Akar Masalah Transportasi Umum Perkotaan Tak Berkembang

Berdasarkan kajian Bappenas bersama Bank Dunia (2019), pangsa angkutan umum Jakarta, Bandung, Surabaya dan kota-kota lainnya rata-rata kurang dari 20 persen.

oleh Tira Santia diperbarui 27 Jun 2021, 13:00 WIB
Angkutan Metromini menunggu penumpang di Terminal Blok M, Jakarta, Jumat (12/4). Sebanyak 312 bus sedang yang akan bekerja sama dengan Jak Lingko didapat dari empat operator yaitu Metromini, Kopaja, Kopami, dan Koantas Bima. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Liputan6.com, Jakarta - Pengamat transportasi sekaligus Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat Djoko Setijowarno, mengatakan bahwa selama ini transportasi umum perkotaan sulit untuk berkembang. Hal ini karena keterbatasan kapasitas fiskal daerah untuk membangun sistem angkutan umum massal perkotaan.

Selain itu, transportasi umum perkotaan sulit untuk berkembang karena keterbatasan kewenangan lembaga daerah. "Keterbatasan kelembagaan atau otoritas yang mampu mengintegrasikan pengembangan transportasi perkotaan lintas administrasi dan lintas sistem angkutan di kawasan metropolitan," kata Djoko kepada Liputan6.com, Minggu (27/6/2021).

Djoko menjelaskan, berdasarkan kajian Bappenas bersama Bank Dunia (2019), pangsa angkutan umum Jakarta, Bandung, Surabaya dan kota-kota lainnya rata-rata kurang dari 20 persen. Kota Jakarta, Surabaya dan Bandung masuk dalam kota termacet di Asia.

"Kota Jakarta menduduki peringkat 10 dengan 53 persen tingkat kemacetan dibandingkan kondisi normal atau tidak macet di kota tersebut. Keterbatasan sistem angkutan umum massal menyebabkan kemacetan yang akhirnya berdampak pada kerugian ekonomi," ujarnya.

Sehingga akibat kemacetan, peningkatan 1 persen urbanisasi di Indonesia hanya berdampak pada peningkatan 1,4 persen PDB per kapita. Kerugian ekonomi akibat kemacetan lalu lintas di Jakarta mencapai Rp 65 triliun per tahun. Pada 5 wilayah metropolitan (Bandung, Surabaya, Medan, Semarang, Makassar) kerugian mencapai Rp 12 triliun per tahun.

Dia menilai saat ini, payung hukum untuk pembangunan proyek angkutan massal perkotaan termasuk dalam hal dukungan Pemerintah, masih belum menyeluruh atau bersifat untuk masing-masing proyek (arbitrary).

Hal itu terlihat dari dukungan pusat, misalnya, LRT Sumatera Selatan 100 persen, MRT Jakarta 49 persen, LRT Jabodebek berupa sinergi BUMN (PT Adhi Karya, PT Inka, dan PT Kereta Api Indonesia). Selain DKI Jakarta, tidak ada kota yang mampu membangun MRT dan LRT jika hanya mengandalkan APBD.

Oleh karena itu, "Untuk mengimplementasi kebijakan pengembangan angkutan umum massal perkotaan, diperlukan payung hukum berupa Peraturan Presiden (Perpres) terkait Pembangunan Sistem Angkutan Umum Massal Perkotaan," pungkasnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Menhub Bahas Pengembangan Angkutan Massal Masa Depan Saat di Medan

Pada Rabu, 23 Juni 2021, Menhub Budi Karya bersama Wakil Ketua DPR RI, Rachmat Gobel dan Bupati Gorontalo Utara, Indra Yasin memeriksa langsung kondisi Pelabuhan Anggrek, Gorontalo Utara.

Sebelumnya, Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi mengunjungi Stasiun Besar Kereta Api Medan bersama Gubernur Sumatera Utara (Sumut) Edy Rahmayadi dan Wali Kota Medan, Bobby Nasution.

Pengembangan angkutan massal untuk masa depan menjadi pembahasan dalam kunjungan itu. Usai meninjau kawasan Stasiun Besar Kereta Api Medan, Menhub menyampaikan bahwa dirinya memuji antusias Gubernur Sumut dan Wali Kota Medan untuk menjadikan angkutan massal sebagai angkutan masa depan.

Selain kereta api (KA), pihaknya juga menyinggung soal Lintas Rel Terpadu (LRT) dan Bus Rapid Transit (BRT) yang menjadi tujuan bersama. Hal itu menjadi salah satu alasan Menhub sengaja melihat fakta yang ada.

"Karena kami tadi disuksi, kalau hari biasa ini katanya macet sekali. Jadi mereka adalah orang yang konsen tentang angkutan massal, itu luar biasa sekali," kata Menhub Budi, Sabtu (29/5/2021).

Disebutkan Budi, khusus kereta api, transportasi ini adalah masa depan. Karena itu untuk jalur layang yang sekarang ada dua trek (rel), direncanakan menjadi enam trek. Sehingga ada jalur yang menuju Binjai dan Belawan.

Sehingga masyarakat dari dua tempat itu bisa langsung menuju Bandara Kualanamu, ditambah beberapa stasiun, sehingga kereta api menjadi pilihan masyarkat untuk bergerak dari satu tempat ke tempat lain.

"Kita juga sedang merencanakan LRT, dan World Bank (Bank Dunia) memilih Medan sebagai satu pilihan untuk dikembangkan. Kami akan finalisasi, tentu membangun LRT harus komplementari dengan jalur kereta yang ada. Jadi ada jurusan yang lain, sehingga angkutan moda dengan kereta api itu saling melengkapi," terang Menhub.

Untuk keberadaan BRT yang kini sudah berjalan, akan diupayakan pemberian tambahan bus. Mengingat informasi dari Wali Kota Medan, arus penumpang dari Belawan ke pusat kota cukup padat.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya