Usulan Skema Baru Penanganan COVID-19 di Singapura, Turis Bebas dari Karantina

Skema penanganan COVID-19 di Singapura ini disebut jadi "cara hidup berdampingan dengan virus corona baru."

oleh Asnida Riani diperbarui 02 Jul 2021, 10:08 WIB
Ilustrasi Singapura. (dok. Victor He/Unsplash)

Liputan6.com, Jakarta - Di tengah pembatasan yang dilakukan negara-negara Asia Pasifik untuk mengekang potensi wabah COVID-19 varian Delta, Singapura menetapkan visi baru agar "kehidupan kembali normal." Road map usulan tiga anggota gugus tugas COVID-19 Singapura akan menghapus penguncian dan pelacakan kontak massal, lapor CNN, Kamis (1/7/2021).

Skema itu juga diklaim bisa mewujudkan perjalanan bebas karantina dan dimulainya kembali pertemuan besar. Negeri Singa juga dikatakan akan berhenti menghitung kasus COVID-19 setiap hari. Proposal tersebut merupakan tandingan model "transmisi nol" yang diadopsi beberapa negara dan wilayah.

Metode tersebut dinilai hampir tidak mungkin dipertahankan karena varian baru menyebar dan tidak bisa diterapkan dalam jangka panjang. Sebaliknya, mereka mengatakan hidup berdampingan dengan COVID-19 bisa dilakukan.

"Kabar buruknya adalah COVID-19 mungkin tidak akan pernah hilang. Kabar baiknya, kita mungkin bisa hidup normal dengannya," kata Menteri Perdagangan Singapura, Gan Kim Yong, Menteri Keuangan Lawrence Wong, dan Menteri Kesehatan Ong Ye Kung, lapor Straits Times.

"Kita dapat mengubah pandemi jadi sesuatu yang tidak terlalu mengancam, seperti influenza atau cacar air, dan melanjutkan hidup kita," kata mereka. 

Skema ini kemudian disebut sebagai "rencana berani yang dapat jadi contoh bagi negara-negara lain yang ingin kembali ke kehidupan normal dan melanjutkan perjalanan, serta pariwisata."

Kunci penerapannya adalah tingkat vaksinasi COVID-19 yang tinggi dan Singapura berada di jalur yang tepat. Dua per tiga populasinya telah menerima setidaknya dosis vaksin pertama mereka pada awal Juli.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Tes COVID-19 dengan Hasil Lebih Cepat

Para wisatawan mengunjungi Taman Merlion di Singapura pada 6 Maret 2020. Tempat-tempat wisata utama di Singapura sepi dari turis di tengah epidemi virus corona COVID-19. (Xinhua/Then Chih Wey)

Ketiga menteri Singapura itu menyatakan, vaksin sangat efektif dalam mengurangi risiko infeksi sekaligus penularan. "Bahkan jika Anda terinfeksi, vaksin akan membantu mencegah gejala COVID-19 yang parah," ucap mereka.

Karena semakin banyak orang yang divaksinasi, cara Singapura memantau jumlah infeksi COVID-19 setiap hari akan berubah. Mengikuti jalur yang mirip dengan cara melacak infeksi influenza, pihaknya akan memantau mereka yang jatuh sakit parah atau berapa banyak yang berada di unit perawatan intensif.

"Kami tidak akan terlalu khawatir dengan sistem perawatan kesehatan yang kewalahan," kata mereka. Dengan varian baru yang berpotensi lebih menular, para menteri mengatakan suntikan booster mungkin diperlukan di masa depan dan menyarankan "program vaksinasi multi-tahun" dibuat.

Sementara pengujian dan pengawasan masih diperlukan, mereka mengusulkan untuk menguji dalam skenario tertentu, seperti menjelang acara sosial besar atau saat kembali dari luar negeri, daripada melacak dan mengarantina kontak dekat.

Untuk melakukan ini, para menteri mengatakan, metode pengujian yang lebih cepat dan lebih mudah akan diluncurkan karena hasil tes PCR membutuhkan waktu terlalu lama. Metode alternatifnya termasuk breathalyser yang memakan waktu sekitar satu sampai dua menit untuk menunjukkan hasil tes.


Dorongan Tanggung Jawab Sosial

Seorang pengunjung, yang mengenakan masker pelindung di tengah kekhawatiran tentang penyebaran Virus Corona COVID-19, berjalan di sepanjang Merlion Park di Singapura pada 17 Februari 2020. (Roslan RAHMAN / AFP)

Para menteri mengatakan, warga akan didesak untuk mempraktikkan "tanggung jawab sosial," seperti kebersihan yang baik dan menjauhi keramaian ketika merasa tidak sehat untuk mengurangi tingkat penularan. "Dengan vaksinasi, tes, pengobatan, dan tanggung jawab sosial, bisa berarti dalam waktu dekat, ketika seseorang terkena COVID-19, respons kami bisa sangat berbeda dari sekarang," ungkap mereka.

Singapura dianggap sebagai "kisah sukses" dalam mengendalikan virus dengan kontrol perbatasan yang ketat, karantina, pelacakan kontak, serta aturan tentang pertemuan sosial dan pemakaian masker. Itu berhasil menahan gelombang wabah sebelumnya, termasuk puncak kasus pada April tahun lalu.

Pada Mei kemarin, klaster karyawan Bandara Changi telah mendorong pembatasan yang lebih ketat. Negara berpenduduk 5,7 juta orang itu rata-rata mengalami sekitar 18 kasus sehari dalam sebulan terakhir dan mencatat 36 kematian sejak pandemi dimulai, menurut Universitas Johns Hopkins.


Infografis Cara Pakai Masker Dobel yang Benar

Infografis Cara Pakai Masker Dobel yang Benar (Liputan6.com/Abdillah)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya