Liputan6.com, Jakarta - Runtuhnya pariwisata internasional akibat pandemi corona Covid-19 merugikan ekonomi global sebesar Rp38,8 triliun tahun ini. Distribusi vaksin yang tidak merata menghancurkan negara-negara berkembang yang sangat bergantung pada kunjungan wisatawan asing.
Dalam sebuah laporan yang diterbitkan Rabu, 30 Juni 2021, Konferensi Perdagangan dan Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNCTAD) mengatakan bahwa meski makin banyak populasi dunia yang divaksinasi, dampak ekonomi dari pandemi terhadap pariwisata ternyata lebih parah daripada prediksi terburuknya 12 bulan yang lalu.
Baca Juga
Advertisement
Studi ini menyoroti betapa mahalnya ketidaksetaraan vaksin bagi ekonomi dunia. Kerugian di sektor pariwisata tahun ini saja dikalkukasi mencapai antara 1,7 triliun dolar AS atau Rp24 triliun hingga 2,4 triliun dolar AS atau Rp34 triliun. Hal itu terjadi meski diperkirakan terjadi peningkatan dalam perjalanan di negara-negara seperti Prancis, Jerman, Inggris, dan Amerika Serikat.
Negara berkembang berkontribusi pada tingginya kerugian Pendapat Domestik Bruto (PDB) global. Angkanya mencapai 60 persen atau sebanyak 1,4 triliun dolar AS atau Rp20,3 triliun tahun ini, menurut laporan yang diluncurkan bersama dengan Organisasi Pariwisata Dunia PBB (UNWTO).
Merosotnya pariwisata dapat merugikan ekonomi dunia sebanyak 4,8 triliun dolar AS atau Rp69,7 triliun untuk 2020 dan 2021, kerugian 2,9 triliun dolar AS atau Rp42 triliun ditanggung oleh negara-negara miskin. Analis memperhitungkan kerugian industri yang memasok makanan, minuman, akomodasi dan transportasi ke sektor pariwisata, tetapi tidak mencerminkan paket stimulus ekonomi yang dapat melunakkan dampak pandemi.
"Negara-negara berkembang telah menanggung beban terbesar dari dampak pandemi terhadap pariwisata," kata UNCTAD dalam sebuah pernyataan.
"Mereka mengalami pengurangan terbesar dalam kedatangan turis pada tahun 2020, diperkirakan antara 60 persen dan 80 persen."
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Krisis Pariwisata
Terlepas dari pelonggaran penguncian dan peningkatan perjalanan di beberapa bagian dunia, krisis pariwisata masih jauh dari selesai. Sebagian ahli yang diwawancarai oleh UNWTO melihat pariwisata internasional kembali ke level 2019. Hanya 10 persen dari populasi dunia yang divaksinasi penuh, menurut Our World in Data.
Bahkan di negara-negara dengan tingkat vaksinasi tinggi, seperti Inggris, pembatasan perjalanan tetap berlaku di tengah kekhawatiran tentang lonjakan kasus yang didorong oleh varian Delta yang sangat menular. Untuk negara-negara dengan jauh lebih sedikit orang yang divaksinasi — negara-negara yang jauh lebih miskin — prospeknya jauh lebih buruk.
UNCTAD memperkirakan pengurangan 75 persen dalam kedatangan turis di negara-negara dengan tingkat vaksinasi rendah tahun ini, dibandingkan dengan pengurangan 37 persen di negara-negara dengan lebih dari 50 persen populasi mereka divaksinasi.
Negara-negara seperti Turki, Ekuador dan Afrika Selatan dan pulau-pulau, termasuk Maladewa dan Saint Lucia akan menanggung beban terberat dari dampaknya. Sebagian besar Asia dan Oseania juga terkena dampak buruk, sementara Amerika Utara, Eropa Barat, dan Karibia paling tidak terpengaruh, menurut laporan itu.
Advertisement
Peningkatan Pengangguran
Secara keseluruhan, jatuhnya pariwisata diperkirakan akan menyebabkan peningkatan pengangguran rata-rata sebesar 5,5 persen untuk tenaga kerja tidak terampil. UNWTO memperkirakan bahwa antara 100 juta dan 120 juta pekerjaan pariwisata langsung dipertaruhkan, banyak dari mereka kaum muda, perempuan, dan pekerja informal.
"Pariwisata adalah penyelamat bagi jutaan orang, dan memajukan vaksinasi untuk melindungi masyarakat dan mendukung dimulainya kembali pariwisata dengan aman sangat penting untuk pemulihan pekerjaan dan menghasilkan sumber daya yang sangat dibutuhkan, terutama di negara-negara berkembang," kata Sekretaris Jenderal UNWTO Zurab Polikashvili dalam sebuah pernyataan.
Hambatan utama dalam pemulihan pariwisata adalah ketersediaan vaksin yang tidak merata dan rendahnya jumlah orang yang divaksinasi di banyak negara, menurut laporan tersebut. Pembatasan perjalanan, pengendalian virus yang lambat, kepercayaan pelancong, dan lingkungan ekonomi yang buruk juga menjadi hambatan.
Untuk membuat orang bepergian lagi, laporan itu mengatakan bahwa negara-negara harus mengoordinasikan persyaratan perjalanan dengan lebih baik dan memfasilitasi perjalanan, misalnya, menyetujui standar umum untuk pengujian virus corona yang murah dan andal.
Infografis Ancaman Klaster Covid-19 di Lokasi Wisata
Advertisement