Liputan6.com, Jakarta Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Aman B. Pulungan menyampaikan, komorbid yang tak terdeteksi membuat kematian anak akibat COVID-19 tinggi. Sebagaimana data IDAI, 1 dari 8 kasus COVID-19 adalah anak-anak.
Dari jumlah kasus tersebut, 3 sampai 5 persen anak di antaranya meninggal dunia akibat COVID-19 dan separuhnya adalah balita. Artinya, kematian paling tinggi akibat COVID-19 pada anak adalah balita (50 persen). Kemudian kematian pada kelompok usia 10-18 tahun, yaitu 30 persen.
Advertisement
"Anak juga bisa sakit dan meninggal karena COVID-19. Ini tergantung komorbid yang dimiliki anak. Ada yang berbeda antara komorbid anak dengan dewasa," jelas Aman saat konferensi pers pada Minggu, 27 Juni 2021.
"Salah satu komorbid pada anak, yakni malnutrisi, obesitas, kelainan bawaan cerebral palsy, dan tuberkulosis (TBC), yang kadang tidak terdeteksi. Jadi, akhirnya inilah (komorbid) yang memperberat tingginya angka kematian COVID-19 pada anak."
** #IngatPesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
#sudahdivaksintetap3m #vaksinmelindungikitasemua
Saksikan Video Menarik Berikut Ini:
Testing pada Anak Harus Digencarkan
Angka kematian COVID-19 pada anak di Indonesia, menurut Aman B. Pulungan, termasuk tertinggi. Ini karena pelayanan kesehatan tengah mengalami kesulitan.
Pasien COVID-19 yang membludak berimbas terhadap pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan berjalan kurang optimal. Selain itu, kesenjangan tes PCR antar daerah juga menyebabkan angka kematian anak akibat COVID-19 tinggi.
Saat ini tes PCR yang dilakukan di Indonesia hanya beberapa provinsi yang sesuai dengan ketentuan WHO.
"Jadi, jangan hemat-hemat PCR termasuk pada anak. Akhirnya, kasus COVID-19 ini tidak terdeteksi. Jika tidak dilakukan tes PCR pada anak, sementara mereka menunjukkan gejala, maka bahaya long COVID-19 akan mengancam," jelasnya.
"Sekitar empat hingga delapan bulan ke depan, anak bisa jadi akan merasa lemas, tidak bisa konsentrasi, nyeri, dan gejala long covid lainnya."
Oleh karena itu, testing pada anak-anak juga perlu digencarkan. "Anak juga bisa kena COVID-19," ingat Aman.
Advertisement