Menkes: Zonasi COVID-19 akan Berbasis Positivity Rate, Bukan Kasus Terkonfirmasi

Menkes Budi Gunadi mengatakan bahwa standar testing WHO 1 per seribu per minggu adalah untuk daerah dengan positivity rate di bawah 5 persen

oleh Giovani Dio Prasasti diperbarui 06 Jul 2021, 11:42 WIB
Menkes Budi Gunadi saat mendapatkan suntikan kedua dari vaksin COVID-19 Sinovac (Tangkapan Layar Youtube Sekretariat Presiden)

Liputan6.com, Jakarta Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengatakan bahwa zonasi COVID-19 tidak akan lagi berbasiskan kasus terkonfirmasi, namun berdasarkan positivity rate.

Dalam Rapat Kerja Bersama Komisi IX DPR RI pada Senin (6/7/2021), Menkes mengatakan, standar testing World Health Organization (WHO) adalah 1 per seribu penduduk per minggu.

"Yang artinya 270 ribu tes per minggu, artinya 38 ribu tes per hari, sebenarnya sudah terlampaui," kata Budi Gunadi dalam rapat yang disiarkan melalui saluran Youtube DPR RI tersebut.

Menurut Menkes, dari sisi manusia jumlah pemeriksaan COVID-19 di Indonesia bisa mencapai 70 hingga 80 ribu orang dalam sehari, dengan jumlah tes dapat mencapai 120 hingga 130 ribu per hari.

Namun, Budi Gunadi mengatakan bahwa angka 1 per seribu per minggu adalah untuk daerah dengan positivity rate di bawah 5 persen.

"Kalau positivity rate-nya sudah lebih dari 5 persen: 10 persen, 20 persen, atau 30 persen, itu artinya laju penularan sudah sangat tinggi. Tesnya harus dibuat lebih kecil-kecil, lebih banyak, supaya tidak ada orang yang lolos."

Saksikan Juga Video Menarik Berikut Ini


Tingkatkan Tes

Paramedis melakukan kegiatan testing PCR kepada warga yang pernah berhubungan dengan pasien positif COVID-19 di Puskesmas Cinere, Depok, Jawa Barat, Kamis (10/6/2021). Testing setelah tracing dilakukan kepada puluhan warga untuk meminimalisir penyebaran COVID-19. (merdeka.com/Arie Basuki)

Budi Gunadi mengatakan, India beberapa waktu lalu sempat mencapai jumlah tes hingga lima kali lipat melebihi standar WHO. "Itu yang kita kejar," ujarnya.

"Sehingga untuk daerah-daerah yang positivity rate-nya di atas 25 persen, kita minta 15 kalinya WHO. Kalau 15 sampai 25, 10 kali WHO kalau bisa. Terus kita kejar."

"Kalau 5 sampai 15, 5 kali WHO. Jadi 5 per seribu per minggu. Dengan demikian, kita bisa mengetahui siapa yang tertular lebih cepat, dan kita bisa melakukan tindakan apakah itu isolasi apakah itu dirawat di rumah sakit."


Zonasi Tak Berbasis Kasus Terkonfirmasi

Tanda 'Zona Merah' tertempel pada salah satu tower Rusun Nagrak, Cilincing, Jakarta Utara, Selasa (15/6/2021). Rencananya, Tower 1-5 Rusun Nagrak akan menjadi tempat isolasi pasien COVID-19. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Menkes mengakui bahwa testing (pemeriksaan) dan tracing (pelacakan) COVID-19 di Indonesia sangatlah lemah. Menurutnya hal ini harus diperbaiki secara fundamental.

Budi Gunadi mengatakan, pemeriksaan yang jadi penilaian ini membuat daerah mencoba mendapatkan nilai yang baik, dengan tidak melakukan testing sebanyak yang seharusnya.

"Oleh karena itu kita akan mengubah, kita tidak melihat lagi merah-kuning-hijaunya berdasarkan jumlah kasus konfirmasi, tapi berbasiskan positivity rate," kata Menkes.

"Kalau testing-nya sudah satu kali WHO tapi positivity rate masih tinggi, artinya testing kurang banyak. Masih banyak orang yang memang tertular yang tidak bisa diidentifikasi dan dia berkeliaran kemana-mana, berbahaya buat teman-teman kita yang lain."


Infografis Waktu Tepat Tes Swab dan Mengulangi Bila Hasilnya Negatif Covid-19

Infografis Waktu Tepat Tes Swab dan Mengulangi bila Hasilnya Negatif Covid-19. (Liputan6.com/Trieyasni)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya