Liputan6.com, Jakarta Kementerian Keuangan membeberkan data penerimaan pajak selama semester I tahun 2021.
Staf Ahli Kepatuhan Pajak Kemenkeu Yon Arsal mengatakan, kinerja penerimaan pajak ini menunjukkan perbaikan secara konsisten tiap bulannya.
Advertisement
"Penerimaan pajak semester I tahun 2021 tercacat mencapai Rp 557,77 triliun atau mencapai 45,36 persen dari target APBN 2021," ujar Yon Arsal dalam webinar Kajian Tengah Tahun Indef 2021, Rabu (7/7/2021).
Dilihat dari jenisnya, PPh non migas tercata masih minus 2,91 persen. Kendati, angka mengalami perbaikan dibanding periode yang sama di tahun 2020 yaitu -10,08 persen.
Sementara untuk PPN dan PPnBM meningkat dari -10,67 persen di tahun 2020 menjadi 14,84 persen di tahun ini. Demikian pula dengan PBB dan pajak lainnya yang meningkat dari -18,89 persen menjadi 22,69 persen di tahun ini.
Sementara, PPh migas mengalami perubahan yang sangat signifikan dari -40,13 persen di tahun 2020 menjadi 23,54 persen di tahun 2021.
Yon mengatakan, meningkatnya kinerja penerimaan pajak ini didukung oleh pemulihan aktivitas ekonomi dan peningkatan harga komoditas, yang kemudian mendorong peningkatan produksi dan konsumsi serta ekspor dan impor.
"Mudah-mudahan, kita bisa segera dari masa kritis ini sehingga ekonomi kembali ke tren yang baik," jelas Yon.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Peran Pajak Sangat Krusial di Tengah Pandemi Covid-19
Staf Ahli Bidang Kepatuhan Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Yon Arsal mengatakan, peran pajak tidak hanya untuk pembiayaan negara. Di masa pandemi covid-19 ini, pajak dituntut untuk bisa mempercepat segala hal.
“Pajak tidak hanya dituntut sekedar instrumen untuk pembiayaan negara tetapi juga pada saat ini dituntut untuk bisa mengakselerasi berbagai hal, pertumbuhan, ekonomi, investasi dan seterusnya,” kata Yon Arsal dalam Perbincangan Santai Belajar dan Berdiskusi, Selasa (6/7/2021).
Menurutnya, khusus di masa pandemi ini, pajak diharapkan menjadi instrumen tetap demi membantu usaha untuk terus hidup dan membantu permintaan masyarakat agar meningkat.
“Kita lihat secara umum peran pajak itu memang menjadi sesuatu yang krusial dan sentral dalam perekonomian,” ujarnya.
Dia menjelaskan, pada tahun 1983, peran pajak direformasi dengan memperkenalkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Sumber Daya Alam (SDA) menjadi penyumbang utama penerimaan negara.
“Kalau kita lihat penerimaan pajak pada saat itu 22 persen dan kita lihat disitu muncullah kesadaran. Karena waktu itu kita masih tergantung pada penerimaan sumber daya alam SDA menjadi salah satu yang menjadi krusial,” katanya.
Seiring berjalannya waktu, kata dia, PNBP SDA mengalami penurunan dan sejak 1992 pajak mulai menjadi tulang punggung penerimaan negara sebesar 67,6 persen, dan kini penerimaannya hingga 70 persen, dimana kontribusinya berasal dari penerimaan pajak seperti PPH, PPN dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
Yon menyimpulkan bahwa pandemi covid-19 telah menyebabkan disrupsi yang sangat besar dan membuat perekonomian terkontraksi. Misalnya pada tahun 2020 perekonomian Indonesia kontraksi minus 2,07 persen.
“Ini adalah pengalaman pertama, setelah selama bertahun-tahun. Tidak hanya Indonesia melainkan negara-negara lain juga mengalami kontraksi,”pungkasnya.
Advertisement