Liputan6.com, London - Sebuah bom meledak di satu bus dan tiga kereta bawah tanah London pada pagi hari waktu setempat 7 Juli 2005. Pemboman bunuh diri yang terjadi pada waktu yang sama dianggap sebagai pekerjaan al-Qaida ini menewaskan 56 orang termasuk pelaku dan melukai 700 lainnya.
Dikutip dari History, Selasa (6/7/2021), insiden tersebut adalah serangan terbesar di Inggris sejak Perang Dunia II.
Advertisement
Pemboman kereta api itu menargetkan London Underground, sistem kereta bawah tanah kota dan meledak di waktu yang hampir bersamaan.
Sekitar pukul 08.50 waktu setempat, ledakan terjadi di tiga lokasi, antara stasiun Aldgate dan Liverpool Street di Circle Line, antara Russell Square dan stasiun King's Cross di Jalur Piccadilly, dan di stasiun Edgware Road yang juga di Circle Line.
Hampir satu jam kemudian, sebuah bus tingkat di Upper woburn Place dekat Tavistock Square juga meledak dengan atap bus terkoyak sebagai hasilnya.
Serangan itu terjadi ketika para pemimpin dunia, termasuk PM Inggris Tony Balir sedang bertemu di KTT G8 dekat Skotlandia.
Dalam sambutannya setelah mengetahui tentang ledakan itu, Blair menyebut serangan tersebut "barbar" dan menunjukkan bahwa mereka terjadi pada saat yang sama dengan KTT G8 kemungkinan besar memiliki tujuan.
Setelah itu, ia bersumpah membuat para pelaku bertanggung jawab dan bahwa Inggris, mitra utama AS dalam perang di Irak, tidak akan diintimidasi oleh teroris.
Lokasi yang Dikunjungi Tiga Juta Orang Setiap Harinya
Dari empat pelaku bom bunuh diri, tiga lahir di Inggris dan satu di Jamaika.
Pada 1 September 2005, Al-Qaida secara resmi mengaku bertanggung jawab atas serangan tersebut dalam sebuah rekaman video yang dirilis ke al-Jazeera.
Dua minggu kemudian, empat serangkaian pemboman kedua yang juga menargetkan sistem transit kota, tetapi gagal ketika bahan peledak hanya meledak sebagian.
Empat orang yang diduga bertanggung jawab atas serangan yang gagal itu ditangkap pada akhir Juli.
Diperkirakan tiga juta orang naik Kereta Bawah Tanah London setiap hari, dengan 6,5 juta lainnya menggunakan sistem bus kota.
Reporter: Paquita Gadin
Advertisement