Postur Makro Fiskal 2022, Penerimaan Perpajakan Dipatok Rp 1.528,7 Triliun

Banggar DPR RI menyepakati postur makro fiskal yang akan digunakan sebagai dasar penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2022

oleh Liputan6.com diperbarui 06 Jul 2021, 13:20 WIB
Ilustrasi: Pajak Foto: Istimewa

Liputan6.com, Jakarta - Badan Anggaran (Banggar) DPR RI menyepakati postur makro fiskal yang akan digunakan sebagai dasar penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2022. Kesepakatan dicapai usai pembahasan pendahuluan RAPBN 2022.

Wakil Ketua Banggar DPR RI, Muhidin Mohamad Said mengatakan, postur makro fiskal yang disepakati antara Banggar dan pemerintah akan menjadi landasan untuk mengembalikan defisit anggaran maksimal tiga persen dari PDB pada tahun 2023.

"Sejalan dengan hal tersebut maka postur makro fiskal tahun 2022 yang akan digunakan sebagai dasar penyusunan RAPBN Tahun 2022," kata dia dalam Pembicaraan pendahuluan RAPBN 2022 dan RKP 2022, di Gedung Paripurna DPR RI, Selasa (6/7).

Dia menyampaikan, untuk pendapatan negara pada 2022 adalah Rp1.823,5 triliun hingga Rp1.895,4 triliun atau 10,18 persen sampai 10,44 persen PDB. Kesepakatan ini sama seperti yang diajukan pemerintah dalam Kerangka Ekonomi Makro dan PokokPokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) Tahun 2022.

Pendapatan negara terdiri dari penerimaan perpajakan ditargetkan bisa mencapai Rp1.499,3 triliun hingga Rp1.528,7 triliun, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) ditargetkan Rp322,4 triliun hingga Rp363,1 triliun, dan hibah ditargetkan Rp1,8 triliun hingga Rp3,6 triliun.

Sementara itu, belanja negara sebesar Rp2.631,8 triliun hingga Rp2.775,3 triliun atau 14,69 persen hingga 15,29 persen PDB. Belanja negara terdiri dari belanja pemerintah pusat Rp1.856 triliun sampai RP1.929,9 triliun, dan transfer ke daerah dan dana desa Rp775,8 triliun sampai Rp845,3 triliun.

Kemudian untuk keseimbangan primer 2,31 persen sampai dengan 2,65 persen dari PDB. Sedangkan defisit anggaran ditetapkan 4,51 hingga 4,85 persen dari PDB, pembiayaan 4,51 sampai 4,85 persen dari PDB, dengan rasio utang 43,76 sampai 44,28 persen dari PDB

"Demikian laporan Badan Anggaran DPR RI dalam rangka pembahasan pembicaraan pendahuluan RAPBN Tahun 2022 dan RKP Tahun 2022 bersama dengan pemerintah," tutupnya.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Sri Mulyani Sebut Penerimaan Pajak Sudah Baik Meski Baru 30 Persen dari Target

Menkeu Sri Mulyani bersiap mengikuti rapat kerja dengan Komisi XI DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (15/3/2021). Rapat membahas konsultasi terkait usulan perubahan pengelompokan/skema barang kena pajak berupa kendaraan bermotor yang dikenai PPnBM. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Penerimaan pajak baru mencapai Rp 374,9 triliun atau minus 0,46 persen pada April 2021 dibandingkan periode yang sama tahun lalu (year on year/yoy). Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mengakui, penerimaan pajak  masih mengalami kontraksi namun disebut masih membaik.

Penerimaan pajak ini mulai membaik dibandingkan posisi Maret 2021 yang minus 5,6 persen (yoy). Begitu juga jika dibandingkan dengan posisi April 2020 yang minus 3 persen (yoy).

“Dibanding tahun lalu, pertumbuhan ini sudah lebih baik karena tahun lalu hingga April, pertumbuhan penerimaan pajak kontraksinya minus 3 persen,” ujar dia dalam Peresmian Organisasi dan Tata Kerja Baru di Instansi Vertikal Ditjen Pajak secara virtual, Senin (24/5/2021).

Realisasi penerimaan pajak selama empat bulan pertama tahun ini baru sebesar 30,94 persen dari target dalam APBN 2021 yang senilai Rp 1.229,6 triliun.

Menurut bendahara negara itu, kontraksi penerimaan pajak masih terdampak pandemi Covid-19, meskipun sudah mulai pulih.

Dia mengungkapkan secara tren penerimaan pajak hingga April 2021 semakin menunjukkan perubahan arah. Beberapa jenis pajak juga dinolai telah mengalami pemulihan.

Dia melanjutkan, realisasi penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) Badan tumbuh 31,1 persen (yoy). Meski pertumbuhannya cukup tinggi, Sri Mulyani tetap meminta Ditjen Pajak terus membereskan persoalan pajak perusahaan tersebut.

Sementara untuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN) masih mengalami masih mengalami kontraksi secara neto, walaupun secara bruto tumbuh 6,4 (persen).

Menurut Sri Mulyani, data itu menunjukkan dasar transaksi atau underlying transaction PPN dalam negeri sudah semakin baik.

Setelah semua jenis pajak membaik, Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu berharap pemulihan juga segera terjadi pada semua sektor usaha. "Tantangan kita (agar) semua region atau sektor pilih. Namun ada yang pulih cukup nyata," tandasnya.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya