Emil Dardak Ajak Penyintas Covid-19 di RSLI Surabaya Donor Plasma Darah

Menurut dia, ketersediaan plasma darah konvalesen menjadi kebutuhan saat ini di beberapa daerah, terutama Kota Surabaya dan Kabupaten Sidoarjo.

oleh Liputan6.com diperbarui 06 Jul 2021, 12:11 WIB
Pangdam V Brawijaya Mayjen TNI Suharyanto bersama Wagub Jatim Emil Dardak. (Dian Kurniawan/Liputan6.com)

Liputan6.com, Surabaya - Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Elestianto Dardak mengajak penyintas COVID-19 yang usai menjalani perawatan di Rumah Sakit Lapangan Indrapura (RSLI) Surabaya untuk donor plasma konvalesen.

"Kita punya kesempatan menolong sesama melalui donor plasma darah, dan ini merupakan investasi akhirat luar biasa," ujarnya, di sela menemui para penyintas COVID-19 di RSLI Surabaya, Senin, 5 Juli 2021.

Menurut dia, ketersediaan plasma darah konvalesen menjadi kebutuhan saat ini di beberapa daerah, terutama Kota Surabaya dan Kabupaten Sidoarjo, dilansir dari Antara.

Orang nomor dua di Pemprov Jatim tersebut juga mengucapkan selamat dan bersyukur karena diberi kesembuhan sehingga diperbolehkan kembali ke keluarga masing-masing.

Pada kesempatan sama, Ketua Komunitas Penyintas Ikatan Alumni RSLI Surabaya Edy Sukotjo menjelaskan informasi terkait proses donor plasma konvalesen.

"Sebelum melakukan donor plasma, para penyintas harus tahu dulu ada yang namanya skrining. Kapan bisa donornya? Yaitu 14 hari setelah sembuh," katanya.

 

Saksikan Video Menarik Berikut Ini


Kasus Kecemasan Pasien

Penanggungjawab RSLI Surabaya Laksamana Pertama TNI dr. I Dewa Gede Nalendra Djaya Iswara. (Dian Kurniawan/Liputan6.com)

Sementara itu, Penanggung Jawab RSLI Surabaya Laksma TNI I Dewa Gede Nalendra menyampaikan bahwa banyak perjuangan dan pengorbanan yang telah dilewati para pasien.

"Saya juga ikut bangga para penyintas, khususnya yang dirawat di sini, mampu melewati masa-masa sulit, yaitu bagaimana harus meninggalkan keluarga, juga mencari nafkah harus berhenti bekerja sementara," kata dia.

Berdasarkan data yang dimiliki RSLI, 50 persen pasien tertular COVID-19 dan dirawat cenderung mengalami kasus kecemasan sehingga hal itu juga menjadi perhatiannya dalam hal penanganan.

"Kami menyelesaikan secara keseluruhan, tidak hanya medis, melainkan faktor non-medis seperti psikologisnya, pasien yang datang sudah diukur faktor kecemasannya," tutur dr Nalendra, sapaan akrabnya.

Penyintas, kata dia, juga dapat menjadi edukator bagi lingkungannya agar masyarakat mendapatkan pemahaman yang jelas mengenai bahaya COVID-19.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya