Liputan6.com, Jakarta Presiden Joko Widodo merespons kritik yang disampaikan mahasiswa yang tergabung di Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI). Jokowi menyebut kritik soal King of Lip Service tersebut biasa saja.
"Saya kira ini bentuk ekspresi mahasiswa. dan ini negara demokrasi, dan kritik itu boleh-boleh saja. Saya kira biasa saja," kata Jokowi dalam keterangan pers berupa rekaman video yang diterima wartawan, Selasa (29/6/2021).
Advertisement
Kritik tersebut, Jokowi menegaskan, tidak boleh dihalangi oleh pihak universitas. Karena kritik mahasiswa adalah bagian dari penyampaian pendapat dan ekspresi.
"Universitas tidak perlu menghalangi mahasiswa untuk bereskpresi,"tegas Jokowi.
Kendati demikian, mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut mengingatkan tentang budaya tatakrama masyarakat timur.
"Ingat kita ini memiliki budaya tatakrama, budaya kesopan santunan," kata Jokowi.
Kampus jadi Petugas Politik
Pengamat Politik Ray Rangkuti menilai, pemanggilan jajaran Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) oleh pihak rektorat terkait meme Jokowi: The King of Lip Service merupakan tindakan yang berlebihan. Sikap rektorat Universitas Indonesia dinilai tidak mencerminkan lembaga akademis.
"Kampus berdiri memastikan bahwa kebebasan berpikir dan berpendapat adalah yang utama, lainnya adalah berikutnya. Jadi, pemanggilan itu seperti menjadikan kampus petugas politik dibandingkan petugas bagi terjaminnya kebebasan berpendapat. Tentu hal ini disayangkan," ujar Ray kepada Liputan6.com, Selasa (29/6/2021).
Menurut Ray, pemanggilan BEM UI itu tidak tepat. Apalagi disebutkan untuk memberi penjelasan. Ia mengatakan, hal itu seperti bahasa "penguasa" dengan yang "dikuasai". Bukan bahasa akademis yang sepatutnya berkembang di dalam dunia kampus.
"Berdialog atau berdiskusi adalah bahasa ajakan yang tepat. Dengan begitu, penghormatan atas perbedaan pandangan, kebebasan berpendapat tetap terjamin," kata dia.
Dia mengatakan, fungsi utama kampus, yakni menyuburkan kebebasan berpendapat, menumbuhkan kritisisme, dan alur berpikir yang rasional. "Mereka harus jadi petugas bagi terselenggaranya kebebasan akademik. Bukan sebaliknya, menjadi petugas pengamanan berpikir dan berkreasi," jelas Ray.
Advertisement
Rektor Rangkap Komisaris BUMN
Belakangan diketahui ternyata Rektor UI Ari Kuncoro menjabat sebagai Wakil Komisaris Utama Bank Rakyat Indonesia (BRI).
Hal ini diungkap mantan aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz dalam unggahan di akun Twitter pribadinya.
"Rektor UI, Prof Ari Kuncoro itu Wakil Komisaris Utama BRI. Sebelumnya Komut BNI. Jadi paham kan kenapa pimpinan UI itu sangat sensitif dengan isu yg berkaitan dengan penguasa ? @BEMUI_Official tetaplah tegak #BEMUI," cuit Donal seperti dikutip pada Selasa (29/6/2021).
Hal ini juga dipastikan dalam laman resmi BRI yang menunjukkan bahwa alumnus Brown University, Amerika Serikat (AS) itu telah menjabat wakil komisari utama BRI sejak 2020 silam. Sampai saat ini Ari masih aktif menduduki posisi tersebut.
Liputan6.com berusaha mengontak pihak BRI melalui pesan singkat dan telepon, namun hingga saa ini pihak BRI masih bergeming.
Kritik Berbalas Peretasan
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid menyesalkan aksi peretasan terhadap akun media sosial beberapa pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) yang merupakan buntut unggahan meme Jokowi: The King of Lip Service.
Menurut dia, meme yang diterbitkan BEM UI melalui akun media sosialnya itu merupakan sebuah bentuk kritik mahasiswa kepada pemerintah. Untuk itu tidak semestinya kritik mendapatkan intimidasi apalagi sampai teror berupa peretasan.
"Kritik dari mahasiswa terhadap pemerintah adalah bagian krusial dari kehidupan warga dalam berekspresi dan berpendapat. Tanggapan kritis seperti ini seharusnya mendapat dukungan, bukannya diminta dihapus oleh universitas atau mendapat pembalasan seperti peretasan," ucap Usman dalam keterangannya, Selasa (29/6/2021).
Mantan Aktivis 98 ini berpendapat, dugaan peretasan yang dialami beberapa aktivis mahasiswa dan pengurus BEM UI juga merupakan bagian dari pembungkaman kritik yang dapat melanggar hak atas kemerdekaan untuk berekspresi dan berpendapat.
Dia mengatakan, jika Presiden Joko Widodo atau Jokowi tidak ingin dicap sebagai "King of Lip Service", maka harus menunjukkan ucapannya dengan komitmen nyata berupa kebijakan yang melindungi dan menjamin kemerdekaan berekspresi dan berpendapat. Termasuk melindungi mereka yang berbeda pandangan politik dengan pemerintah.
"Pemerintah juga harus memastikan bahwa aparat penegak hukum mengusut kasus ini secara transparan, akuntabel, dan jelas. Semua pelaku peretasan wajib diproses dengan adil, transparan, independen, dan dijatuhkan hukuman sesuai dengan undang-undang yang berlaku berdasarkan bukti yang cukup," pungkas Usman Hamid.
Advertisement