Wali Kota Bogor Bima Arya Usul Wilayah Jabodetabek Berlakukan WFH

Bima mengungkapkan salah satu klaster yang menyumbang kasus positif covid-19 di Kota Bogor adalah dari luar kota.

oleh Achmad Sudarno diperbarui 28 Jun 2021, 00:21 WIB
Wali kota Bogor Bima Arya (Putu Merta/Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta - Wali Kota Bogor Bima Arya mengusulkan kepada pemerintah pusat agar wilayah Jakarta, Bogor, Depok, dan Tangerang (Jabodetabek) memberlakukan work from home (WFH), mengingat salah satu klaster yang menyumbang kasus positif di Kota Bogor adalah dari luar kota.

"Klaster terbesar itu klaster keluarga dan luar kota. Jika didalami, klaster keluarga terpapar dari luar kota. Jadi saya tidak mungkin (melarang) warga Kota Bogor tidak ke Jakarta, tetapi memungkinkan bagi saya mengusulkan kepada pemerintah pusat agar Jabodetabek WFH," kata Bima Arya, Minggu (27/6/2021).

Total kasus konfirmasi di Kota Bogor hingga Minggu (27/6/2021) sebanyak 19.568 kasus, 336 di antaranya adalah tenaga kesehatan dan tenaga pendukung di rumah sakit atau fasilitas kesehatan (faskes).

"Saat ini total (nakes) yang terpapar 336 orang, ini kasus aktif persentase terus naik. Saat ini kita masih bisa dalam penanganan, tetapi jika nakes terus terpapar di rumah sakit dan keluarganya karena arus lonjakan kasus, lalu tidak ada langkah strategis, maka rumah sakit kita bisa lumpuh," paparnya.

Menurut Bima, bisa saja pihaknya merekrut tenaga kesehatan dari mahasiswa yang sudah lulus, tetapi hal itu harus memenuhi persyaratan surat tanda registrasi (STR) yang bis didapat dalam kurun waktu 3 bulan.

"Kita berpacu dengan waktu. Jadi kita mengantisipasi kelangkaan tenaga kesehatan dari sekarang dengan kebijakan yang ketat," kata Bima.

Kebijakan yang dimaksud Bima adalah pengetatan di tingkat yang lebih makro, bukan hanya di wilayah Bogor saja. Ia mengusulkan kebijakan yang lebih ketat di tingkat pusat.

Sebab, Bima menilai kebijakan PPKM yang saat ini tengah diterapkan masih belum efektif dan belum maksimal.

"PPKM tidak akan efektif apabila tidak bersamaan dengan pembatasan yang lebih ketat dalam kebijakan yang lebih makro. PPKM yang berjalan selama ini di wilayah tidak akan mampu untuk mengatasi persoalan ketika tidak diimbangi dengan kebijakan yang lebih tegas dan ketat di wilayah makro," imbuhnya.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:


Pemda Punya Kewenangan Terbatas

Bima Arya mengakui bahwa pemerintah daerah memiliki kewenangan yang terbatas dalam memperkuat kebijakan pembatasan tersebut. Sebab, apapun yang dilakukan tidak mungkin melakukan pembatasan jam operasional, jam kantor, dan lain-lain.

"Jadi tanpa instrumen kebijakan di tingkat nasional, maka kita akan sulit mengupayakan langkah-langkah yang masif dalam membatasi mobilitas warga," tambahnya.

Di sisi lain, Pemerintah Kota Bogor sudah melakukan beberapa langkah strategis. Misalnya, penambahan tempat tidur minimal 30 persen di seluruh rumah sakit.

"Insya Allah kita beberapa hari lagi akan melakukan aktivasi rumah sakit lapangan. Kemudian mengaktivasi pusat isolasi berbasis masyarakat di tiap kelurahan," terangnya.

Namun, Bima menegaskan bahwa hal tersebut tidak akan maksimal jika tidak diiringi dengan kebijakan yang lebih tegas dan lebih ketat dalam hal pembatasan aktivitas warga di tingkat yang lebih makro.

"Jadi saya kira memang pemerintah pusat harus berani mengambil langkah-langkah kebijakan yang lebih ketat. Mungkin tidak dipukul rata secara nasional, tapi bisa diberlakukan sesuai dengan kedaruratan wilayahnya," katanya.

Bima mencontohkan, misalnya pembatasan yang lebih ketat dilakukan di daerah Jabodetabek, pembatasan ketat di Bandung Raya. Kemudian di Gresik, Bangkalan, Mojokerto, Surabaya, ​Sidoarjo, dan Lamongan.

"Jadi sifatnya berbasiskan regional yang paling terdampak dengan status zona yang kebanyakan merah," pungkasnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya