Liputan6.com, Jakarta - Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Antony Blinken melakukan pertemuan dengan tujuh penyintas kamp interniran Uighur, para pembela dan pegiat has asasi, serta keluarga dari individu-individu yang ditahan di Xinjiang, China.
Menurut Jurubicara Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat Ned Price, dalam pertemuan tersebut, Blinken menyampaikan komitmen Amerika Serikat bekerja sama dengan para sekutu dan mitra untuk menyerukan pengakhiran kejahatan kemanusiaan dan genosida yang berkelanjutan terhadap Uighur dan anggota kelompok etnis serta agama minoritas lainnya di Xinjiang yang dilakukan Republik Rakyat China (RRC).
Advertisement
Selain itu juga "untuk mencegah kembalinya para individu tersebut ke RRC dan mendorong akuntabilitas untuk aksi-aksi pemerintah China dan keadilan bagi para korban beserta keluarga mereka," ungkap Price, dalam keterangan persnya, Rabu (7/7/2021).
Ia menyatakan, "Amerika Serikat akan terus menempatkan hak asasi manusia di baris terdepan kebijakan kami terkait China dan akan selalu mendukung suara para aktivis, penyintas, dan anggota keluarga korban yang dengan berani bersuara menentang kekejaman ini."
Pernyataan Kedubes China
Sebelumnya, Kedutaan Besar China di Indonesia pernah menyatakan, "Xinjiang adalah sebuah daerah otonom Tiongkok, yang sepanjang sejarahnya merupakan tempat di mana beragam etnik, budaya, dan agama selalu hidup berdampingan. Dalam beberapa puluh tahun terakhir, pembangunan ekonomi dan sosial di Xinjiang telah meraih pencapaian luar biasa," kata juru bicara Kedutaan Besar China untuk Indonesia, dalam pernyataan yang dirilis dalam situs resmi Kedubes China pada Senin 5 April.
Pernyataan itu melanjutkan, "Xinjiang juga mengalami perkembangan signifikan di bidang etnik, agama, dan budaya. Namun pada saat bersamaan, Xinjiang juga menderita akibat aktivitas separatisme, ekstremisme, dan terorisme. Hakikat dari isu-isu terkait Xinjiang adalah masalah penanganan terhadap separatisme, terorisme, dan radikalisasi, dan sama sekali bukanlah masalah hak asasi manusia, etnik, atau agama".
Dalam beberapa waktu terakhir, Kedubes China menyebut, sejumlah kecil negara Barat memiliki motif politis untuk memusuhi China, "sehingga menciptakan rumor bohong bahwa China melakukan apa yang disebut "penindasan etnik minoritas", "pembatasan kebebasan beragama", dan lain-lain di Xinjiang.
Pernyataan tersebut juga menyampaikan bahwa rumor yang tidak benar tersebut sama sekali tidak berdasar - mengacu pada isu genosida, pemandulan paksa, dan kerja paksa di Xinjiang.
Kedubes China pun membeberkan bahwa jumlah penduduk etnik Uighur di Xinjiang meningkat dari 5,55 juta menjadi lebih dari 12,7 juta jiwa daalam 40 tahun terakhir.
"Angka harapan hidup rata-rata etnik Uighur juga meningkat dari hanya 30 tahun pada era sebelum 1960-an menjadi 72 tahun saat ini," terangnya.
Selanjutnya, dijelaskan juga bahwa "Dalam beberapa tahun terakhir, tingkat pertumbuhan populasi etnik Uighur mencapai 25,04 persen, lebih tinggi daripada tingkat pertumbuhan populasi seluruh Xinjiang yang sebesar 13,99 persen, dan tentunya jauh lebih tinggi daripada tingkat pertumbuhan populasi etnik Han yang hanya sebesar 2,0 persen".
Advertisement