Erick Thohir: BUMN Bukan Monopoli Pasar, tapi Penyeimbang Swasta

Menteri BUMN Erick Thohir terus mendorong kinerja BUMN dalam bersaing di pasar terbuka bersama dengan perusahaan swasta

oleh Athika Rahma diperbarui 29 Jun 2021, 14:00 WIB
Ketua Pelaksana Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional Erick Thohir saat rapat kerja dengan Komisi IX DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (27/8/2020). Raker tersebut di antaranya membahas perkembangan tentang uji vaksin untuk COVID-19. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta Menteri BUMN Erick Thohir terus mendorong kinerja BUMN dalam bersaing di pasar terbuka bersama dengan perusahaan swasta dan perusahaan asing.

Erick bilang, BUMN adalah lokomotif ekonomi nasional yang masuk ke pasar terbuka bukan untuk memonopoli pasar, namun sebagai penyeimbang kekuatan swasta.

"Kita harus jadi lokomotif pembangunan, tapi harus memastikan perusahaan berjalan sehat sehingga kita bisa terus menggiatkan program yang dekat dengan rakyat bahkan berkontribusi untuk pemerintah seperti melalui deviden," ungkap Erick dalam peluncuran TADEX, Selasa (29/6/2021).

Erick mencontohkan, salah satu sektor BUMN yang menjalankan bisnis berkelanjutan di pasar terbuka ialah sektor perbankan, dimana bank-bank Himbara berhasil bersaing sehat dengan perusahaan swasta dan perusahaan asing untuk menyediakan layanan perbankan bagi masyarakat Indonesia.

"Kita nggak monopoli, namun berkompetisi secara sehat tanpa meninggalkan penugasan, misalnya bagaimana BUMN hadir untuk terus bantu UMKM," katanya.

Dalam peluncuran TADEX yang juga diinisasi oleh Telkom Group, Erick menekankan kepada para direksi dan komisaris yang hadir agar BUMN telekomunikasi dapat mengikuti jejak Himbara dalam persaingan di pasar terbuka.

"Yes, pasar terbuka ada persaingan pasar dengan (perusahaan) telekomunikasi lain, tapi itu lah market yang memang kita sudah sepakati. Saya menekankan, bagaimana Telkomsel harus bermetamorfosis, lalu juga menekankan Telkom jadi service company, dimana kita dukung backbone digitalisasinya, salah satunya dengan investasi di data center," pungkas Erick.

Dirinya dengan tegas menolak gagasan monopoli dalam bisnis BUMN karena tidak sesuai dengan fitrah BUMN sebagai penyeimbang dalam persaingan bisnis.

"Saya sangat menolak dengan gagasan individu atau perusahaan yang jadi 'winners take all', atau mengejar market untuk dimonopoli. Kita harus berusaha keras jadi kekuatan menyeimbangkan dengan membangun ekosistem," tandasnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Pengamat: BUMN yang Sakit Jadi Beban APBN

Gedung Kementerian BUMN (dok: Humas KBUMN)

Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) mengingatkan agar pemerintah memperhatikan kinerja BUMN yang kini sedang merugi.

Kepala Food Center Sustainable Food Development INDEF Abra Talattov mengatakan, sudah saatnya pemerintah menagih kontribusi BUMN dalam memberikan pendapatan negara bukan pajak (PNBP).

"Jangan sampai gara-gara pandemi ini, BUMN ini lagi-lagi mengeluarkan argumentasi, masyarakat harus memaklumi karena pandemi. Kita tidak boleh memberi toleransi terlalu besar untuk BUMN," ujarnya dalam diskusi online INDEF, Senin (28/6/2021).

Lebih lanjut, Abra menjelaskan kontribusi BUMN terhadap negara bahkan sebelum pandemi sudah merosot. Menurut data Kementerian BUMN, pendapatan BUMN turun dalam 3 tahun terakhir yaitu dari Rp 2.339 triliun pada 2018 menjadi Rp 1.600 triliun pada 2019 hingga menjadi Rp 1.200 triliun pada 2020.

Lalu, laba BUMN juga tercatat turun dari Rp 183 triliun pada 2018 menjadi Rp 124 triliun pada 2019 dan anjlok menjadi Rp 28 triliun pada 2020.

Aset BUMN juga sempat naik dari Rp 8.145 triliun pada 2018 menjadi Rp 8.739 triliun di 2019 namun kembali turun menjadi Rp 8.400 triliun di 2020.

"Jadi ini sorotan bagi kita, bahwa kinerja BUMN akan mempengaruhi kinerja APBN dan mempengaruhi beban rakyat. Kalau BUMN semakin sakit dan jadi beban buat APBN, akan jadi beban buat rakyat," katanya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya