Pilu Pedagang Daging, Permintaan Anjlok hingga Ramai-Ramai Gulung Tikar

Konsumsi daging di masyarakat sudah turun sejak satu tahun lalu

oleh Liputan6.com diperbarui 05 Jul 2021, 16:10 WIB
Pedagang memeriksa daging di Pasar Tebet Timur, Jakarta, Jumat (11/6/2021). Sebelumnya, pemerintah berencana menjadikan bahan pokok sebagai objek pajak. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Sekretaris Asosiasi Pedagang Daging Indonesia (APDI) DKI Jakarta, Mufti Bangkit Sanjaya menyebut, konsumsi daging di masyarakat sudah turun sejak satu tahun lalu. Hal ini diakibatkan karena memang daya beli masyarakat sendiri tengah melemah.

"Jadi intinya gini secara garis besar daya beli kita sudah turun dari satu tahun lalu daya beli konsumsi kebutuhan daging ini sudah turun," kata Mufti saat dihubungi Merdeka.com, Senin (5/7).

Dia menambahkan, dengan adanya kebijakan Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat tengah berlangsung saat ini, justru menjadi beban pelaku usaha. Karena tanpa adanya PPKM Darurat daya beli masyarakat sudah turun.

"Dengan adanya pemberlakuan PPKM Darurat dan lain sebagian ya tetap nilai konsumsi daging menurun," imbuhnya.

Dia melanjutkan, untuk kebutuhan daging khususnya di DKI Jakata masih sangat rendah. Rerata kebutuhan per kapita hanya 2,4 kilogram (kg) selama satu tahun.

"Itu sangat rendah sekali itu. Kita juga belum di break down antara kebutuhan kelas menengah dan kelas bawah," ujarnya.

Sebelumnya, Mufti mengatakan, selama pandemi Covid-19 sudah banyak pelaku usaha daging yang memilih gulung tikar. Bahkan menurut perhitungannya lebih dari 30 persen pedagang memilih menutup usahanya.

"Saat ini saja sudah hampir industri para pelaku usaha daging ini dan sapi sudah terpukul hampir 30 sampai 40 persen sudah gulung tikar," kata dia saat dihubungi merdeka.com, Jumat (2/7).

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com


Sebelum PPKM Darurat, 40 Persen Pedagang Daging di Jakarta Sudah Bangkrut

Pedagang memotong daging sapi dagangannya pada perayaan tradisi Meugang Ramadan 1440 Hijriah di Banda Aceh, 4 Mei 2019. Meugang merupakan tradisi turun temurun masyarakat Aceh dengan membeli, mengolah, hingga menyantap daging bersama keluarga. (CHAIDEER MAHYUDDIN/AFP)

Pandemi Covid-19 sudah lebih satu tahun. Kehadiran virus asal China itu memberikan efek besar terhadap pelaku Industri di Tanah Air. Tak sedikit para pelaku usaha mengalami gulung tikar atau memilih menutup usahanya, termasuk pedagang daging sapi.

Sekretaris Asosiasi Pedagang Daging Indonesia (APDI) DKI Jakarta, Mufti Bangkit Sanjaya mengatakan, selama pandemi Covid-19 sudah banyak pelaku usaha daging yang memilih gulung tikar. Bahkan menurut perhitungannya lebih dari 30 persen pedagang memilih menutup usahanya.

"Saat ini saja sudah hampir industri para pelaku usaha daging ini dan sapi sudah terpukul hampir 30 sampai 40 persen sudah gulung tikar," kata dia saat dihubungi Merdeka.com, Jumat (2/7).

Dia mengatakan, dengan terjadinya lonjakan pandemi Covid-19 di Indonesia semakin memperburuk keadaan serta menambah beban pelaku usaha.

Belum lagi pemerintah mulai besok juga melakukan Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat atau PPKM Darurat sampai 20 Juli 2020 mendatang.

Adanya kebijakan tersebut semakin membuat semangat pedagang berkurang. Bahkan saat ini saja hanya sekitar 30 persen pedagang daging yang existing untuk melayani kebutuhan masyarakat secara langsung.

"Jadi semangat pedagang pun sebenarnya sudah berkurang kecuali untuk member saja pelanggan yang member untuk warung warung padang, warung warteg kita hanya menjual untuk itu saat ini. Karena konsumen tidak ada, bisa dianggap tidak ada," jelas dia.


Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya