Liputan6.com, London - Sebuah studi kecil menunjukkan vaksin Moderna dan Pfizer kemungkinan akan memberikan perlindungan terhadap virus Corona selama bertahun-tahun, selama virus penyebab COVID-19 tersebut tak berkembang secara signifikan.
Situs berita sains Live Science pada Selasa, 29 Juni 2021, melaporkan bahwa tingkat perlindungan vaksin Corona buatan Moderna Inc dan Pfizer-BioNtech tergantung pada seberapa banyak dan seberapa cepat virus Corona berevolusi, serta seberapa kuat berbagai jenis vaksin dalam memacu respons kekebalan yang bertahan lama.
Advertisement
Baik vaksin Moderna maupun vaksin Pfizer sama-sama menggunakan platform yang relatif baru yang dikenal sebagai messenger RNA (mRNA) untuk melatih sistem kekebalan melawan SARS-CoV-2, virus yang menyebabkan COVID-19.
Sementara vaksin mRNA telah jauh melampaui harapan para ahli dan telah menunjukkan kemanjuran tinggi dalam melindungi orang dari penularan virus Corona, termasuk variannya yang beredar saat ini. Hanya saja berapa lama perlindungan ini akan bertahan masih belum jelas.
Oleh sebab itu, sekelompok ahli pun melakukan penelitian dengan melibatkan 41 peserta yang telah menerima dua dosis vaksin Pfizer, dan delapan orang di antaranya adalah penyintas COVID-19.
Simak Video Berikut Ini
Penelitian Terhadap Vaksin Moderna dan Pfizer yang Disebut Memberikan Perlindungan Bertahun-tahun
Dalam penelitiannya, para peneliti mengumpulkan sampel darah pada awal penelitian, dan kemudian, tiga, empat, lima, tujuh, dan 15 minggu setelah para peserta menerima dosis pertama vaksin Pfizer.
Konsisten dengan penelitian sebelumnya, para peneliti menemukan bahwa vaksin mRNA menginduksi respons antibodi yang kuat dan respons itu bahkan lebih kuat pada orang yang telah pulih dari COVID-19 bergejala ringan sebelum divaksinasi.
Tim juga mengumpulkan sampel kelenjar getah bening dalam rentang waktu yang sama dari 14 orang, yang sebelumnya tidak ada yang terinfeksi virus Corona.
Menanggapi infeksi dan vaksinasi, struktur molekul sekilas yang dikenal sebagai 'pusat germinal' terbentuk di dalam kelenjar getah bening, kelenjar yang menahan sel sistem kekebalan dan biasanya membengkak sebagai respons terhadap infeksi.
Pada orang yang pernah terkena COVID-19, struktur ini terbentuk di kelenjar getah bening paru-paru, yang sulit diakses, sedangkan vaksin biasanya memacu produksinya di ketiak, yang lebih mudah diakses.
"Anda dapat menganggap mereka sebagai camp pelatihan kami untuk sel-sel kekebalan," kata penulis senior sekaligus ahli imunologi di Fakultas Kedokteran Universitas Washington di St Louis, Ali Ellebedy.
Struktur tersebut, kata Ali, melatih jenis sel kekebalan yang dikenal sebagai sel B selama berminggu-minggu dan berbulan-bulan untuk mengikat lebih baik pada patogen---dalam hal ini adalah SARS-CoV-2.
Proses tersebut menciptakan sel kekebalan yang sangat terlatih, beberapa di antaranya adalah sel memori yang akan mengingat virus dalam jangka panjang.
Tidak banyak yang diketahui tentang berapa lama 'camp pelatihan' ini bertahan di dalam kelenjar getah bening pada manusia. Sementara penelitian pada hewan, Ali, mengatakan, telah menunjukkan bahwa mereka biasanya hanya bertahan beberapa minggu.
Namun, dalam studi baru, Ali dan timnya menemukan sesuatu yang mengejutkan. Pada sebagian besar peserta yang menerima vaksin, pusat germinal mereka terus aktif, melatih sel-sel kekebalan yang kuat ini setidaknya selama 15 minggu setelah dosis pertama.
Advertisement
Penjelasan Peneliti
Ketika upaya vaksinasi COVID-19 besar-besaran terus dilakukan di seluruh dunia, masih muncul pertanyaan tentang seberapa hebat vaksin Corona memproteksi dalam jangka panjang, dan apakah suntikan booster masih diperlukan?
Beberapa vaksin untuk virus lain, seperti influenza, hanya memberikan perlindungan sementara dan perlu diperbarui setiap tahun. Akan tetapi vaksin yang lain, seperti vaksin MMR untuk campak , gondok, dan rubella mampu memberikan perlindungan seumur hidup.
Bagaimana dengan vaksin Moderna dan vaksin Pfizer?
Menurut Ali, karena respons pusat germinal berlangsung selama berbulan-bulan, kemungkinan akan menghasilkan banyak sel memori yang akan bertahan selama bertahun-tahun. Dan, beberapa dari sel memori ini, kemungkinan akan membangun diri mereka sendiri di dalam sumsum tulang dan menghasilkan antibodi seumur hidup. Ellebedy mengatakan kepada Live Science.
"Itu 'sangat menjanjikan' tetapi tidak berarti orang tidak membutuhkan suntikan booster," kata Ali kepada Live Science.
Sebaliknya, lanjut Ali, kebutuhan akan suntikan booster akan tergantung pada seberapa banyak virus berevolusi dan apakah sel yang diproduksi pusat germinal cukup kuat untuk menangani varian yang berbeda secara signifikan.
Selain itu, tidak semua orang menghasilkan respons imun kuat yang sama. Beberapa orang, seperti mereka yang memiliki sistem kekebalan yang tertekan, kemungkinan akan membutuhkan suntikan penguat.
“Penelitian ini, seperti penelitian sebelumnya, menegaskan bahwa vaksin menimbulkan reaksi yang tepat dari sistem kekebalan dan kekebalan yang tahan lama sedang dibuat,” kata Spesialis Penyakit Menular dan Sarjana Senior di Johns Hopkins, Dr. Amesh Adalja.
Amesh, yang tidak terlibat dalam studi baru, setuju bahwa masih terlalu dini untuk membahas apakah kita akan membutuhkan suntikan booster.
"Jika sebagian besar dari orang yang divaksinasi lengkap tertular infeksi terobosan yang membuat mereka dirawat di rumah sakit, itu adalah ambang batas untuk vaksinasi booster," katanya kepada Live Science
Infografis Berisiko Penularan Covid-19, Hindari 3 Kondisi Tempat Ini
Advertisement