Liputan6.com, Jakarta - Suatu pagi di tengah musim dingin yang menusuk di Shaanxi dan Shanxi, Tiongkok, ada suara menggemuruh dari perut bumi. Suara itu datang dalam hitungan menit dan detik bersamaan dengan guncangan.
Gempa mahadahsyat sedang terjadi. Meski dalam hitungan singkat, gempa itu menjadi kejadian luar biasa yang tidak bisa dihentikan. Kerusakan terjadi di sana sini. Warga berhamburan mencari tempat aman.
"Di wilayah Hua, hal buruk silih berganti terjadi. Pegunungan dan sungai-sungai berganti posisi, jalanan pun rusak. Di beberapa tempat tanah tiba-tiba naik membentuk bukit baru, atau ambles menjadi cekungan lembah," demikian dikisahkan dalam catatan sejarah Tiongkok, seperti Liputan6.com kutip dari buku 30 Years' Review of China's Science & Technology, 1949-1979.
Baca Juga
Advertisement
Akibat guncangan dahsyat itu, aliran-aliran sungai seakan meledak, tanah merekah berubah menjadi rongga-rongga panjang seukuran selokan. Air muncrat ke segala penjuru.
Warga harus menghadapi dinginnya udara di luar rumah demi menyelamatkan diri dari reruntuhan. Mereka menggigil, tetapi harus berupaya menyelamatkan diri dari bencana.
Wilayah 1.000 kilometer persegi luluh lantak saat bencana terjadi pada 2 Februari 1556. Catatan lain menyebut lindu mengguncang pada 23 Januari 1556.
Dalam insiden mengerikan itu, sekurangnya 830 ribu orang tewas. Angka itu sama dengan 60 persen populasi wilayah terdampak. Gempa membawa bencana turunan yang tak kalah mengerikan. Kebakaran, banjir, hingga penjarahan menjadi pemandangan lumrah.
Saksikan Video Menarik Berikut Ini
Catatan Qin Keda
Angka yang nyaris sejuta itu membuat peristiwa tersebut masuk dalam daftar gempa paling mematikan sepanjang sejarah.
Penjelajah Portugis, Gaspar da Cruz yang mengunjungi wilayah Guangzhou pada 1556 mendengar kabar soal malapetaka itu. Dalam bab terakhir bukunya, Treatise of China (1569), ia menduga, gempa itu mungkin merupakan hukuman untuk para pendosa.
Makin besar musibah, makin besar pula pelajaran yang didapat.
Dalam peristiwa mengerikan itu, seorang sarjana Qin Keda berhasil lolos dari amukan alam itu. Dari catatan yang ia buat mengenai proses terjadinya gempa, orang bisa mendapat petunjuk bagaimana selamat dari murka alam.
"Saat gempa mulai terjadi, orang-orang yang ada di dalam rumah atau bangunan harus cepat-cepat keluar. Berjongkok lah di luar rumah hingga getaran reda," kata dia, seperti dikutip dari situs Science Museums of China.
Qin Keda juga membuat perumpamaan. "Bahkan ketika sarang jatuh, sejumlah telur yang rapuh punya peluang tetap utuh."
Pengalaman tersebut hingga kini terus dipraktikkan, dan terbukti menyelamatkan jutaan nyawa manusia saat gempa terjadi. Apalagi, fakta dan sejarah memberikan petunjuk: gempa mungkin tak akan merenggut nyawa manusia, tetapi kualitas bangunan yang buruk bisa jadi 'pembunuh' sesungguhnya.
Advertisement