Liputan6.com, Aceh - Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Syah Kuala (USK), baru-baru ini membentuk unit khusus sebagai pusat pengaduan kasus kekerasan seksual bernama Pusat Krisis.
Layanan yang mengakomodir pengaduan di lingkungan civitas academica itu adalah yang pertama di Aceh, dan berada di bawah Kementerian Pemberdayaan Perempuan Deputi Gender.
Pembentukan unit khusus ini bertujuan untuk menciptakan lingkungan kampus yang bebas dari kekerasan seksual. Pusat Krisis telah mengikat kerja sama dengan beberapa lembaga untuk memantapkan kerja-kerja mereka.
Baca Juga
Advertisement
Pusat Krisis telah menyurvei kasus kekerasan seksual di kalangan civitas academica perguruan tinggi tersebut beberapa waktu yang lalu. Penyurveian sejak 1—7 Juni itu melibatkan 248 responden.
Sebanyak 95 persen dari responden merupakan mahasiswa, sedang 5 persen lagi berasal dari kalangan dosen dan civitas academica lainnya. Dari 248 responden, 33 persen di antaranya mengaku pernah mengalami kekerasan seksual.
Sebanyak 57,5 persen civitas akademica USK pernah mengalami pelecehan seksual verbal, 9,6 persen pernah mengalami pencabulan, 8,9 persen pernah mengalami intimidasi seksual, 2,7 persen pernah mengalami eksploitasi seksual, dan 2,8 persen pernah mengalami pemerkosaan, prostitusi paksa, pelecehan seksual non-verbal, dan catalling.
Simak Video Pilihan Berikut Ini:
Gratis dan Rahasia
Kekerasan seksual yang responden alami di kampus/ruang kelas/laboratorium sebanyak persen sebanyak 9 persen. Sementara, sebanyak 35,9 persen terjadi di jalan raya, 23,4 persen di pasar atau tempat makan, 21,4 persen di dalam kendaraan umum, 13,1 persen di taman, 7,6 persen di rumah/tempat tinggal pribadi, dan 5,5 persen lagi di asrama sebanyak.
"Korban tidak hanya mahasiswa tapi juga terdapat dosen dan juga alumni. Pelakunya pun sangat bervariasi seperti orang tidak dikenal, teman, pacar, dosen, tetangga, bahkan keluarga," jelas Ketua Pusat Krisis BEM USK, Risti Nabila, kepada Liputan6.com, Sabtu sore (3/7/2021).
Dari jumlah tersebut, hanya 33 persen di antaranya yang berani melapor. Selebihnya memilih diam karena beberapa alasan, seperti malu, takut menjadi target kesalahan, bahan olok-olok, tidak tidak tahu harus melapor ke mana, sampai di bawah tekanan ancaman.
Risti mengatakan bahwa pihaknya membuka layanan pengaduan dengan catatan tetap akan merahasiakan identitas pelapor. Jalur penanganannya akan mereka kerjakan secara rahasia melalui kerja sama dengan beberapa pihak, mulai dari dinas, universitas, sampai lembaga nonpemerintah.
"Untuk pengaduan hubungi kami di nomor 082115809229 untuk informasi terkait kekerasan seksual, konseling dan terapi psikis, konsultasi dan pendampingan hukum. Semua layanan tanpa pungutan biaya. Kami hanya melayani korban bukan pelaku," pungkas dia.
Advertisement