Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengeluarkan kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) darurat. Kebijakan ini diambil usai lonjakan kasus Covid-19 di Indonesia tak terkendali. PPKM darurat ini hanya berlaku di Jawa dan Bali mulai 3-20 Juli 2021.
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian langsung meneken Instruksi Mendagri Nomor 15 Tahun 2021 tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Darurat Corona Virus Disease 2019 di Wilayah Jawa dan Bali pada Jumat, 2 Juli 2021.
Advertisement
Inmendagri ini ditujukan kepada gubernur, bupati, dan wali kota, khususnya kepada kepala daerah yang wilayahnya menerapkan PPKM darurat.
Epidemiolog yang juga peneliti dari Griffith University Dicky Budiman mengatakan bahwa kebijakan ini bukanlah yang ideal untuk mengatasi kondisi COVID-19 saat ini.
"Menurut saya untuk saat ini, ya inilah pilihan terbaik tapi bukan ideal," katanya kepada Liputan6.com di Jakarta, Jumat (2/7/2021).
Meski begitu, ia mendukung kebijakan pemerintah agar bisa dilaksakanan semua pihak secara optimal. Sehingga bisa didapatkan hasil seperti yang diharapkan.
"Apapun strateginya, ya pokoknya lakukan, harus optimal. Sekarang ini saatnya beraksi," kata Dicky.
Dicky mengatakan, jika kebijakan ini benar-benar diimplementasikan dia optimistis akan ada penurunan meski belum bisa diprediksi seberapa besar.
"Bila PPKM Darurat ini benar-benar bisa diimplementasikan lalu dimonitoring pelaksanaannya dengan ketat ya pasti ada penurunan," kata Dicky.
Namun, Dicky yakin penurunan kasus tidak bisa sebesar 80 persen. Pada penurunan sebesar itu perlu upaya yang ideal yakni meminta masyarakat di rumah saja selama dua minggu.
"Tapi mungkin enggak seperti itu? WFH-nya enggak benar-benar 100 persen, lalu masih ada perjalanan masih ada aktivitas yang jelas penuruan tidak sampai 80 persen," katanya.
Perlu diingat juga bahwa salah satu varian yang kini beredar di masyarakat adalah Delta. Varian ini 50 persen lebih menular daripada varian Alfa.
"Jadi harapannya harus bisa untuk monitoring dan juga pengawasan ketat lah. Dan sanksi diterapkan betul. Karena situasi saat ini sudah benar-benar kritis," kata Dicky.
Jika PPKM Darurat ini gagal karena pengawasan dan sanksi tak dilakukan dengan baik, kata dia, maka Indonesia akan menghadapi situasi yang sangat serius pada akhir Juli hingga Agustus.
"Menurut saya apapun sanksi itu diterapkan dengan konsisten, didukung dengan komponen-komponen masyarakat dan organisasi saya kira akan efektif," ujar dia.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Akan Sia-Sia Bila...
Sementara Kepala Bidang Pengembangan Profesi Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia (PAEI) Masdalina Pane menyebut sanksi tidak bisa begitu saja diterapkan untuk membuat masyarakat patuh terhadap kebijakan PPKM darurat.
Sebab, menurutnya penerapan sanksi tanpa adanya kesadaran masyarakat hanya akan sia-sia belaka.
"Sanksi itu kan hanya bisa dibuat dengan UU dan perda, selama tidak ada di UU dan perda, bisa-bisa aparat dituntut, mengapa keluarkan sanksi yang tak ada di perda. Dan setiap daerah kan pasti berbeda-beda terganting daerahnya," ujar Masdalina kepada Liputan6.com.
Masdalina mencontohkan, sejak virus Covid-19 masuk ke Indonesia pada Maret 2020 kemarin, tidak semua masyarakat patuh dan mau mengenakan masker. Bahkan, hingga pemerintah akhirnya menelurkan kebijakan PPKM Darurat ini, masih banyak masyarakat yang tak mau menggunakan masker.
Menurut Masdalina, kewajiban menggunakan masker di masa pandemi ini tak jauh berbeda saat awal pemerintah mewajibkan penggunaan helm saat mengendarai sepeda motor roda dua. Meski mereka yang tak mengenakan helm akan dikenakan sanksi, namun masih banyak masyarakat yang melanggar.
"Dan apakah sanksi akan efektif, sama kayak dulu yah, pakai helm kucing-kucingan sama Polisi. Tapi setelah kesadaran masyarakat meningkat maka sekarang enggak perlu disuruh lagi (pakai helm), walaupun masih ada yang jarak dekat enggak pakai helm. Tapi ya begitulah regulasi, begitulah masyarakat," kata dia.
Selain kesadaran masyarakat yang harus ditingkatkan atas bahayanya Covid-19, Masdalina juga meminta pemerintah membuat kebijakan yang mudah dimengerti dan dipahami masyarakat.
Masdalina mengatakan, berdasarkan pemantauan di lapangan, sebagian masyarakat sudah jenuh dengan kebijakan yang dikeluarkan pemerintah terkait penanganan pandemi Covid-19. Apalagi, menurut Masdalina, kebijakan yang diterapkan pemerintah terlihat membingungkan.
Dia mencotohkan kebijakan soal work from home (WFH) dan work from office (WFO) dalam PPKM Darurat. Kebijakan WFH/WFO itu menurut Masdalina masih belum jelas. Masyarakat masih bisa menafsirkan secara berbeda.
"Kan seharusnya kalau regulasi itu harus tegas, misalnya WFO/WFH 50 persen, kan itu saja diinterpretasi bisa beda tuh, misalnya 50 persen itu ada yang menginterpretasinya orang, ada yang menginterpretaisnya jam kerja, ada juga ruangan," kata dia.
"Misalnya yang menginterpretasi jam, itu tetap saja kita setiap hari ke kantor tapi pagi dan sore, di shift, itu kan bisa 50 persen 50 persen kan, tapi ada yang meliburkan sehari, masuk sehari, kan beda itu, jadi interpretasi gitu saja masing-masing berbeda," dia menambahkan.
Menurut Masdalina, apapun kebijakan yang diambil pemerintah, cara untuk meminimalisasi penularan Covid-19 yakni dengan cara berdiam diri di rumah.
"Tapi apa pun, secara epidemiologi, kita hanya butuh orang itu diam di rumah intinya. Selama orang tidak bisa diam di rumah, ya, jangan berharap terlalu tinggi. Tapi yang paling utama dari pengendalian itu adalah menghentikan laju transmisi, laju penularan," kata Masdalina.
Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahardiansyah pesimis kebijakan PPKM darurat dapat berjalan efektif. Sebab, dia yakin mobilitas masyarakat akan tetap tinggi karena mereka harus mencari nafkah.
"Tidak bisa banyak berharap. Karena terjadi mobilitas masyarakat akan tetep tinggi karena masyarakatnya masih mencari nafkah," kata Trubus kepada Liputan6.com.
Trubus juga mengaku pesimis dengan penerapan sanksi PPKM Darurat. Sebab, aturan pemberian sanksi yang tercantum dalam PPKM sebelumnya juga tak dijalankan dengan sungguh-sungguh.
"Denda selama ini yang dilakukan tidak efektif, tidak membuat masyarakat jera," kata Trubus.
Selain itu, peraturan yang tidak menyeluruh juga berpotensi PPKM Darurat ini gagal, misalnya, yang ditutup hanya akses di dalam negeri. Sementara bandara tidak ditutup.
"Sumber masalah kan yang dari luar negeri itu virus-virus, bandara Soekarno-Hatta aja enggak ditutup ini kan yang ditutup kan yang domestik doang bagaimana yang dari luar," ujar Trubus.
Selain itu, kebijakan PPKM darurat juga belum disosialisasikan. Sebab, banyak masyarakat yang memiliki keterbatasan informasi.
Advertisement
Sanksi Bagi Pelanggar PPKM Darurat
Dalam Inmendagri, Tito Karnavian telah menetapkan sanksi bagi kepala daerah yang melanggar ketentuan pelaksanaan PPKM darurat, padahal daerahnya masuk ke dalam sasaran kebijakan tersebut. Sanksi yang diberikan berupa teguran tertulis hingga pemberhentian sementara.
"Dalam hal Gubernur, Bupati dan Wali kota tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Instruksi Menteri ini, dikenakan sanksi administrasi berupa teguran tertulis dua kali berturut-turut sampai dengan pemberhentian sementara," demikian bunyi diktum ke-10 sebagaimana dikutip Liputan6.com dari salinan Inmendagri, Jumat (2/7/2021).
Menurut dia, sanksi tersebut diatur dalam Pasal 68 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Disamping itu, Tito meminta kepala daerah melarang setiap bentuk aktivitas dan kegiatan yang dapat menimbulkan kerumunan.
"Gubernur, Bupati dan Wali kota didukung penuh oleh TNI, Polri dan Kejaksaaan dalam mengoordinasikan dan mengawasi pelaksanaan PPKM Darurat Covid-19," bunyi diktum ke-6.
Selain itu, Inmendagri ini juga mengatur sanksi bagi masyarakat yang melanggar aturan PPKM darurat. Sanksi yang diberikan merujuk pada UU Nomor 4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular hingga UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.
"Setiap orang dapat dikenakan sanksi bagi yang melakukan pelanggaran dalam rangka pengendalian wabah penyakit menular," bunyi Inmendagri.
Kemudian bagi pelaku usaha, restoran, mal serta transportasi umum di Jawa dan Bali juga akan diberi sanksi berupa penutupan usaha jika melanggar aturan PPKM darurat.
"Untuk Pelaku Usaha, Restoran, PusatPerbelanjaan, Transportasi Umum yang tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana diatur dalam Instruksi ini dikenakan sanksi administratif sampai dengan penutupan usaha sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan," demikian bunyi diktum ke-10 sebagaimana dikutip Liputan6.com dari Inmendagri.
Penerapan di Daerah
Menteri Koordinator Maritim dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan sempat mewanti-wanti Gubernur Anies Baswedan agar menerapkan PPKM Darurat lebih ketat lagi. Sebab saat ini seluruh wilayah DKI Jakarta terjadi penularan Covid-19 yang masif.
Anies pun mengakui saat ini wilayahnya dalam situasi genting. "Bahwa Jakarta sedang dalam keadaan genting, situasi darurat, semua diminta untuk berada di rumah, tidak bepergian, kecuali ada kebutuhan mendesak dan kebutuhan yang mendasar," kata Anies.
Dia mengatakan pihaknya telah menggelar rapat koordinasi bersama sejumlah pihak. Yakni Kapolda Metro Jaya, Kajati DKI Jakarta, hingga Pangdam Jaya untuk merumuskan langkah-langkah dalam menangani keadaan genting di Ibu Kota.
"Salah satunya yang terkait dengan masyarakat adalah akan ada pembatasan ruang mobilitas dan itu artinya jalan-jalan, mulai nanti malam akan ada penutupan," papar dia.
Pembatasan mobilitas tersebut akan dilakukan di wilayah-wilayah yang masuk dalam zona merah dan oranye.
"Di situ akan ada pembatasan mobilitas, petanya anda bisa lihat di corona.jakarta.go.id," jelas dia.
Polda Metro Jaya sendiri akan memberlakukan penutupan akses keluar masuk Jakarta mulai dini hari nanti.
"Mulai malam ini pukul 00.00 WIB seluruh pintu keluar masuk Jakarta akan kita tutup dan akan dilakukan pemeriksaan ketat," tutur Kapolda Metro Jaya Irjen Fadil Imran di Polda Metro Jaya, Jakarta, Jumat (2/7/2021).
Meski begitu, Fadil mengikuti instruksi Pemprov DKI dan Instruksi Mendagri untuk memberi pengecualian terhadap sejumlah sektor. Seperti logistik dan pelayanan penting lainnya.
"Tidak boleh ada satu pun yang melakukan mobilitas di luar dari pada kegiatan yang esensial dan kritikal," jelas dia.
Fadil menegaskan, petugas wajib bekerja dengan disiplin dan tegas. Tanpa meninggalkan sikap humanis dalam melayani masyarakat.
"Tetap laksanakan penegakan hukum yang ramah dan humanis namun tetap tegas," Fadil menandaskan.
Sementara Kabupaten Tangerang menerapkan sanksi bagi warga yang nekat melanggar aturan PPKM Darurat yang mulai berlaku 3 sampai 20 Juli 2021.
Bupati Tangerang Ahmed Zaki Iskandar mengatakan, sanksi yang diterapkan bersifat memberikan efek jera bagi setiap pelanggar yaitu penyitaan kartu administrasi kependudukan, seperti KTP hingga SIM.
"Tadi kita habis rapat dengan Gubernur Banten tentang penerapan PPKM Darurat, dan kita sekaligus minta izin, serta koordinasi dengan jajaran terkait soal penindakan ke pelanggar yang nanti kita lakukan penyitaan KTP dan SIM," katanya di Pendopo Bupati Tangerang, Kota Tangerang, Jumat (2/7/2021).
Namun, sanksi itu bakal diterapkan setelah tim gabungan baik itu dari pemerintah daerah, TNI-Polri, hingga elemen masyarakat melakukan sosialisasi soal aturan PPKM Darurat.
"Sanksinya tidak langsung diterapkan, tapi kita sosialisasi dulu selama beberapa hari, baru nantinya kita terapkan sanksi. Lalu, kita akan memonitoring kegiatan masyarakat dalam situasi penerapan PPKM Darurat ini," ujarnya.
Zaki berharap, agar masyarakat nantinya bisa mengikuti dan mentaati aturan yang telah ditetapkan pemerintah, untuk bisa secara gotong-royong menekan laju penyebaran Covid-19.
"Kami harap masyarakat bisa ikut aturannya, dan saat ini kita pun sedang siapkan Peraturan Bupati atau Instruksi Bupati-nya," ungkapnya.
Untuk aturan PPKM Darurat di Kabupaten Tangerang pun tidak berbeda dengan yang diterapkan pemerintah pusat. Seperti penutupan pusat perbelanjaan, pembatasan jam operasioanal toko yang menjual kebutuhan sehari hari, hingga pukul 20.00 WIB dengan pembatasan kapasitas 50 persen.
Lalu, kegiatan restoran yang hanya boleh dibawa pulang. Serta, kegiatan ibadah yang dilakukan dirumah.
Advertisement
Rp 6,1 Triliun untuk Bansos PPKM Darurat
Pemerintah bakal memperpanjang program bantuan sosial (bansos) untuk masyarakat dan dunia usaha pada kuartal II 2021.
Kementerian Keuangan salah satunya akan mengalokasikan anggaran sebesar Rp 6,1 triliun untuk program Bantuan Sosial Tunai (BST) selama pelaksanaan PPKM Darurat.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, anggaran tersebut nantinya akan diberikan kepada 10 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM) di 34 provinsi Indonesia.
Bansos tunai ini nantinya akan diberikan selama dua bulan, dimulai pada Juli-Agustus mendatang. Adapun setiap bulannya KPM akan menerima dana bantuan Rp 300 ribu.
"Dan ini dilakukan setiap bulannya dengan indeks Rp 300 ribu per kelompok penerima per bulan," terang Sri Mulyani dalam sesi teleconference, Jumat (2/7/2021).
Selama Januari-April 2021, realisasi bansos tunai telah disalurkan Rp 11,94 triliun untuk 9,6 juta KPM penerima. Dengan tambahan Rp 6,1 triliun, maka total alokasi bansos tunai bakal mencapai Rp 18,04 triliun.
Diskon Listrik
Program bansos juga akan dilanjutkan untuk pemberian diskon lisrtik bagi pelanggan PLN golongan 450 VA dan 900 VA.
Perpanjangan stimulus listrik ini akan berlanjut hingga September 2021. Namun, pemberian diskon listrik ini akan berkurang dari sebelumnya, sehingga pelanggan 450 VA tidak lagi menerima potongan 100 persen, juga pelanggan 900 VA tidak lagi 50 persen.
"Dengan adanya PPKM darurat, akan diperpanjang lagi diskon 50 persen untuk 450 VA, dan 900 VA dengan 25 persen sampai kuartal tiga. Jadi durasinya diperpanjang sampai September," ujar Sri Mulyani, Jumat (2/7/2021).
Sri Mulyani membeberkan, akan ada sekitar 32,6 juta pelanggan 450 VA dan 900 VA yang bakal menerima perpanjangan stimulus listrik ini.
"Untuk itu akan ditambahkan dana sampai September Rp 1,91 triliun, dan alokasi untuk semester 1 yang sudah dibayarkan Rp 5,67 triliun. Jadi total diskon listrik untuk kelompok menengah bawah Rp 7,58 triliun," terangnya.
Selain itu, pemerintah disebutnya juga akan memberikan bantuan rekening minimum dan biaya beban/abonemen. Durasi program ini juga diperpanjang hingga September 2021, dengan sasaran 1,14 juta.
"Diskon diturunkan dari 100 persen sekarang 50 persen. Perkiraan kebutuhan dana Rp 420 miliar yang untuk semester 1 sudah cover Rp 1,275 triliun. Sekarang total anggaran dalam biaya abomenen Rp 1,69 triliun," tuturnya.
BLT Desa
Selain itu, pemerintah bakal mempercepat penyaluran Bantuan Langsung Tunai atau BLT Desa. Bantuan ini diberikan kepada keluarga miskin/tak mampu yang rentan di desa dengan besaran Rp 300 ribu per kelompok per bulan.
Menurut perhitungan Sri Mulyani, jumlah penerima BLT Desa mencapai 8 juta kelompok dengan anggaran Rp 28,8 triliun. Hingga 1 Juli 2021, penhaluran dana desa baru mencapai Rp 27,42 triliun, atau sekitar 38,1 persen.
Guna mengakselerasi penyaluran BLT Desa, Kemenkeu dengan Kementerian Desa, Pembangunan Wilayah Tertinggal, dan Transmigrasi. Pemerintah akan memberikan relaksasi bagi penerima BLT, yakni penetapan KPM melalui review penduduk miskin di desa menurut data kelompok penerima manfaat 2020.
PKH dan Kartu Sembako
Kemudian, pemerintah juga bakal mempercepat penyaluran Program Keluarga Harapan (PKH) dan Kartu Sembako. Hingga akhir kuartal II 2021, realisasi kedua program ini belum berjalan mulus.
Alokasi penyaluran PKH pada 2021 Rp 28,31 triliun, sementara yang yang sudah direalisasikan baru Rp 13,96 triliun untuk 9,9 juta KPM (dari target 10 juta KPM).
Sedangkan untuk program Kartu Sembako, dari total alokasi Rp 42,37 triliun, yang sudah terealisasikan baru Rp 17,75 triliun untuk 15,9 juta KPM (dari target 18,8 juta KPM).
Sri Mulyani juga berencana menambah target penerima bantuan produktif untuk usaha kecil (BPUM) bagi UMKM. Dia menyasar 3 juta UMKM penerima baru bansos senilai Rp 1,2 juta. Penyaluran ini akan diberikan sejak diberlakukannya PPKM darurat per 3 Juli 2021 besok.
"Seperti diketahui untuk BPUM ini bantuan produktif alokasinya adalah Rp 15,36 triliun. Targetnya untuk 12,8 juta usaha mikro dimana mereka mendapatkan Rp 1,2 juta bantuan produktif cash," jelasnya.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini menyampaikan, sepanjang kuartal I-II 2021 kemarin, BPUM sudah disalurkan untuk sekitar 9,8 juta UMKM sebesar Rp 11,76 triliun.
"Untuk PPKM darurat ini yang pada bulan Juli kita berharap sampai dengan September untuk sisa anggaran nya Rp 3,6 triliun bagi 3 juta UMKM bisa diberikan. Sehingga juga sekali lagi membantu masyarakat pada kondisi PPKM darurat," ungkapnya.
Secara proyeksi, pemerintah menyiapkan Rp 15,36 triliun BPUM untuk diberikan kepada 12,8 juta UMKM. Dengan demikian, masih ada sisa 3 juta UMKM yang belum menerima bansos tersebut hingga akhir 2021.
"Jadi sekarang kita sedang mengakselerasi untuk pemberian 3 juta UMkm dengan bantuan Rp 1,2 juta per perusahaan. Ini yang bisa dimulai dan diakeselrasi pada bulan Juli hingga September nanti," ungkap Sri Mulyani.
Kartu Prakerja
Program bansos terakhir yang akan diperpanjang penyalurannya yakni Kartu Prakerja. Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, pemerintah siap menyalurkan bantuan program Kartu Prakerja sejak Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat atau PPKM darurat pada 3 Juli 2021.
Hingga satu semester atau 30 Juni 2021, Sri Mulyani mengatakan, realisasi Kartu Prakerja sudah menyentuh 2,8 juta peserta dengan total dana yang dicairkan mencapai Rp 10 triliun.
"Semester II dan juga berkaitan dengan PPKM darurat, kita berharap akan bisa tersalurkan Rp 10 triliun lagi untuk 2,8 juta peserta," ujar Sri Mulyani.
Dia memaparkan, peserta nantinya akan mendapatkan sejumlah manfaat dari program Kartu Prakerja. Seperti manfaat pelatihan sebesar Rp 1 juta, uang cash Rp 600 ribu yang dicairkan untuk empat bulan, dan juga insentif survei sebesar Rp 150 ribu untuk tiga kali survei.
"Jadi total manfaat setiap peserta adalah Rp 3,55 juta dalam berbagai bentuk pelatihan yang nilainya Rp 1 juta, uang cash Rp 2,4 juta, dan untuk mengisi survei Rp 150 ribu," ungkapnya.
Sri Mulyani menyatakan, perpanjangan program Kartu Prakerja ini merupakan bentuk dukungan APBN dalam merespon kondisi Covid-19 di kala pemberlakuan PPKM darurat.
"Terutama dalam mengakselerasi, sehingga dana APBN itu betul-betul bisa tersalur pada tepat waktu dan tepat target. Ini yang terus kita berkoordinasi dengan para menteri terkait, tentu juga dengan daerah," tukas Sri Mulyani.