Liputan6.com, Jakarta - Menko Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengatakan neraca perdagangan Indonesia di tahun 2020 merupakan yang tertinggi sejak tahun 2012, dengan capaian surplus sebesar 21,74 miliar dolar.
Airlangga juga menyampaikan, jumlah Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) atau Industri Kecil Menengah (IKM) yang ekspor di tahun 2020 tercatat sebanyak 13 ribuan eksportir, namun kontribusi nilai ekspor UKM baru sebesar 11 persen dari total nilai ekspor tahun 2020.
Advertisement
"Pemerintah terus melakukan berbagai upaya untuk menjaga tren ini dan memacu peningkatan ekspor, termasuk menciptakan eksportir baru dari kalangan pelaku UMKM," kata Airlangga, dikutip Jumat (2/7/2021).
Agar memacu nilai ekspor tersebut, Airlangga mengatakan pemerintah akan memfokuskan pada UMKM atau IKM yang berorientasi ekspor, melalui peningkatan kapasitas UMKM dan IKM ekspor yang sudah ada agar naik kelas dan mampu meningkatkan nilai ekspornya, serta pembinaan wirausahawan ekspor baru dari kalangan UMKM ataupun IKM.
Selain itu, pemerintah juga memberikan fasilitas bagi para pegiat UMKM yang berorientasi ekspor melalui regulasi UU Cipta Kerja, melalui kemudahan untuk mendapatkan kemitraan dalam usaha besar.
"Dalam hal ini pemerintah memfasilitasi antara usaha menengah besar dengan usaha mikro kecil, termasuk koperasi yang bertujuan untuk meningkatkan kompetensi dan level usaha dari pelaku UMK dan koperasi," jelas Airlangga.
Untuk kemudahan ekspor, pelaku UMKM juga dapat memanfaatkan peran Pusat Logistik Berikat (PLB) yang dapat membantu pelaku UMKM mendapatkan bahan baku impor, pemberian cicilan atau barang, modal, atau mesin dengan akses pemasaran baik lokal ataupun global.
"Pemerintah juga telah memberikan dukungan regulasi terkait PLB, antara lain PLB IKM melalui penangguhan PPn dan bea masuk, kemudian kemudahan untuk tujuan ekspor melalui pembebasan baik PPn maupun bea masuk," pungkas Airlangga.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
PPKM Darurat Jawa Bali Diterapkan, Pengusaha Khawatir UMKM Hancur Lebur
Sebelumnya, PPKM Darurat Jawa dan Bali direncanakan berlaku pada 3-20 Juli 2021. Pelaku usaha UMKM khawatir jika kebijakan ini akan mempengaruhi kondisi mereka,
PPKM Darurat Jawa Bali diberlakukan seiring dengan perkembangan kasus Covid-19 yang meningkat serta bertambahnya varian baru di banyak negara.
Keberatan pengusaha UMKM disampaikan Ketua Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo), Ikhsan Ingratubun. Dikatakan Sebab pelaku usaha UMKM yang sudah mulai bangkit bisa kembali terpuruk dengan adanya kebijakan PPKM darurat.
"Asosiasi keberatan dengan kebijakan tersebut karena setelah 2 minggu ini mau gimana, apakah membaik atau enggak?," kata Ikhsan saat dihubungi Merdeka.com, Jakarta, Kamis (1/7/2021).
Sebenarnya kata Ikhsan, pelaku usaha merasa kebijakan PPKM Darurat yang diterapkan pemerintah sama saja dengan beberapa kebijakan yang telah dikeluarkan sebelumnya, seperti PSBB dan PPKM Mikro. Bagi pelaku usaha, semua kebijakan tersebut sama saja karena mengurangi pergerakan manusia.
Akibatnya, pelaku UMKM seperti restoran, rumah makan dan sebagainya akan kembali terpuruk. Padahal hingga pertengahan tahun 2021 setidaknya sudah 70 persen sampai 80 persen yang mulai bangkit. Namun adanya kebijakan ini diperkirakan omset akan kembali turun hingga 50 persen.
"Ini omset pelaku UMKM bisa turun 40 persen sampai 50 persen, jadi akan masuk lagi dampak ekonominya hancur lebur," kata dia.
Diberlakukannya kebijakan ini, Ikhsan meminta agar berbagai stimulus pemerintah tidak dihentikan. Mulai dari bantuan uang tunai, subsidi bunga pinjaman hingga memperpanjang restrukturisasi. Bila tidak dibarengi dengan kebijakan tersebut, maka sektor UMKM bisa makin terdampak.
"Stimulus pemerintah harus dijalankan dan ini kewajiban utama pemerintah," kata dia mengakhiri.
Reporter: Anisyah Al Faqir
Sumber: Merdeka.com
Advertisement