Liputan6.com, Makassar - Tim Penyidik Bidang Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel) melimpahkan berkas, barang bukti serta para tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi penyalahgunaan kewenangan dalam penerbitan sertifikat di kawasan Hutan Produksi Terbatas Mapongka tahun 2005- 2012 ke Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Tana Toraja.
Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sulsel, Idil mengatakan perkara Hutan Mapongka yang berlokasi di Kecamatan Mengkendek, Kabupaten Tana Toraja itu telah berstatus P-21 (rampung).
"Kemarin (Rabu 30 Juni 2021) tim penyidik lakukan tahap dua. Berkas, barang bukti dan para tersangka sudah diserahkan ke JPU Kejari Tana Toraja," ucap Idil, Kamis (1/7/2021).
Selanjutnya, kata dia, JPU Kejari Tana Toraja berupaya merampungkan berkas dakwaan agar perkara Hutan Mapongka tersebut segera dilimpahkan kembali ke Pengadilan Tipikor Negeri Makassar untuk disidangkan.
"Tanggung jawab perkara selanjutnya sudah berada di JPU Kejari Tana Toraja," jelas Idil.
Baca Juga
Advertisement
Diketahui, dalam perkara dugaan korupsi penyalahgunaan kewenangan dalam penerbitan sertifikat di kawasan Hutan Produksi Terbatas Mapongka tahun 2005- 2012 terdapat dua orang tersangka.
Keduanya masing-masing inisial MA selaku Kepala Seksi Hak-Hak atas Tanah sekaligus sebagai Ketua Panitia A dan inisial A selaku Kepala Seksi Pengukuran dan Pendaftaran Tanah Kantor Pertanahan Kabupaten Tana Toraja sekaligus sebagai Panitia Pemeriksaan Tanah (Panitia A).
Berdasarkan audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) tepatnya audit bernomor SR-150/PW21/5/2021 tanggal 20 April 2021, di mana kegiatan yang dilakoni kedua tersangka tersebut, ditaksir menimbulkan kerugian keuangan negara sebesar Rp9. 592. 034. 841,23.
Akibat perbuatannya, dua tersangka dalam kasus penerbitan sertifikat di kawasan Hutan Produksi Terbatas tersebut diancam pidana dengan Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang No 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-Undang No 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP Subsidair Pasal 3 Undang-Undang No 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-Undang No 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Perjalanan Kasus
Kejati Sulsel awalnya membuka penyelidikan kasus Hutan Mapongka setelah mendapat kabar adanya penerbitan sertifikat tanah di kawasan hutan yang merupakan akses jalan masuk menuju Bandara Buntu Kunik, Kabupaten Tana Toraja.
Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel) yang saat itu dijabat oleh Firdaus Dewilmar kemudian memerintahkan tim intelijen Kejati Sulsel melakukan pengumpulan data (puldata) dan pengumpulan bahan keterangan (pulbaket) sekaligus melakukan klarifikasi kepada semua pihak terkait diantaranya pihak pemerintahan desa, kecamatan, pemerintah kabupaten hingga Badan Pertanahan Nasional (BPN) setempat.
Ia mengatakan akses jalan menuju Bandara baru Toraja hingga saat ini masih berstatus kawasan hutan sehingga dengan adanya penerbitan sertifikat hak milik di area tersebut, kata dia, berarti telah mengubah status kawasan hutan menjadi kawasan bukan hutan.
"Nah kita akan dalami ini karena merubah status kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan adalah wewenang pemerintah, dalam hal ini adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kehutanan," terang Firdaus saat itu.
Ia mengaku tak ingin terburu-buru menyimpulkan dugaan motif di balik penerbitan sertifikat itu kaitannya dengan ganti rugi pembebasan lahan.
"Makanya kita dalami dulu kebenaran sertifikat yang dimaksud. Jangan sampai dibayarkan dan belakangan diketahui hal itu tidak benar alias sertifikat palsu atau tidak sesuai dengan prosedur. Itu jelas merugikan negara dan tentu kita tindak tegas," kata Firdaus saat itu.
Setelah tim Intelijen Kejati Sulsel merampungkan puldata dan pulbaket sekaligus klarifikasi masing-masing pihak, penyelidikan perkara lalu diserahkan ke bidang pidana khusus Kejati Sulsel.
Tim penyidik Pidsus Kejati Sulsel selanjutnya turun kembali melakukan puldata dan pulbaket bersama tim Dinas Kehutanan Sulsel, Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) Wilayah VII Makassar, Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Sulawesi, Balai Litbang Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan di kawasan Hutan Mapongka, Kamis 25 Juni 2020.
Dari hasil puldata dan pulbaket di lapangan, tim menemukan 36 sertifikat dari total 39 sertifikat yang dikumpulkan dari oknum warga yang mengklaim kawasan Hutan Mapongka itu, dipastikan berada dalam kawasan hutan. Sementara, tiga objek sertifikat lainnya masih akan dikaji lebih lanjut oleh tim BPKH kala itu, apakah juga berada dalam kawasan hutan yang dimaksud atau tidak.
"Karena lokasi dari tiga objek sertifikat itu berada di pinggir kawasan Hutan Mapongka," kata Kadis Kehutanan Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) Andi Parenrengi yang turut ikut dalam peninjauan lokasi dengan tim Kejati Sulsel.
Andi Parenrengi juga membeberkan bahwa terdapat beberapa sertifikat yang dimiliki warga terbit melalui program prona.
“Pengalihan fungsi hutan itu cukup ketat dan kawasan Hutan Mapongka yang mendapat izin dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk dialihfungsikan baru lokasi Pramuka dan jalan masuk ke Bandara Toraja,” terang Andi Parenrengi saat itu.
Tak hanya itu, dalam proses penyelidikan kasus Hutan produktif Terbatas Mapongka tersebut, Penyelidik Pidsus Kejati Sulsel juga telah memeriksa Wakil Bupati (Wabup) Tana Toraja, Victor Datuan Batara.
Pemeriksaan Victor dibutuhkan untuk menerangkan duduk perkara kasus dugaan peralihan kawasan Hutan Produktif Terbatas Mapongka tersebut.
"Saya sudah diambil keterangan oleh penyidik soal itu," kata Victor saat itu.
Ia mengatakan terkait kasus yang dimaksud di sisi lain agak susah dijelaskan karena sudah ada sebagian masyarakat yang telah memiliki sertifikat di dalam kawasan Hutan Produktif Terbatas Mapongka itu.
Kawasan Hutan Mapongka, kata dia, jauh sebelumnya telah turun-temurun dikuasai oleh hak wilayah adat. Nanti pada tahun 1993, Kementerian Kehutanan menerbitkan Surat Keputusan (SK) terkait kawasan Hutan Mapongka sebagai hutan produktif terbatas.
"Dari dasar hak wilayah adat itulah sebagian warga mendapatkan sertifikat," ungkap Victor saat itu.
Pemerintah Kabupaten Tana Toraja juga, kata dia, pernah mengajukan pembebasan seluruh kawasan Hutan Produktif Terbatas Mapongka kepada Kementerian Kehutanan. Namun yang disetujui hanya 103 Ha.
"103 Ha telah dikeluarkan dari status kawasan hutan produktif Mapongka. Itulah yang kita pecah-pecah mana yang dijadikan area pemukiman, lahan perkebunan, fasilitas umum diantaranya markas Kodim, Brimob, BMKG dan lainnya. Yah termasuk area jalan menuju Bandara Toraja itu," terang Victor saat itu.
Advertisement