Studi: Area Es Terakhir di Kutub Utara Kemungkinan Sulit Bertahan Akibat Perubahan Iklim

Studi terbaru menunjukan bahwa 'Area Es Terakhir' di Kutub Utara mungkin tidak dapat bertahan dalam efek perubahan iklim.

oleh Liputan6.com diperbarui 02 Jul 2021, 19:40 WIB
Ilustrasi beruang kutub di kutub utara (AFP/Mario Hoppman)

Liputan6.com, Kutub Utara - Sebuah studi baru menemukan bahwa sebuah wilayah Kutub Utara yang disebut 'Area Es Terakhir' mungkin lebih rentan terhadap perubahan iklim, demikian disampaikan oleh para ilmuwan.

Dikutip dari Live Science, Jumat (2/7/2021), zona beku ini terletak di bagian utara Greenland menyusut secara musiman, sebagian besar es laut di sana semula dianggap cukup tebal untuk bertahan.

Namun, selama musim panas 2020, Laut Wandel di bagian timur area ini kehilangan 50% es di atasnya, membawanya ke titik terendah sejak pencatatan dimulai.

Dalam studi baru, para peneliti menemukan bahwa kondisi cuaca mendorong penurunan tersebut, tetapi perubahan iklim memungkinkan hal itu dengan secara bertahap menipiskan es yang telah lama ada di daerah itu dari tahun ke tahun.

Area ini membentang lebih dari dua ribu kilometer dan menjangkau dari pantai utara Greenland ke bagian barat Kepulauan Arktik Kanada.

Di sana, es laut berusia setidaknya lima tahun dengan ketebalah sekitar empat meter.

Dalam beberapa dekade terakhir, arus laut telah memperkuat lapisan es di Area Es Terakhir dengan bongkahan es laut yang mengambang.

 


Pencairan yang Akan Terus Berlanjut

Wilayah Arktik Kutub Utara(Alexei Druzhinin/Pool Photo via AP)

Tetapi para peneliti menemukan bahwa pada 2020, angin utara membawa es menjauh dari Greenland dan menciptakan bentangan perairan terbuka yang dihangatkan oleh matahari.

Air yang sudah dipanaskan tersebut kemudian beredar di bawah es laut untuk mendorong pencairan lebih banyak lagi, kata penulis utama studi itu, Axel Schweiger, ketua Pusat Sains Kutub Universitas Washington.

Hal ini tidak akan terjadi jika perubahan iklim belum terjadi di Area Es Terakhir. Sekitar 20% dari hilangnya es pada 2020 dapat secara langsung dikaitkan dengan perubahan iklim, sementara 80% terkait dengan anomali angin dan arus laut.

Hilangnya es ini sudah mempengaruhi hewan yang tinggal di Kutub Utara seperti beruang kutub, dan anjing laut, "dan terkadang paus narwhal," jelas Laidre.

Walau studi baru tidak mengatakan kapan area tersebut akan mencair sepenuhnya, pencairan diperkirakan akan terus berlanjut, menurut Schweiger.

 

Reporter: Paquita Gadin


INFOGRAFIS: Waspada Anak Tertular COVID-19

INFOGRAFIS: Waspada Anak Tertular COVID-19 (Liputan6.com / Abdillah)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya