Wali Kota Amsterdam Minta Maaf Soal Perbudakan di Masa Lalu, Termasuk ke Indonesia

Femke Halsema mengatakan, sudah waktunya Amsterdam mengukir ketidakadilan besar perbudakan kolonial ke dalam identitas kotanya.

oleh Teddy Tri Setio Berty diperbarui 02 Jul 2021, 15:36 WIB
Walikota Amsterdam Femke Halsema pada Kamis (1/7) meminta maaf atas keterlibatan kotanya dalam perdagangan budak global pada masa kolonialisme di masa lalu ( AP Photo/Peter Dejong)

Liputan6.com, Amsterdam - Wali Kota Amsterdam Femke Halsema pada Kamis 1 Juli 2021 meminta maaf atas keterlibatan kotanya dalam perdagangan budak global pada masa kolonialisme di masa lalu.

Femke Halsema mengatakan sudah waktunya untuk mengukir ketidakadilan besar perbudakan kolonial ke dalam identitas kota Amsterdam, demikian dikutip dari laman BBC, Jumat (2/7/2021).

Permintaan maaf itu disampaikan saat liburan tahunan yang menandai berakhirnya perbudakan di koloni Belanda pada 1800-an.

Tahun lalu dewan kota Amsterdam memberikan suara untuk permintaan maaf dan panel penasehat telah menyarankan kepada pemerintah nasional untuk mengikuti langkah tersebut.

"Saya meminta maaf atas keterlibatan aktif dewan kota Amsterdam dalam sistem komersial perbudakan kolonial dan perdagangan orang-orang yang diperbudak di seluruh dunia," kata Halsema dalam pidatonya, Kamis (1/7).

Wali kota mengatakan, mengakui warisan perbudakan adalah benar, "tidak ada satu pun warga Amsterdam yang hidup hari ini yang harus disalahkan atas masa lalu".

Permintaan maaf itu membuat Wali kota sayap kiri itu berselisih dengan perdana menteri Belanda Mark Rutte, yang saat ini sedang dalam pembicaraan untuk membentuk pemerintahan baru.

Rutte menolak seruan untuk permintaan maaf resmi negara tahun lalu ketika protes yang dipicu oleh kematian George Floyd dalam tahanan polisi melanda dunia.

Dalam debat parlemen tentang rasisme, Rutte mengatakan permintaan maaf semacam itu dapat mempolarisasi masyarakat dan membawa kembali kenangan menyakitkan bagi sebagian orang.

Namun, pemerintahnya menugaskan panel penasihat independen untuk membuat rekomendasi yang tidak mengikat tentang masalah ras dan diskriminasi.

Panel merilis laporannya pada Kamis kemarin. Laporan tersebut mengatakan bahwa kesadaran negara akan masa lalu kolonialnya buruk dan merekomendasikannya untuk diajarkan di sekolah-sekolah.

Panel menyarankan pemerintah untuk meminta maaf atas keterlibatan Belanda dalam perdagangan budak global, yang dikatakan bertanggung jawab atas kejahatan terhadap kemanusiaan.

Permintaan maaf atas perbudakan telah dikeluarkan oleh negara lain, termasuk Inggris, AS, dan Prancis.

 


Permintaan Maaf Termasuk ke Indonesia

Femke Halsema. wali kota wanita pertama Amsterdam sejak 1343. (AFP)

Perdagangan budak transatlantik melibatkan perpindahan paksa orang-orang dari benua Afrika ke Amerika antara abad ke-16 dan ke-19.

Selama era ini, Belanda memiliki koloni yang luas di wilayah yang sekarang dikenal sebagai Indonesia, Afrika Selatan, Curaçao, New Guinea dan seterusnya.

Menjajah wilayah ini membantu Belanda menjadi kekuatan ekonomi global. Kekayaannya tumbuh lebih dari 200 tahun melalui Perusahaan Hindia Timur Belanda (VOC), yang memainkan peran utama dalam perdagangan budak.

Dewan kota Amsterdam mengatakan beberapa pejabat paling seniornya sangat terlibat dalam perdagangan budak.

Halsema mengatakan, penelitian menunjukkan bahwa "dari akhir abad ke-16 hingga abad ke-19, keterlibatan Amsterdam secara langsung, di seluruh dunia, skala besar, beragam dan berlarut-larut".

Museum nasional Belanda, Rijksmuseum, mengatakan Belanda adalah salah satu negara terakhir yang menghapus perbudakan. Itu terjadi pada tahun 1863, ketika perbudakan secara resmi dihapuskan di koloni utama Belanda di Suriname, Amerika Selatan.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya