Liputan6.com, Jakarta Kekerasan seksual dapat terjadi di berbagai lapisan, mulai dari relasi personal hingga ranah komunitas. Tindakan ini turut memunculkan beberapa dampak terhadap korban kekerasan seksual.
Theresia Iswarini selaku Komisioner Komnas Perempuan 2020--2024 menyampaikan, terdapat tiga aspek dampak kekerasan seksual terhadap korban, yakni psikologis, fisik, dan sosial. Dikatakannya, dampak psikologis tidak cepat diketahui, baik orang lain bahkan korban sendiri.
"Misalnya adalah gangguan jiwa, depresi, gangguan kepribadian, gangguan psikotik, gangguan panik, trauma, insomnia, gejala-gejala gangguan yang menyebabkan tidak mampu menjadi dirinya sendiri adalah gangguan jiwa yang tampak sekali pada korban," kata Theresia dalam Webinar Yayasan Pulih bersama The Body Shop Indonesia, Selasa (29/6/2021).
Baca Juga
Advertisement
Dampak psikologis bagi korban kekerasan seksual lainnya, juga adanya tekanan psikologis serta disosiasi atau ketidakmampuan korban untuk menempatkan hal yang sebenarnya baik untuk diri. Ada pula gejala gangguan stres pasca-trauma dan perilaku menyakiti diri sendiri.
"Lalu pikiran bunuh diri dan dorongan untuk mengakhiri hidup, melakukan penyalahgunaan narkoba dan alkohol, ruang untuk dia lari dari fakta yang dihadapai. Kemungkinan terjerat masuk ke ruang prostitusi dan perdagangan orang," tambahnya.
Theresia melanjutkan, ada beberapa studi yang memperlihatkan para perempuan yang dilacurkan ternyata memiliki latar belakang kekerasan seksual. Selain itu, ada pula dampak fisik pada korban kekerasan seksual.
"Eating and sleep disorder, jadi ini juga dikontribusi dari dampak-dampak psikis sebenarnya, disabilitas pekerjaan (yakni) ketidakmampuan dia masuk dalam ruang-ruang kerja dan perlu ada upaya lebih," kata Theresia soal dampak fisik pada korban kekerasan seksual.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Dampak Fisik hingga Sosial
Dampak fisik lainnya penyakit dan nyeri kronis, penyakit menular seksual (PMS), seperti clamidia, herpes, termasuk HIV, lalu infeksi atau pendarahan pada vagina atau anus, peradangan pada vagina, hingga nyeri saat berhubungan seksual.
"Pada pemerkosaan oral, sakit tenggorokan ataupun luka pada area mulut. Ini juga saya temukan pada saat penelitian beberapa tahun lalu, 2004--2005, lidah dari korban menjadi hitam," jelasnya.
Kemudian gangguan hasrat seksual hipoaktif, yaitu keengganan ekstrem untuk berhubungan seksual atau bahkan menghindari semua kontak seksual, perilaku seksual berisiko tinggi, seperti berhubungan seks tanpa kondom ataupun dengan banyak pasangan. Ada pula komplikasi ginekologis dan perinatal, risiko kehamilan yang tidak diinginkan hingga kematian.
"Lalu ada dampak sosial, mendapat stigma dan dikucilkan dari masyarakat dan ini yang paling telat disadari karena sering kali kita melihat korban biasanya mengucilkan dirinya sendiri, tapi kemudian masyarakat mengeluarkan stigma yang menyebabkan korban semakin terpuruk," ungkapnya.
Advertisement
Tahapan Dampak
Tahapan dampak setiap individu berbeda, mengingat konteks dan derajat keparahan yang berbeda. "Tapi saya membuat dua layer dalah dampak yang langsung dialami, lalu ada dampak lanjutan," kata Theresia
"(Dampak yang langsung dialami) misalnya dampak fisiknya yang paling ketahuan langsung dan ini harus segera ditangani oleh dokter, biasanya para korban perkosaan misalnya mereka akan langsung diberikan obat untuk mengantisipasi kehamilan yang tidak diinginkan, kemudian dicek kemungkinan penyakit menular seksual," tambahnya.
Dikatakan Theresia, dampak psikis biasanya korban akan menutup diri, memiliki ketakutan dan kekhawatiran yang sangat intens. Juga merasa dirinya tidak berharga, dan kecenderungan menyakiti diri sendiri.
"Untuk dampak lanjutannya memang gradually, tergantung pada masing-masing orang, tapi kelihatan nanti dampak fisiknya dia memiliki problem-problem rendah diri, merasa bersalah, mengalami problem berkaitan dengan bulimia misalnya, dan juga insomnia," tambahnya.
Tarik Ulur RUU Penghapusan Kekerasan Seksual
Advertisement