Liputan6.com, Yogyakarta - Saat ini, Kaliurang telah dikenal sebagai daerah pariwisata. Ternyata hal tersebut bukan suatu hal yang baru. Kaliurang memang telah menjadi tempat untuk bertamasya bagi para keluarga Belanda, Tionghoa kaya, hingga kaum ningrat Jawa.
Lengkong Sanggar Ginaris melalui akun blogspotnya, yaitu Jejak Kolonial menceritakan sejarah mengenai daerah Kaliurang pada masa kolonial Belanda. Zaman dahulu orang Belanda yang baru menetap di Indonesia mengalami kesulitan beradaptasi dengan cuaca daerah tropis.
Maka dari itu orang-orang Belanda memiliki kebiasaan membangun station hill untuk menghirup udara segar di pegunungan. Pembangunan station hill berhasil membuat mereka merasa seperti berada di kampung halaman negeri asalnya. Kaliurang adalah salah satu station hill yang berada di Jawa.
Baca Juga
Advertisement
Pendirian station hill di Kaliurang bukan tanpa alasan. Pasalnya, orang-orang Belanda merasa tempat tersebut istimewa. Memukaunya gambaran pegunungan yang terlihat begitu nyata memberikan pengalaman unik bagi orang-orang Belanda, mengingat Belanda adalah negeri sonder pegunungan. Mereka jarang menikmati pesona pegunungan di negeri asalnya.
Station hill yang berada di Kaliurang tersebut berada di kaki Gunung Merapi yang masih aktif. Kaliurang pada awalnya merupakan bagian dari tanah apanage atau tanah milik Pangeran Puger, putra Sultan Hamengkubuwono II. Kawasan Kaliurang sempat ditutup setelah masa pengelolaan Pangeran Adipati Mangkubumi.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Kembali Buka
Namun, beberapa waktu kemudian lahan Kaliurang dikembangkan kembali. Posisinya yang berada di ketinggian 880 mdpl memberikan hawa sejuk di daerah tersebut. Selain itu, indahnya alam juga membuat para pembesar Jawa ikut mengembangkan kawasan Kaliurang.
Pangeran Adipati Mangkubumi kembali ikut mengembangkan Kaliurang dengan membangun pesanggrahan dan pemandian di Telaga Keputren. Mengutip buku Dingemans tahun 1925, Lengkong menyampaikan bahwa sepeninggal Pangeran Adipati Mangkubumi, pesanggrahan tersebut menjadi milik anaknya.
Cerita mengenai Kaliurang tempo dulu masih bersumber dari buku yang sama. Pada 1919, beberapa orang Belanda mengajukan izin kepada presiden saat itu untuk membangun tempat tetirah. Hingga akhirnya jalan menuju Kaliurang diperbaiki oleh Dienst Sultanaatwerken pada 1923.
Advertisement
Bungalo Bergaya Eropa
Kemudian dibuka layanan bus dari Yogyakarta ke Kaliurang pada tahun yang sama. Di Kaliurang terdapat lebih dari selusin bungalo atau vila dengan gaya Eropa. Bungalo- bungalo tersebut memiliki bentuk bangunan yang khas. Ukuran bangunan mungil, dinding dilapisi batu kali atau kayu.
Keunikan yang sangat terlihat adalah terdapat cerobong asap di bangunan-bangunan tersebut. Saat itu, bungalo-bungalo tersebut dibangun oleh kesultanan dan dirancang oleh biro arsitek Sitsen en Louzada.
Para bangsawan keraton kemudian menempati bungalo tersebut untuk singgah sementara. Namun, ada juga bungalo yang disewakan untuk umum dan juga ada yang dijual kepada orang Eropa atau Tionghoa yang kaya raya.
Tempat Perundingan
Terdapat kebijakan untuk mengembangkan sektor pariwisata pada masa Hindia-Belanda. Voor Toeristen-Verkerker dibentuk pada tahun 1908. Tujuannya, untuk memperkenalkan destinasi pariwisata yang eksotis kepada wisatawan mancanegara. Lengkapnya fasilitas seperti lapangan tenis, kolam renang, hotel, dan segarnya udara daerah Gunung Merapi membuat Kaliurang juga diperkenalkan oleh VTV.
Berkembangnya pariwisata di Kaliurang juga bersamaan dengan perkembangan fasilitas penunjang. Jaringan listrik, saluran pipa air bersih, telepon, layanan pos mulai dibangun secara bertahap. Bahkan pada 1938 pihak kesultanan meminta masukan arsitek dan ahli tata kota, Thomas Karsten, terkait penataan kawasan wisata Kaliurang.
Hotel Kalioerang adalah hotel pertama yang menggunakan penerangan lampu listrik. Hotel tersebut juga menjadi tempat perundingan untuk menengahi perselisihan Indonesia dengan Belanda. Perundingan tersebut terjadi pada 1948 dan dikenal dengan Perundingan Kaliurang. Itulah kilas balik kejayaan pariwisata di kawasan Kaliurang pada zaman kolonial Hindia-Belanda. Tidak heran jika Kaliurang eksistensinya masih berlangsung hingga saat ini.
Penulis: Nurul Fajri Kusumastuti
Advertisement