirjen WHO bahkan menyebut bahwa ketimpangan kesempatan vaksin antara negara adalah masalah kemanusiaan dan membuat orang menjadi korban karena tidak mendapat vaksin yang diperlukannya.
Di akhir pertemuan, Dirjen WHO menghimbau kepada kami anggota IAVG untuk juga turut menyuarakan situasi ketimpangan ketersediaan vaksin ini, agar negara-negara yang membutuhkan mendapat vaksin COVID-19 yang mereka perlukan, dan tidak hanya tersedia dalam jumlah besar di beberapa negara saja di dunia. Dia tegaskan lagi bahwa ini adalah tanggung jawab kemanusiaan kita sebagai warga dunia.
Prof Tjandra Yoga Aditama
Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI/ Guru Besar FKUI
Mantan Direktur WHO Asia Tenggara dan Mantan Dirjen P2P & Ka Balitbangkes
Advertisement