Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah tengah mengintegrasikan Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang ada dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Penggunaan NIK jadi NPWP ini dharapkan mampu meningkatkan kepatuhan masyarakat dalam perpajakan.
Namun menurut mantan Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Kementerian Keuangan dan mantan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Hadi Poernomo integrasi NIK dengan NPWP ini masih jauh dari target yang diharapkan.
Advertisement
Ia mengatakan yang terjadi saat ini barulah substitusi yaitu penggantian NPWP menjadi NIK. “Yang sekarang terjadi baru subtitusi, penggantian NPWP menjadi NIK. Sama sekali bukan integrasi," katanya dikutip dari Belasting.id, Senin (7/11/2022).
Dasar pertimbangan yang dituliskan dalam PMK No. 112/2022 tidak mencakup integrasi, tetapi baru tahap subtitusi NIK menjadi NPWP. Untuk diketahui, PMK No.112/2022 mengatur tentang Nomor Pokok Wajib Pajak bagi Wajib Pajak Orang Pribadi, Wajib Pajak Badan, dan Wajib Pajak Instansi Pemerintah.
Hadi juga meyoroti masalah keamanan data perpajakan yang akan berpindah ke tangan Ditjen Kependudukan dan Catatan Sipil Kemendagri apabila proses penggabungan atau integrasi NIK dan NPWP dijalankan.
“Penggabungan NIK dengan NPWP perlu dipertanyakan secara kritis apakah bisa terjadi. Kalau terjadi, bagaimana dengan rahasia pajak yang akan dipindah ke NIK," katanya.
Dia menyampaikan apabila Ditjen Pajak (DJP) menerapkan nomor tunggal atau single identity number (SIN), maka DJP-lah yang menjadi pemimpin atau instansi yang berwenang atas seluruh proses integrasi data.
Untuk itu, segenap kalangan perlu mendorong agar DJP mengambil tanggung jawab tersebut, sesuai dengan amanat Pasal 35A UU No. 28 Tahun 2007.
“Ayolah kita luruskan peraturan pelaksanaannya daripada SIN, yaitu Pasal 35A UU No. 28/2007 [UU KUP] dan UU No.9/2017 [UU Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan],” katanya.
22 Juta NIK Sudah Bisa Jadi NPWP hingga 18 Oktober 2022
Sebelumnya, Pemerintah tengah mengintegrasikan Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang ada dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Penggunaan NIK jadi NPWP ini bisa meningkatkan kepatuhan masyarakat dalam mendaftarkan diri ke Direktorat Jenderal pajak (DJP).
Sejauh ini, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat 22 juta Nomor Induk Kependudukan (NIK) alias nomor KTP yang statusnya sudah valid dan bisa dipakai untuk login ke laman DJP Online.
“Sampai dengan 18 Oktober kemarin data yang kami himpun, coba kami carikan datanya, sudah ada sebanyak 22 juta NIK yang statusnya sudah valid,” ungkap Direktur P2 Humas DJP Neilmaldrin Noor, dikutip dari Belasting.id, Kamis (20/10/2022).
Neilmaldrin mengingatkan wajib pajak yang belum melakukan validasi NIK menjadi NPWP masih mempunyai waktu sampai akhir 2023.
Pasalnya, tahun ini sampai 31 Oktober 2022 merupakan masa transisi untuk memvalidasi NIK menjadi NPWP. Tujuannya agar NIK tersebut bisa digunakan untuk keperluan administrasi perpajakan.
Sejalan dengan itu, Neilmaldrin menyampaikan pihaknya telah melakukan sosialisasi kepada wajib pajak terkait kebijakan baru tersebut. Seperti kampanye ataupun edukasi melalui kanal informasi DJP.
Pada kesempatan yang sama, Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal melaporkan bahwa pemadanan NIK menjadi NPWP terus dilakukan oleh pihak DJP
Yon mengemukakan data yang diterima pihaknya menyatakan kurang dari 50% NIK yang belum tervalidasi. Namun, baik Yon ataupun Neilmaldrin tidak menyebutkan total NIK yang ditargetkan valid tahun ini.
“Oleh karena itu, kami mengimbau Bapak Ibu sekalian untuk melakukan pemutakhiran data secara mandiri atau mengecek validitas NIK-nya dengan cara login di situs pajak.go.id,” kata Yon.
Advertisement
Ada Integrasi ke NIK, Format NPWP Lama Masih Berlaku hingga 31 Desember 2023
Pemerintah secara resmi meluncurkan integrasi penggunaan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) per 14 Juli 2022.
Adapun integrasi NIK jadi NPWP di mana penggunaan format baru Nomor Pokok Wajib Pajak kini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 112/PMK.03/2022.
Berdasarkan PMK tersebut, terdapat tiga format baru NPWP. Format baru NPWP ini akan berlaku mulai tanggal 14 Juli 2022.
Meski demikian, pemerintah masih memberikan keleluasaan jika format lama masih akan diberlakukan hingga akhir Desember 2023. Lantaran belum seluruh layanan administrasi dapat mengakomodasi NPWP dengan format baru.
NPWP format baru masih digunakan pada layanan administrasi perpajakan secara terbatas, salah satunya untuk dapat login ke aplikasi pajak.go.id.
“Baru mulai 1 Januari 2024, dimana Coretax sudah beroperasi, penggunaan NPWP format baru akan efektif diterapkan secara menyeluruh, baik seluruh layanan DJP maupun kepentingan administrasi pihak lain yang mensyaratkan penggunaan NPWP,” ucap Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Neilmaldrin Noor dalam rilisnya, Rabu (20/7/2022).
Berdasarkan PMK tersebut, terdapat tiga format baru NPWP. Pertama, untuk wajib pajak orang pribadi (WP OP) yang merupakan penduduk menggunakan NIK. Penduduk adalah warga Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia.
Kedua, bagi WP OP bukan penduduk, wajib pajak badan, dan wajib pajak instansi pemerintah menggunakan NPWP format 16 digit. Ketiga, bagi wajib pajak cabang menggunakan Nomor Identitas Tempat Kegiatan Usaha.