Dampak PPKM, Biaya Operasional Sopir Truk Bengkak hingga 30 Persen

Aturan baru perjalanan darat yang dikeluarkan Satgas Covid-19 menjadi beban baru bagi para sopir truk.

oleh Liputan6.com diperbarui 07 Jul 2021, 16:50 WIB
Empat truk ODOL yang disita petugas BPTP Riau Kepri diparkirkan di Terminal AKAP Pekanbaru. (Liputan6.com/M Syukur)

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Umum Perkumpulan Pengusaha Truk, Kyatmaja Lookman mengatakan aturan baru perjalanan darat yang dikeluarkan Satgas Covid-19 menjadi beban baru bagi para sopir truk.

Alasannya para pengemudi wajib menyertakan hasil tes swab antigen yang hanya berlaku 1x 24 jam. Padahal tidak sedikit pengemudi truk yang membutuhkan waktu berhari-hari untuk sampai tujuan pengantaran barang.

"Aturan sekarang ini kan ada beberapa tambahan, salah satunya harus punya surat keterangan bebas Covid-19 dari hasil PCR atau swab antigen," kata Kyatmaja saat dihubungi merdeka.com, Jakarta, Rabu (7/7).

Dia menjelaskan, dalam perjalan Jakarta-Surabaya misalnya yang bisa menghabiskan waktu 3 hari. Artinya sopir truk harus tiga kali melakukan swab antigen. Bila harga sekali swab antigen Rp 250 ribu, maka dibutuhkan anggaran tambahan Rp 750 ribu dalam satu kali perjalanan.

Sementara rata-rata ongkos yang dibekali sopir truk berkisar antara Rp 1 juta sampai Rp 2,5 juta. Sehingga, aturan baru tersebut membuat pengusaha truk harus menambah 25 persen sampai 30 persen dari biaya operasional satu kali perjalanan.

"Kalau rapid antigen 3 kali sudah Rp 750 ribu sedangkan ongkos operasional Rp 2,5 juta. Jadi pembengkakan biaya buat swab ini sampai 25 persen atau 30 persen," kata dia.

Hitungan tersebut belum termasuk biaya PCR test supir truk yang harus menyebrang pulau. Sehingga biaya operasional untuk mengikuti aturan pemerintah sudah memuat pengusaha kewalahan.

Biaya operasional ini bisa makin bengkak bila tujuan perjalanan keluar pulau. Sebab di beberapa pelabuhan syarat untuk bisa menyebrang mengantongi hasil negatif PCR tes yang biayanya berkisar Rp 700 ribu ke atas.

"Nah biaya ini yang bisa jadi masalah," kata dia.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Daya Beli Turun

Truk melintas di ruas Jalan Tol Lingkar Luar Jakarta. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Apalagi seiring dengan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) ini membuat daya beli masyarakat menurun. Otomastis, berdampak pada jumlah orderan pengangkutan barang.

Menaikkan tarif angkutan kepada konsumen juga bukan solusi yang bisa dilakukan. Alasanya, konsumen ogah memberikan biaya tambahan hanya untuk menutuup biaya tes Covid-19.

"Pelanggan juga enggak mau dibebankan dengan biaya tersebut," kata dia.

Terlebih tidak semua truk yang beroperasi milik perusahaan. Kyatmaja menyebut banyak juga masyarakat yang mengelola secara mandiri. Sehingga kebijakan tersebut menjadi beban yang sulit dihindarkan.

Tak hanya itu, pembengkakan biaya juga bisa terjadi seiring dengan penyekatan wilayah yang dilakukan di sejumlah tempat. Bila biasanya supir truk bisa melintas tanpa jalur tol, kini mereka terpaksa harus melintas di jalan bebas hambatan.

"Kaya di Pekalongan, itu diblokir jalannya, padahal truk cuma numpang lewat tidak bongkar muatan. Akhirnya harus keluar masuk tol. Nah terjadi penambahan biaya juga," kata dia.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya