Liputan6.com, Jakarta Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mengungkapkan bahwa kurangnya pemeriksaan atau testing, juga menjadi salah satu penyebab tingginya kematian akibat COVID-19 pada kelompok usia anak.
Ketua IDAI Aman B. Pulungan pada Senin (6/7/2021) mengatakan bahwa ketika testing tidak merata, maka pandemi COVID-19 tidak akan bisa terselesaikan.
Advertisement
"Terutama anak itu jarang di-testing. Jadi kasus anak banyak yang terlambat karena telat di-testing," ujarnya dalam Rapat Kerja Bersama Komisi IX DPR RI yang juga disiarkan lewat saluran Youtube DPR RI.
Aman juga mengungkapkan bahwa 50 persen kematian pada kasus COVID-19 anak adalah usia balita.
"Menangis kita. Balita 50 persen, yang sebagian lahir pada saat pandemi. Karena sekitar 30 persen itu bayi yang meninggal, ditambah 16 persen," kata Aman.
"Ini anak siapa? Anak Indonesia. Anak cucu kita. Kita hidup buat apa kalau bukan anak cucu."
Simak Juga Video Menarik Berikut Ini
Komorbid pada Anak
Aman menjelaskan, tingginya komorbid pada anak Indonesia, serta cakupan layanan kesehatan yang belum menyeluruh, juga menjadi penyebab tingginya angka kematian karena virus corona pada mereka.
"Ada yang obesitas, ada yang kelainan genetik, ada yang autoimun, dan lain-lain. Boleh dikatakan memang karena autoimun, komorbid, dan lain-lain, tetapi kan mereka selama ini tidak meninggal," kata Aman.
Dia mengatakan, IDAI memiliki banyak dokter anak yang kompeten dan spesialis, namun saat COVID-19 telah dideteksi, maka dia pun tidak akan sempat untuk ditolong.
Advertisement
Minta Perbanyak Testing
"Tolonglah, beri Ikatan Dokter Anak Indonesia untuk bisa menolong mereka. Dengan apa? Testing-nya diperbanyak. 1 kasus 30 kali tracing-nya. Kasih kami kesempatan," kata Aman.
Selain itu, penanganan COVID-19 pada anak juga terdampak pada kasus pada dewasa yang overload. "Akhirnya overload pada orang dewasa, anak mau dibawa kemana," kata Aman.
Menurut Aman, situasi tersebut terjadi baru pada pasien COVID-19 anak, belum pada penyakit lainnya.
"Ada kesenjangan juga penyediaan testing di setiap daerah, dan tidak ada transparansi data," kata Aman. Ia menyebutkan, banyak dashboard data pemerintah provinsi yang tidak menampilkan data infeksi pada anak.
INFOGRAFIS: Waspada Anak Tertular COVID-19
Advertisement